Selasa, 06 September 2011

The Adventure of Sayuri Hayami #9

“Sudah siap semuanya? Sayuri?”

Masumi bertanya pada Sayuri yang kini tengah duduk mencangkung di atas sofa sambil menikmati segelas susu coklat. Dengan gelas masih menempel di mulut, Sayuri menjawab sekenanya pada pertanyaan ayahnya, menyatakan bahwa ia telah siap untuk berangkat. Sementara Eisuke tengah mengamati dari balik surat kabar bacaannya segala kegiatan Masumi dan Sayuri yang akan segera berangkat.

“Bibi Michi, apa saja yang harus aku perhatikan?”

“Segala keperluan nona kecil semuanya sudah saya siapkan tuan muda. Untuk baju sehari-hari, sudah saya pasangkan antara atasan dan bawahan, begitu juga untuk pakaian dalam nona kecil, semua sudah bibi pasang-pasangkan. Jadi begitu nona kecil ingin berganti pakaian tidak perlu susah-susah mencari. Tuan muda juga jangan lupa, di cuaca musim panas yang lembab begini, nona Sayuri sering merasa gatal karena ruam-ruam di punggung, jadi bibi juga sudah siapkan bedak obat dari dokter Sato, cukup untuk sebulan, siapa tahu tuan muda berencana memperpanjang liburan. Nona, jangan lupa, setiap habis mandi harus selalu menaburkan bedak obat itu di sekujur badan, supaya nona tidak tersiksa gatal-gatal, ya,”

Sayuri mengangguk pada bibi Michi yang tersenyum mengingatkan padanya, sementara Masumi mengangkat kedua alisnya, ia tak menyangka, ternyata berpergian bersama Sayuri begitu banyak tetek bengek yang harus disiapkan.

“Oh ya, tuan muda, nona Sayuri sudah saya ajarkan untuk mengikat rambut juga mengepangnya, tuan muda hanya perlu membantunya untuk menyisir rambutnya sebelum nona kecil mengikat atau mengepangnya,”

Masumi kembali mengangkat sebelah alisnya, pandangannya kemudian beralih pada Sayuri yang menatapnya dengan pandangan jahil, seakan-akan tersirat kata-kata ‘Rasain kau ayah!’ di sinar mata Sayuri yang berkilat-kilat itu. Masumi menghela nafas, untung saja ia sudah mengantisipasi hal-hal seperti ini.

“Bibi Michi, ini ada ponsel, selama aku dan Sayuri pergi, ponsel ini harus selalu dalam kondisi siaga menerima telepon dariku. Jadi, sewaktu-waktu ada hal yang aku tidak mengerti mengenai keperluan Sayuri, aku akan langsung menghubungi bibi Michi,”

Bibi Michi tersentak bingung sambil menerima seperangkat ponsel baru dari tangan Masumi yang terulur padanya.

“Baik, tuan muda,”

“Nah, Sayuri, kita berangkat sekarang?”

“Sip!”

Kedua ibu jari Sayuri teracung tegas di depan wajahnya yang tersenyum cerah. Hari ini, suasana hatinya benar-benar sedang sangat senang. Akhirnya, setelah serangkaian perjuangan yang tidak mudah untuk meluluhkan hati ayahnya, dia bisa pergi juga berlibur. Bahkan liburan kali ini benar-benar sangat berbeda. Dia akan mengemban misi khusus dari kakeknya, untuk bisa menemukan atau memastikan bahwa seseorang di Desa Momiji adalah Maya Kitajima, pemeran utama Sang Bidadari Merah.

“Tampaknya kau senang sekali, Sayuri?”

”Iya dong ayah! Jarang-jarang kan ayah bisa bepergian bersama Sayuri? Hanya berdua lagi,”

”Siapa bilang hanya berdua? Ada kemungkinan paman Hijiri kesayanganmu itu ikut bersama kita,”

Masumi tersenyum penuh rahasia pada Sayuri yang kini terbelalak senang.

”Benar ayah? Ayah tidak bohong kan?”

Masumi hanya mengendikkan bahu sambil tersenyum.

”Asyik! Asyik! Asyik! Asyik!”

Sayuri berlari berputar-putar dan melonjak-lonjak kegirangan begitu ia tahu bahwa kemungkinan besar Hijiri akan menyertai perjalanan liburan mereka kali ini. Baginya, berarti segalanya akan lebih mudah seperti janji kakeknya, karena akan ada Hijiri yang siap membantunya, khususnya untuk menyembunyikan tujuan utama mereka berlibur ke Desa Momiji dari ayahnya.

”Sepertinya kau lebih senang ditemani paman Hijiri-mu itu daripada ditemani ayah, Sayuri?”

”Iya dong, eh nggak ding! Becanda ayah... Jangan marah dong...”

Sayuri tersenyum jahil melihat reaksi Masumi yang melotot sayang padanya begitu mendengar jawaban Sayuri yang sekenanya itu. Sementara Eisuke, bibi Michi dan beberapa pengurus rumah yang ada tersenyum geli melihat bagaimana interaksi antara Masumi dan Sayuri.

