Selasa, 13 September 2011

The Adventure of Sayuri Hayami #11

a lonely dandelion


Masumi menatap lekat ke arah gadis yang berada tak lebih lima meter berdiri di hadapannya. Gadis mungil itu benar-benar Maya. Masih Maya-nya yang dulu, hanya saja kini terlihat lebih matang dan dewasa dengan pandangan mata yang berbinar penuh kerinduan seperti miliknya. Ya, Maya telah menjadi seorang wanita.

“Mungil….”

Suaranya begitu dalam menyiratkan kerinduan hatinya yang begitu kental mengigit.

‘Benar... Ini Maya… Ini Mungil-ku… Gadisku yang di atas Astoria waktu itu…’

Mata itu masih mata Maya. Tubuh mungil itu juga tubuh Maya. Rambutnya. Bibirnya. Kulitnya. Semuanya. Ini Maya Kitajima. Maya-nya.

Dan segera saja, atmosfer di antara mereka begitu berbeda. Semuanya terasa mengabur dan pendar-pendar kenangan berkelebat cepat dalam ingatan Masumi.

”Maya, aku rindu...”

Masumi mendesahkan nama Maya dan berjalan perlahan ke arahnya. Sementara Maya diam terpaku. Tatapan matanya terkunci intens pada pandangan mata Masumi.

”Pak Masumi...,”

”Iya Maya, ini aku, dan aku rindu... Kemana saja kau selama ini? Kenapa kau menghilang begitu saja dari hidupku? Kenapa kau hukum aku dengan begini kejam?”

”Aku juga rindu padamu, pak Masumi... Rindu sekali...”

Dan kali ini jarak di antara mereka semakin menipis. Dengan tetap saling berpandangan, mereka berjalan mendekati satu sama lain.

”Maya...”

”Pak Masumi...”

Dengan penuh perasaan rindu, saling mendesahkan nama masing-masing. Dan saat mereka berhadapan, Maya mendongak ke arah Masumi sementara Masumi menunduk ke arah Maya. Tatapan mata keduanya saling mengunci, bercakap dalam diam, menyampaikan betapa berat beban rindu yang mereka rasakan selama ini.

”Maya...!”

Masumi mendekap erat Maya yang segera saja menyambut pelukan eratnya, menumpahkan segala perasaan yang terpendam selama ini.

”Aku rindu, Maya... Aku rindu....”

”Iya pak Masumi, aku juga... Aku juga rindu...”

Dan untuk pertama kalinya semenjak Masumi mengenal Maya, dia memberanikan diri mengecup bibir gadis mungil itu. Ciuman lembut sarat cinta dan penuh perasaan rindu. Bukan hanya sekedar mengecup pipinya, namun mencium bibir Maya yang bergetar kala menyampaikan perasaan ridunya. Ya, untuk pertama kalinya Masumi memberanikan diri mencium Maya saat gadis itu benar-benar sadar akan kehadirannya. Dan Masumi tidak kecewa sama sekali, karena Maya menyambut ciumannya dengan perasaan rindu yang tak kalah meluapnya.

Dan ketika ciuman mereka berakhir, keduanya telah berurai airmata. Tersenyum lembut satu sama lain dan secara bersamaan saling menyeka airmata bahagia yang mengalir di pipi masing-masing. Bersuka cita telah menemukan kembali sang kekasih yang telah lama hilang.

”Maya... Aku tak percaya ini kau... Aku tidak bermimpi kan?”

Maya menggelengkan kepalanya, membuat rambut hitam legamnya bergoyang lembut mengikuti gerakan kepalanya.

”Tidak pak Masumi, Anda tidak bermimpi... Justru aku yang takut kalau ini hanya mimpi...”

Kali ini Masumi yang menggerakkan kepalanya. Menandaskan pada Maya, kekasihnya, bahwa ini semua bukan mimpi.

“Tidak Maya, kau pun tidak bermimpi... Ini nyata, senyata dirimu yang kini ada dalam pelukanku....”

Dan kembali mereka berdekapan erat, menumpahkan segala perasaan yang menghimpit dada.