”Ya sudah, semuanya siap kan? Kita berangkat sekarang, yuk! Sana gih, pamit pada kakek,”

Sayuri pun berlari ke arah Eisuke yang masih saja tersenyum melihat segala tingkah polahnya.

”Kakek, Sayuri pergi dulu ya...”

”Iya Sayang, dan baik-baik di perjalanan, jangan nakal, jangan membuat ayahmu gusar, ok?”

Eisuke membelai lembut punggung Sayuri, mengecup ubun-ubunnya serta mencium kedua belah pipi Sayuri. Sementara Sayuri mengangguk dalam pangkuan Eisuke.

”Oh ya kek...”

Sayuri kemudian berbisik di telinga Eisuke, membuat Masumi mengerutkan kening.

’Apalagi sekarang?’

Kening Masumi berkerut curiga melihat Sayuri dan Eisuke secara terang-terangan berbisik-bisik penuh rahasia di hadapannya.

”Begitu kan kek?”

Eisuke tersenyum jahil mengikuti Sayuri yang juga tengah menyeringai penuh keusilan padanya.

”Terserah kau saja Sayuri, kakek serahkan semuanya padamu, ya? Ganbatte!!”

”Ganbattemasu!!!”

Sayuri kembali mengacungkan kedua ibu jarinya dan Eisuke terkekeh pelan melihat betapa cucu kesayangannya ini begini optimis dan ceria.

”Nah, kakek, Sayuri pergi dulu ya. Kakek baik-baik di rumah, jangan suka begadang sampai malam di ruang kerja kakek yang menyebalkan itu dan jangan sampai sakit lagi. Sayuri sayaaaaaaaaaang kakek,”

Kembali Sayuri memeluk Eisuke yang membalas pelukannya sama eratnya. Begitu lepas dari pelukan Eisuke, Sayuri pun memeluk bibi Michi juga Asa yang masih menunggu keberangkatan mereka.

”Bibi Michi, Sayuri pergi dulu ya, terima kasih telah dibantu berkemas. Kakek Asa, Sayuri pergi dulu, ma’af kalau Sayuri belum jadi merasakan mie ramen di Fukuoka seperti yang kakek Asa ceritakan pada Sayuri,”

Asa tergelak pelan mendengar penuturan Sayuri yang menatap dengan serius padanya.

”Tidak apa-apa nona kecil, lain kali pasti bisa,”

”Ayo Sayuri, kita berangkat sekarang atau menunggu kau berpamitan dengan seluruh penghuni rumah ini?”

Suara Masumi terdengar menahan senyum, setengah menegur Sayuri yang sepertinya berniat berpamitan pada setiap orang yang kini tengah mengantarkan mereka dan menunggu keberangkatan mereka.

”Ayah ih!”

Sayuri mencebik kecil pada Masumi yang kini tersenyum geli padanya.

”Semuanya, Sayuri pergi dulu ya!”

Semua tersentak kaget mendengar Sayuri yang tiba-tiba berpamitan dengan berseru lantang. Apalagi menyuarakan suara yang begitu keras di ruang depan, segera saja tertangkap akustik rumah, sehingga suara Sayuri menjadi semakin keras. Tak terkecuali Eisuke dan Masumi ikut-ikutan tersentak kaget.

”Nona!”

Bibi Michi mendesis pelan mengingatkan Sayuri yang telah berteriak lantang mengagetkan.

”Hehehehehehehe,”

Sementara, beberapa pengurus rumah yang hadir di ruang depan kediaman Hayami, membungkuk membalas salam Sayuri yang begitu keras.

”Paman Asa, apakah semuanya sudah siap?”

”Sudah tuan muda, saya sudah memerintahkan Noburo untuk mempersiapkan kendaraannya sesuai dengan instruksi tuan muda. Begitu mobilnya tiba, segala kelengkapan dan kondisinya sudah kami periksa dan semuanya siap untuk melakukan perjalanan,”

”Terima kasih banyak, Paman Asa, Noburo,”

Masumi mengangguk pada Asa dan Noburo, yang dibalas bungkukan dari mereka berdua.

”Ayah, kami berangkat sekarang. Jaga baik-baik kesehatan ayah selama kami pergi, terutama kondisi jantung ayah, ingat pesan dokter Nakagawa,”

”Sepertinya justru kau yang harus mempersiapkan ketahanan jantungmu, Masumi, karena kau tak akan pernah tahu apa yang tengah menunggu untuk kau temukan,”

”Maksud ayah?”

Masumi menatap tak mengerti pada Eisuke yang tersenyum penuh misteri padanya. Belum sempat Masumi mendesak Eisuke untuk menjelaskan maksud perkataannya, suara Sayuri yang lantang terdengar dari depan, rupanya gadis kecil itu sudah keluar rumah dan kini tengah menunggu ayahnya dengan ditemani bibi Michi.


 ”Waaaahhhh! Mobilnya keren sekali! Ayah! Ayah! Kita mau naik mobil ini ya ke Desa Momiji-nya?“

Masumi bergegas keluar diikuti Eisuke. Sayuri yang tengah mengagumi Toyota Land Cruiser Prado terbaru itu, seketika menoleh pada ayahnya, binar matanya menyiratkan dia sangat senang dengan kendaraan yang akan membawanya pergi berlibur.

”Kita naik ini ya ayah?“ tanyanya penuh harap.

Masumi tersenyum dan mengangguk mengiyakan.

“Waaaaahhhh....!!! Keren!”

“Kau suka, Sayuri?”

“Iya ayah, Sayuri suka sekali! Ayo ayah, kita berangkat sekarang!”

”Ya sudah, ayo kita berangkat. Ayah, paman Asa, bibi Michi, kami berangkat dulu,”

”Hati-hati Masumi,”

Masumi pun memasuki kendaraan dan mengambil posisi kemudi, sementara dengan di bantu Asa, Sayuri duduk di sebelahnya. Mata kanak-kanak cerianya memeriksa dengan seksama interior mobil yang dinaikinya. Dia melonjak-lonjak pelan di tempat duduknya, merasai kenyamanan jok yang dibalut kulit lembut. Sesekali tangannya memencet tombol-tombol otomatis yang tersedia di panel mobil. Masumi hanya tersenyum melihat reaksi Sayuri sambil memutar kunci dan menstarter kendaraan besar itu.

”Pakai sabuk pengamanmu, nona muda,”

Sayuri segera meraih sabuk pengaman dan memasangnya melingkari tubuhnya, membuatnya aman selama dalam perjalanan. Tiba-tiba dia terdiam dan menatap ayahnya.

”Kenapa, Sayuri?”

Masumi menautkan alisnya, heran dengan sikap diam Sayuri yang tiba-tiba.

”Tidak pakai child seat ayah? Kan Sayuri belum 6 tahun?”

Masumi tersenyum, anak gadis kecilnya ini benar-benar anak yang cerdas, terkadang Masumi seringkali lupa kalau-kalau Sayuri belumlah genap 6 tahun.

“Tidak perlu, Sayang, biarpun kau belum genap 6 tahun, tapi badanmu sudah cukup tinggi untuk tidak menggunakan child seat. Lihat, memakai seat belt pun sudah terasa nyaman kan sekarang?”

Sayuri mengangguk senang, ia benar-benar senang, sekarang dia sudah setingkat lebih besar, karena tidak perlu bepergian dengan menggunakan child seat.

“Sudah siap? Kita berangkat sekarang?”

”Iya ayah, Sayuri sudah siap!”

”Ok, kita berangkat! Jangan lupa, beri salam pada semua,”

Masumi membuka jendela kaca lebih lebar dan melambaikan tangan pada semua orang yang mengantarkan kepergian mereka.

”Sampai jumpa kakek! Da da semuaaaaa....!”

Sayuri melambaikan tangan dan berseru lantang, berpamitan pada semua yang juga membalas lambaian tangannya dengan senyum lebar. Masumi mengendarai mobil dengan mantap dan tenang, sampai saat akan keluar dari gerbang kediaman Hayami.

”Ayah! Stop! Stop!”

Seketika, Masumi menginjak pedal rem dan memandang heran pada Sayuri. Bahkan Hajima yang tengah menunggu di pintu gerbang yang terbuka ikut-ikutan bingung, mengapa tuan mudanya menghentikan kendaraan tepat di depan gerbang.

Tanpa menjawab pertanyaan ayahnya, Sayuri bergegas melepas sabuk pengamannya, membuka pintu mobil dan meloncat turun tanpa memperhatikan betapa tinggi mobil yang dinaikinya. Begitu sampai di bawah, Sayuri berlari ke arah rumah dengan masih tidak menghiraukan seruan Masumi yang mulai terdengar gusar.

”Sayuri!”

Sampai di depan rumah pun, Sayuri tidak memperdulikan sikap heran penuh tanya Eisuke dan beberapa pengurus rumah yang masih menunggu mereka benar-benar meninggalkan kediaman Hayami. Dia terus berlari masuk dan menaiki tangga menuju lantai dua, memasuki kamarnya dengan langkah kakinya yang ribut. Bahkan begitu terburu-burunya, Sayuri sampai lupa melepas sepatunya. Sementara Masumi, dengan gusar memutar roda kemudi, mengitari taman dan sampai kembali di depan teras, dan turun dari mobil, menunggu Sayuri yang ia tak tahu sekarang sedang berbuat apa di dalam rumah.

”Ada apa, Masumi?”

Suara Eisuke terdengar menanyai Masumi yang kini tampak gusar dengan perilaku Sayuri.

”Entahlah, ayah, tiba-tiba saja dia minta aku menghentikan kendaraan dan berlari turun begitu saja tanpa menjelaskan apapun padaku. Anak itu, benar-benar deh!”