= # =

Dering ponsel membangunkan kesadaran Eisuke yang tengah mempelajari beberapa dokumen di ruang kerjanya. Saat dilihat oleh mata tuanya yang masih awas, layar ponsel itu menampilkan nomor Hijiri.

“Ya, Hijiri?”

Sejenak Eisuke terdiam, menyimak segala hal yang disampaikan Hijiri.

“Jadi, berapa lama lagi kalian sampai ke Desa Momiji?”

Kembali Eisuke menyimak lawan bicaranya. Tak berapa lama, senyum puas mengembang di wajah tuanya, memberikan sedikit rona merah pada pipinya yang sedikit memucat.

“Seperti biasa, kerja yang sangat bagus, Hijiri. Ingat saja, kau harus selalu berkoordinasi dengan beberapa pihak yang nantinya kita perlukan untuk mengembalikan posisi pemeran utama Bidadari Merah. Dan, bila mungkin, mengembalikan posisi Maya Kitajima di samping Masumi. Terus hubungi aku mengenai perkembangannya dan jaga baik-baik, jangan sampai Masumi tahu sebelum ia bertemu sendiri dengan si Kazumi Okada ini,”

“Oh ya, Hijiri, bagaimana Sayuri? Aku rindu cucu kecilku itu,”

Eisuke tersenyum senang mendengar penuturan Hijiri dari sambungan ponsel di seberang.

”Begitu ya? Anak itu, benar-benar luar biasa,”

Terdengar kekeh perlahan Eisuke kala mendengar penuturan Hijiri mengenai tingkah polah Sayuri selama dalam perjalanan.  Membuatnya semakin merasa kesepian mengingat masih akan lama lagi sampai dia bisa bertemu dengan cucu kesayangannya itu.

”Baiklah kalau begitu, Hijiri, kau tahu apa yang harus kau lakukan selanjutnya. Kuserahkan semua di tanganmu, khususnya anak bodoh satu itu,”

Eisuke pun menutup sambungan teleponnya setelah membalas salam Hijiri. Otak tuanya yang sarat pengalaman kembali berputar keras. Setidaknya dia harus mulai mempersiapkan diri baik-baik, karena cepat atau lambat, Masumi pasti akan meledak sekeras-kerasnya, memuntahkan segala kekesalannya atas segala rencana Eisuke di balik punggungnya.

’Chigusa... Tolong, ijinkan kami menikmati sedikit kebahagiaan... Ijinkan pementasan Bidadari Merah tergelar kembali...’

= # =

”Masumi?”

”Ayah?”

Suara Sayuri dan Takahiro menyadarkan Masumi yang terpaku diam tak bergeming. Namun pandangan matanya masih saja menatap tajam ke arah Kazumi Okada. Dan ekspresi wajahnya, benar-benar terlihat aneh, seperti ekspresi orang yang melihat hantu di siang bolong.

”Ayah? Kenapa sih jadi bengong?”

Kembali suara Sayuri terdengar bagai sebuah gaung di kejauhan, pelan-pelan menyeret kembali kesadaran Masumi menuju kenyataan. Dan di sinilah dia, berdiri mematung di hadapan Takahiro yang dengan santainya melingkarkan tangan di atas pundak tunangannya, Kazumi Okada. Ada perasaan nyeri menyerang hati Masumi saat melihat pemandangan itu.

’Itu tadi apa?’

Batin Masumi menjerit resah pada sekelebat bayangan yang sempat mampir di alam pikirannya.

”Masumi, kau baik-baik saja? Kau pucat sekali,”

Kali ini  Takahiro menyentuh pundak Masumi dan memandang wajahnya dengan penuh tanda tanya.

Bagaikan orang linglung, Masumi menatap ke arah Takahiro dan gadis mungil di sampingnya.

’Ini bukan Kazumi Okada, ini Maya Kitajima!’

Kembali batinnya menjerit menyangkal sekuat tenaga. Diam-diam, Hijiri mengamati segala perubahan sikap Masumi. Dia bisa membayangkan apa yang dirasakan Masumi, karena tepat seminggu yang lalu ia juga merasakan hal yang sama. Bahkan Hijiri meyakini, pasti saat ini guncangan yang dirasakan perasaan Masumi lebih dahsyat dibandingkan dengan apa yang dirasakannya waktu itu.