”Mungkin ada yang tertinggal, tuan muda, dan nona kecil baru ingat,”

Bibi Michi berusaha menenangkan Masumi yang kini memutar-mutar kunci dengan telunjuknya. Masumi hanya memandang tanpa ekspresi ke arah bibi Michi yang kini tersenyum lembut padanya.

’Sayuri... Sayuri... Apalagi sih sekarang?’

Tak berapa lama, Sayuri sudah kembali berada di teras, dengan wajah memerah dan nafas terengah-engah karena habis berlarian.

”Kau itu sebenarnya ngapain sih, Sayuri?”

”Masumi...”

Suara Eisuke terdengar mengingatkan pada Masumi untuk menekan perasaan gusarnya.

”Ma’af ayah.... Jangan marah dong... Ini, Sayuri mengambil ini,”

Sayuri mengacungkan seuntai kalung pemberian Kenichi Shinoda semalam yang kini melingkari lehernya yang tampak berkeringat.

”Kan, pesan kakek Shinoda, kemanapun Sayuri pergi, kalung ini harus selalu Sayuri pakai, jangan sampai tidak. Ayah dengar sendiri kan, kata kakek Shinoda semalam?”

Semua yang mendengar penuturan Sayuri menghembuskan nafas lega. Tak terkecuali Masumi, yang kini tersenyum galak pada Sayuri.

”Lain kali, sebelum berangkat, kau harus periksa dulu semua perlengkapanmu, Sayuri. Jangan tiba-tiba mengagetkan orang seperti tadi. Kalau kau terus-terusan begitu, bisa-bisa baru minggu depan kita sampai di Desa Momiji-mu itu. Perjalanan ke sana kan menempuh jarak yang tidak dekat, Sayuri,”

”Iya ayah, Sayuri minta ma’af ya...”

Masumi pun luluh dengan pandangan memelas Sayuri dan akhirnya tersenyum pada gadis kecilnya itu.

”Ya sudah, sudah tidak ada yang ketinggalan lagi?

Sayuri menggeleng memastikan pada ayahnya bahwa semua keperluannya tidak ada yang tertinggal lagi

”Kalau begitu, ayo kita berangkat. Semuanya, kami berangkat sekarang,”

”Sampai jumpa semuanya, ma’af ya, Sayuri merepotkan,”

Akhirnya, Masumi dan Sayuri pun memasuki kendaraan dan berlalu meninggalkan kediaman Hayami di tingkahi lambaian tangan seluruh penghuninya.

= # =

”Kira-kira, berapa orang yang akan tinggal di paviliun kita, Kazumi?”

”Entahlah ibu, namun, kalau menurut penuturan tuan Karato Hijiri, dia hanya akan datang bersama kakak dan keponakannya. Jadi kalau tidak salah, mungkin hanya akan ditempati dua orang laki-laki dewasa dan satu anak perempuan,”

Kazumi menjelaskan pada ibunya yang kini bersama-samanya menyiapkan paviliun yang akan ditempati oleh tamu musim panas mereka.

”Oh begitu, tapi, apakah kakaknya tidak bersama istri?”

”Kazumi juga tidak tahu ibu, sejauh ini hanya itu yang disampaikan tuan Karato Hijiri, yah mungkin nanti saat tamunya sudah datang, kita bisa sama-sama mengenal keluarga tuan Karato Hijiri, benar kan ibu?”

Ibu Okada tersenyum mendengar jawaban putri angkatnya itu.

”Benar Kazumi, dan kalau mendengar ceritamu, sepertinya keluarga tuan Karato Hijiri ini keluarga yang baik dan berasal dari kota besar. Sepertinya akan sangat menyenangkan berbagi cerita dengan orang-orang seperti mereka,”

”Iya ibu, Kazumi juga tak sabar ingin bertemu keponakan tuan Karato Hijiri, kalau mendengar penuturan tuan Hijiri, sepertinya keponakannya adalah seorang gadis kecil yang menyenangkan,”

Kembali ibu Okada tersenyum.

”Kau ini Kazumi, dasarnya memang kau suka anak kecil, senakal apapun seorang anak, kau selalu bilang bahwa mereka menyenangkan,”

”Seperti ibu tidak saja. Kan selama ini ibu juga begitu menyayangi anak-anak. Saat Goro-kun ketahuan ibu mematahkan beberapa rumpun bunga peony milik ibu, ibu tidak memarahinya, padahal Goro-kun sudah demikian ketakutan hingga menangis tak henti-henti, ibu ingat kan?”

Mereka berdua pun tertawa mengingat betapa Goro-kun, bocah bertubuh gempal yang selalu menjadi pemimpin bagi teman-temannya begitu ketakutan saat bola kaki yang ditendangnya masuk ke kebun kediaman Okada sehingga merusakkan beberapa rumpun bunga peony yang sedianya akan di berikan pada keluarga Sasaki yang akan mengadakan pesta pertunangan putri bungsunya. Butuh waktu lama mendiamkan Goro-kun yang begitu ketakutan akan diadukan pada ibunya.

”Yah, dan sampai sekarang pun ibu masih harus mengingatkan ibu Goro-kun untuk tidak bersikap terlalu keras padanya, kasihan sekali bocah gempal itu,”

Kazumi tersenyum cerah pada ibunya sambil melipat beberapa futon dan menyusunnya di lemari.

”Semoga, tahun ini semua berjalan lancar ya bu,”

”Iya Kazumi, semoga tahun ini lebih baik. Apalagi tahun ini kau akan melangsungkan pernikahan dengan Takahiro,”

Mendengar nama tunangannya disebut, wajah dan senyum Kazumi melembut. Takahiro adalah sosok yang baik dan lembut. Dia selalu bersikap manis dan begitu sayang pada Kazumi. Belum lagi adik-adiknya dan juga orangtuanya yang juga begitu baik pada Kazumi. Mereka menerima Kazumi dengan baik dan tidak mempermasalahkan posisi Kazumi yang hanyalah anak angkat keluarga Okada. Bahkan, kondisi ingatan Kazumi yang belum juga pulih hingga saat ini juga tidak mengurangi rasa sayang dan penerimaan mereka pada Kazumi.

”Melamunkan Takahiro, Kazumi?”

”Ah ibu,”

Wajah Kazumi sedikit merona mendengar pertanyaan menggoda dari ibunya. Dan, ibunya kembali tersenyum melihat ke arah Kazumi yang tersipu.

”Kazumi?”

”Iya ibu?”

”Apakah kau benar-benar mencintai Takahiro?”

Kazumi tercenung mendengar pertanyaan ibunya. Selama hampir dua tahun ini, dia hanya sekedar menjalani hubungannya dengan Takahiro. Jujur saja, apakah dia mencintainya, terkadang Kazumi sendiri juga sering mempertanyakannya. Apalagi, akhir-akhir ini, mimpinya tentang seseorang semakin sering datang seiring semakin dekatnya hari pernikahannya. Takahiro begitu baik padanya, sangat baik dan begitu penuh pengertian padanya. Menyanyanginya dengan tulus dan tak pernah sedikitpun bersikap kurang ajar padanya. Dan ia membalas dengan baik semua perlakuan baik Takahiro padanya. Apakah ini cinta? Kazumi tak tahu, hanya saja ia berharap, suatu saat akan tumbuh perasaan berdebar-debar hebat pada Takahiro seperti saat ia bertemu dengan sosok dalam mimpinya.

”Iya ibu, aku menyanyangi Takahiro,”

”Kazumi, ku harap kau benar-benar mengerti apa yang kau ucapkan,”

Ibunya memandang prihatin ke arah Kazumi, berharap semoga putrinya tidak salah mengambil sikap.

”Ah, ibu, kira-kira kapan ya keluarga tuan Karato Hijiri tiba?”

Ibu Kazumi menghela nafas panjang, ia tahu, Kazumi sengaja mengalihkan pembicaraan. Hati keibuannya merasa, anak gadisnya ini sedang tidak ingin membahas lebih lanjut pembicaraan mereka sebelumnya.

”Mana ibu tahu Kazumi, kau kan yang bertemu dan berbicara dengan tuan Karato Hijiri. Memangnya kenapa, sepertinya kau benar-benar tak sabar ingin bertemu keluarga mereka, atau jangan-jangan... Kazumi, kau tidak sedang main api, kan?”

Ibunya kini memandangnya penuh selidik padanya.

”Ibu, bagaimana bisa ibu menuduh aku berbuat yang aneh-aneh. Hanya saja... Sepertinya aku pernah bertemu tuan Karato Hijiri ini ibu, namun entah dimana, aku tak tahu,”

Ibu Okada tertegun mendengar penuturan Kazumi, perasaannya berdesir galau.

”Apakah mungkin dia seseorang dari masa lalumu, Kazumi?”

Kazumi balik menatap ibunya yang memandangnya penuh rasa prihatin dan ingin tahu.

”Entahlah ibu, Kazumi tidak tahu, mungkin saja tuan Karato Hijiri merupakan seseorang dari masa lalu Kazumi, tapi bisa juga bukan siapa-siapa. Bisa saja Kazumi hanya bertemu sekilas dengannya di suatu tempat,”

Kazumi melayangkan pandangannya melewati bingkai jendela yang terbuka lebar, mengantarkan pemandangan indah hamparan padi yang menghijau laksana permadani yang dibentangkan oleh tangan raksasa untuk menghiasi bumi.

”Kazumi, siapapun tuan Karato Hijiri, seandainya dia bisa membantumu untuk mengingat siapa sejatinya dirimu, kami akan menerimanya dengan baik. Kalaupun nantinya kau bisa kembali mengingat segala sesuatu tentang dirimu sebelum kau menjadi bagian keluarga kami, kami akan tetap menganggapmu sebagai putri kami,”

”Ibu...,”

”Iya Kazumi, apapun yang terjadi nanti, bagi kami, kau tetap akan menjadi putri kami,”

Senyum penuh kasih itu begitu meneduhkan jiwa dan perasaan Kazumi. Perlahan mampu menghalau sedikit demi sedikit kegundahan hatinya akan ingatannya yang belum kembali juga hingga kini. Dan di pangkuan ibu Okada, Kazumi berusaha melupakan kegalauan hatinya, meresapi kelembutan belaian seorang ibu di kepalanya.

= # =

Suara musik melantunkan alunan piano klasik bergema di dalam mobil besar yang dikendarai Masumi.

”Ayah, lihat sini sebentar,”

Dan ketika Masumi menoleh ke arah Sayuri, segera terdengar tombol kamera digital yang ditekan jari mungil Sayuri. Masumi tersenyum simpul melihat betapa sedari tadi Sayuri asyik menjepretkan kamera digital pada segala macam obyek yang mereka temui di sepanjang perjalanan. Bahkan, tak jarang Sayuri memaksanya untuk berhenti sejenak hanya sekedar untuk memotret bunga dandelion yang tampak di pinggir jalan. Dan kali ini, Masumi menjadi obyeknya.

Beberapa kali Masumi merasakan lensa kamera mengarah ke arahnya. Entah sudah berapa banyak foto yang diambil Sayuri. Dan kini matanya yang besar asyik terpaku pada hasil jepretannya melalui layar digital kameranya.

”Kalau diperhatikan begini, ternyata ayah ganteng juga ya,”

Masumi mengerenyitkan dahinya, membuat kacamata sun proof Police-nya sedikit bergeser dari pangkal hidungnya yang bergaris aristokrat.

”Memangnya, menurutmu selama ini ayah tidak ganteng?”

Mata Sayuri beralih memandangi Masumi yang kini kembali memfokuskan pandangannya ke jalan.

”Ehmmmm, ganteng sih, hanya saja...”

”Hanya saja kenapa, Sayuri?”

”Ayah terkadang sering terlihat murung,”

”Oh ya?”

Sayuri menganggukkan kepalanya, membuat Masumi tersenyum geli dengan keseriusannya. Masumi benar-benar kagum dengan pola pikir Sayuri.

”Makanya kamu jangan suka bandel dong, jadinya ayah suka murung mikirin kamu,”

Sayuri kembali memandang Masumi, namun kali ini dengan pandangan penuh tanya dan sedikit protes atas jawaban ayahnya.

”Memangnya benar, ayah murung karena kebandelan Sayuri?”

”Iya,”

”Bukan karena ayah merindukan ibu?”

Deg!

Masumi seketika terdiam dan tanpa bisa dicegah raut wajahnya pun ikut berubah menjadi dingin. Namun dengan cepat Masumi berusaha menetralisir perasaan tidak nyaman yang menghinggapi hatinya. Dia tidak ingin, Sayuri sampai menangkap perubahan sikapnya, karena bagaimanapun Sayuri hanyalah seorang kanak-kanak yang belum mampu mencerna betapa rumitnya permasalahan orang dewasa.

”Ayah! Itu mobil paman Hijiri, bukan?”

Kali ini Sayuri sudah duduk menghadap ke belakang dan menunjuk pada sebuah mobil yang tengah berada tepat di belakang mobil Masumi. Kaca gelap yang melingkupi seluruh mobil membuat Masumi kurang bisa jelas menangkap sosok yang ada dibelakang kemudi Hilux hitam itu. Namun ia tahu, Hijiri-lah yang mengendarai mobil itu.

”Sepertinya itu memang paman Hijiri-mu itu, Sayuri. Sekarang, tolong kau duduk dengan benar dan pasang kembali seat belt-mu. Kau tidak mau harus kembali memakai child seat, kan?”

Mata Sayuri memandang ngeri pada Masumi yang tersenyum geli melihat reaksi Sayuri. Begitu ia sudah memastikan Sayuri mengenakan sabuk pengaman dengan benar dan tepat, Masumi kemudian menekan keypad sambungan cepat pada ponselnya.

”Hijiri, kira-kira berapa lama lagi kita sampai di kota terdekat?”

Masumi berbicara pada Hijiri melalui perangkat handsfree yang terpasang di telinganya. Dan kemudian ia terdiam, menyimak segala informasi yang disampaikan oleh tangan kanan kepercayaannya itu.

”Baiklah kalau begitu Hijiri, begitu kita sampai di kota tersebut, kita beristirahat. Besok pagi, kau bergabung saja dengan mobil kami, jadi kita berangkat hanya dengan satu mobil,”

Kembali Masumi terdiam, menyimak baik-baik tanggapan lawan bicaranya.

”Ok, kita bertemu di penginapan,”

Masumi kemudian menutup sambungan teleponnya dan kembali berkonsentrasi penuh pada jalanan.

”Ayah, paman Hijiri jadi ikut kita ’kan?”

”Iya Sayang, nanti paman Hijiri akan ikut bersama dalam mobil kita, tapi sebelumnya kita akan menginap di sebuah kota untuk beristirahat, baru kemudian melanjutkan perjalanan besok paginya,”

”Jadi, masih lama nih yah, untuk sampai Desa Momiji?”

”Kalau menurut GPS dan berdasar apa yang dikatakan paman Hijiri, kemungkinan besar baru besok sore kita sampai di Desa Momiji. Memangnya kenapa Sayuri? Tidak apa-apa kan kalau kita baru sampai besok? Lagipula liburmu kan masih panjang,”

”Iya sih... Tapi Sayuri capek ayah, dari tadi duduk terus. Pantat Sayuri panas nih,”

Masumi tergelak mendengar keluhan Sayuri ditingkahi mimik wajahnya yang begitu memelas. Terlihat sangat lucu dan menggemaskan.

”Kalau kau capek, tidur saja di bangku tengah. Lagipula masih lama lagi sampai kita tiba di kota terdekat,”

”Iya deh, Sayuri pindah ke tengah ya ayah,”

Tanpa menunggu persetujuan ayahnya, Sayuri kemudian melepas sabuk pengamannya, melompati pembatas jok dan segera berbaring di sepanjang jok tengah. Sementara Masumi kembali berkonsentrasi pada jalanan sambil sesekali mengamati lewat kaca spion Hilux Hijiri yang masih setia mengikuti di belakangnya.

”Ayah...,”

”Hmmmm, kenapa belum tidur, Sayang?”

”Kalau misalnya Sayuri bisa menemukan pemeran utama Bidadari Merah, apakah boleh Sayuri menonton pertunjukannya setiap hari?”

Masumi begitu terkejut dengan pernyataan dan pertanyaan Sayuri. Hampir saja dia menginjak rem keras-keras untuk sebuah alasan yang tak penting hanya karena keterkejutannya. Otaknya berputar cepat, berusaha menelaah, bagaimana bisa Sayuri melontarkan pernyataan bahwa ia akan menemukan pemeran utama Bidadari Merah. Padahal, selama ini, Masumi tidak pernah mengenalkan Sayuri pada hal-hal yang bersangkut paut dengan Bidadari Merah. Dan kecurigaannya mengarah pada Eisuke. Semenjak insiden masuknya Sayuri dalam kamar rahasia Eisuke, dari hari ke hari Masumi seakan diajak untuk mengintip kotak pandora tentang Bidadari Merah.

”Memangnya, bagaimana caranya kau akan menemukan pemeran utama Bidadari Merah itu, Sayuri?”

Tiada jawaban dari mulut Sayuri.

”Sayuri?”

Dengan penuh rasa penasaran, Masumi menoleh ke arah Sayuri sambil berusaha menepikan kendaraan. Dan benar saja, ternyata Sayuri telah tertidur pulas. Dengan menelungkup, wajah cantiknya mengarah ke arah Masumi. Mata kanak-kanaknya yang besar tertutup rapat berhiaskan bulu mata lentik yang hitam legam. Sayuri tampak begitu damai dan tenang dalam tidurnya, hingga Masumi tak tega untuk mengusik tidurnya.

”Hijiri, kita berhenti sebentar, ada yang ingin aku bicarakan,”

= # =

Hijiri mengikuti arah laju kendaraan Masumi yang kini berhenti di sebuah tikungan yang menyisakan ruang lebar di sisi jalannya. Sementara pemandangan yang terhampar di bawah jalanan nampak begitu indah ditimpa cahaya matahari sore. Entah, apa yang akan dibicarakan Masumi dengannya hingga memintanya menghentikan kendaraan padahal masih jauh jarak yang harus mereka tempuh untuk sampai di tujuan. Instingnya mengatakan, jangan-jangan Sayuri mengatakan sesuatu yang membuat Masumi mencurigai kepergian mereka ke Desa Momiji.

Hijiri menghampiri Masumi yang kini merokok sambil menyandarkan diri pada besi pembatas jalan.

”Pak,”

Masumi mengangguk pada salam Hijiri, sejenak matanya menelaah ke arah Hijiri, berusaha membaca bahasa tubuh orang kepercayaannya ini.

”Rokok?”

”Tidak pak, terima kasih,”

Masumi kembali terdiam, sementara Hijiri berdiri dengan sikap diam, membuat Masumi kesulitan membaca pikiran Hijiri.

”Apakah, ada sesuatu yang aku tidak tahu, Hijiri?”

Hijiri memandang ke arah Masumi yang kini tengah menghadap ke arah jurang di balik besi pembatas jalan. Matanya nampak menerawang jauh, sekelumit kesepian dan sedih tampak tersirat jelas.

”Ma’af pak, apa maksud bapak?”

”Hijiri, kita kurang lebih seumuran, bahkan kita pun hampir bisa dikatakan tumbuh besar bersama. Sedikit banyak tentang diriku juga tentang dirimu, kita telah sama-sama tahu. Kau tahu apa yang aku maksud, Hijiri... Pasti kamu tahu,”

Hijiri kini diam tak berkutik dan tak mampu berkata-kata. Kali ini dia benar-benar tengah dalam dilema. Sebenarnya gampang saja jika ia ingin mengungkapkan segala sesuatu  yang ia tahu mengenai tujuan mereka sebenarnya saat ini, tapi semua kepalang tanggung. Ia sudah kepalang janji pada Eisuke hanya untuk menyertai Masumi dan Sayuri, serta membiarkan segalanya berjalan sebagaimana mestinya sampai Masumi sendiri yang bertemu dengan Kazumi Okada.

”Hijiri...?”

”Yang saya tahu, saya hanya diminta untuk menyertai bapak dan juga nona kecil, menjaga berbagai macam kemungkinan buruk yang bisa terjadi, terlebih lagi setelah kejadian yang menimpa nona Sayuri di Ginza,”

Masumi terdiam kini, apa yang disampaikan Hijiri ada benarnya juga. Dan mungkin memang hanya itu yang diketahui Hijiri. Masumi kembali menatap ke arah Hijiri yang kini balas menatap lurus-lurus ke arahnya. Akhirnya Masumi menyerah, dia rasa mungkin memang itulah maksud Hijiri. Sambil mematikan rokok, dia pun beranjak menuju mobilnya.

”Baiklah Hijiri, kita lanjutkan lagi perjalanan, sepertinya kita harus memacu laju kendaraan, kasihan Sayuri sudah kecapekan,”

”Baik pak,”

Diam-diam, Hijiri menghela nafas lega dan kemudian memutar tubuhnya, mengikuti jejak Masumi masuk ke dalam mobilnya sendiri. Tak berapa lama, kedua mobil besar itu meraungkan mesinnya, memacu kecepatan tinggi, beriringan menuju tempat tujuan mereka, Desa Momiji.


> to be continued

14 komentar:

  1. hadowwwwwwww kapan segera update

    jaze

    BalasHapus
  2. Deg-degan...kira2 akan seperti apa pertemuan antara Masami sama Kazumi Okada aka Maya Kitajima. Bener2 top sis ceritanya

    BalasHapus
  3. pertemuan yg ga bisa saya bayangkan....masumi, kazumi, sayuri dll.....apa yg akan terjadi nanti...oh feather pen...sungguh pandai dirimu meolah kata"....jadi begitu banyak peristiwa sblm ketemuan...dah ga sabarrrrr.......apa tar masumi malah jadi penonton di pernikahan kazumi...lanjutkan updatenya....

    indah~~~

    BalasHapus
  4. alhamdulillah yah (syahrini banget)
    udah update lagi..
    makasi ya mba :)
    lop yu

    BalasHapus
  5. klo diliat rutenya, masih ada persinggahan 1 x sebelum sampe di desa itu ya, kayaknya sayuri anaknya shiori, soalnya rambutnya mirip shiori, klo kelakuannya mirip maya, ya krn maya itu yg kelakuannya mirip anak kecil, jdnya ya seperti sayuri, barangkali begitu, xixixi

    BalasHapus
  6. heuuuuuuuuu blm nyampe jg....

    BalasHapus
  7. Sayuri-chan is back..!! Mmuuaacchhh...!! Apa "ibu" yg dimaksud sayuri itu Shiori ya? Tapi apa dia "ibu" sayuri yg sebenarnya? *masih ngarep bukan shiori. gak rela!* Still question mark :( jawabannya gua rasa baru bisa ditemukan stlh mrk sampai momiji deh...Yg udh rada yakin sih 1, masumi nikahin shiori someday...somehow...in the past ... hiks..

    BalasHapus
  8. ouuhh.. Sayuriiiii!!!
    hampir aja bocor embernyaaa XDDD

    BalasHapus
  9. ga rela kalo mama sayuri si Shiori
    wakakakaka

    BalasHapus
  10. waaaah, ga sabar nunggu Masumi n Sayuri sampe di desa Momiji.
    gmn y reaksi Masumi saat liat Kazumi utk pertama kalinya.
    Sistaaa, jgn lama2 y apdetnyaaah hehe

    BalasHapus
  11. seruuuu bangettt, pastina masumi akn terkejut waktu ngeliyat Maya, gimana ya akhir kisah ini, tambah penasaran euyyy...
    lanjut lagi ya sissss....

    wienna

    BalasHapus
  12. Sayuri tuh anaknya Maya..tapi dirawat ma Shiori...duh ngarep deh biar gitu ceritanya. Top habis fanfic-nya. can not wait to read it more...

    BalasHapus
  13. Wah makin seru aja...

    Lebih cepat lebih baik ! updatean-nya maksudnya...

    Wid Dya

    BalasHapus

Please, just leave your comment here -Thank you-