’Tuan Besar, Anda sungguh-sungguh tega,’

”Selamat siang nona Kazumi Okada, perkenalkan, saya Sayuri Hayami, salam kenal,”

Akhirnya Sayuri mengambil inisiatif, menyambut perkenalan Kazumi yang disampaikan Takahiro, demi melihat ayahnya hanya terdiam sementara paman Hijiri-nya pun bersikap sama. Dan segera saja perhatian teralih pada Sayuri yang kini menatap percaya diri dan penuh rasa ingin tahu pada Kazumi yang masih terheran-heran dengan sikap Masumi yang diam membisu.

”Oh, selamat siang juga gadis cantik. Ternyata benar ya yang dibilang Takahiro, kau ini benar-benar gadis kecil yang cerdas dan menyenangkan,”

Kazumi membalas salam Sayuri dan membungkuk di depan Sayuri, sehingga tingginya sama sejajar dengan wajah Sayuri yang tersenyum lebar. Saat menatap lembut wajah ayu Sayuri, Kazumi merasa seperti pernah mengalami hal ini, entah kapan, dan hal itu sempat membuat Kazumi tercenung sesaat. Sementara Masumi masih terus mengamati dengan pandangan setengah tak percaya pada Kazumi yang kini tengah mengobrol dengan Sayuri.

Diam-diam, Takahiro memperhatikan perubahan sikap Masumi. Dalam hati kecilnya meyakini, pasti ada sesuatu antara Masumi dan Kazumi, mengingat Kazumi adalah seseorang dengan cerita masa lalu yang hingga kini diri Kazumi sendiri pun belum mampu mengingatnya. Apalagi saat Takahiro mengalihkan pandangannya pada Hijiri, orang yang selama ini dikenal Takahiro sebagai paman Sayuri. Dugaan Takahiro semakin kuat, bahwa keluarga Hayami ini pasti punya hubungan erat dengan masa lalu Kazumi. Dan Takahiro bertekad mencari tahu kebenaran dugaannya itu.

”Masumi, apakah kau baik-baik saja?”

Kembali Takahiro menanyakan hal yang sama pada Masumi saat kembali melihat Masumi yang masih saja diam terpaku. Dan kini, kesadaran dan pengendalian diri telah kembali dalam genggaman tangan Masumi, walau tak bisa dipungkiri, perasaannya masih sangat terguncang dengan kenyataan yang dihadapinya kini.

Dengan menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba terasa kering, Masumi berjuang keras bersuara wajar untuk menjawab pertanyaan Takahiro.

”Iya Takahiro, aku baik-baik saja,”

”Benar, kau tidak apa-apa? Kau pucat sekali,”

Masumi menghela nafas panjang, berusaha memompa udara ke dalam paru-parunya yang tiba-tiba terasa sesak.

”Mungkin aku hanya kelelahan setelah berkendara selama beberapa waktu. Ah ya, ma’af, saya tadi telah bersikap kurang sopan pada Anda, nona Kazumi Okada. Perkenalkan, saya Masumi Hayami, ayah Sayuri,”

Dengan sekuat tenaga Masumi mencoba untuk bersikap wajar dengan menahan diri untuk tidak serta merta menghambur ke arah Kazumi yang kini tengah tersenyum penuh pengertian ke arahnya.

’Itu senyum Maya! Persis sama seperti saat terakhir aku melihatnya,’

”Tidak apa-apa, Tuan Hayami, pastinya Anda kelelahan sekali. Bagi orang yang belum terbiasa, perjalanan ke desa kami memang terkadang sangat menguras tenaga dan menuntut konsentrasi lebih karena jalan yang berkelok-kelok. Namun, semoga rasa lelah Anda akan segera terobati saat Anda menikmati keindahan desa kami,”

’Suara ini! Itu suara Maya!’

Masumi hanya mampu tersenyum gamang menanggapi pernyataan Kazumi.

“Mungkin ada baiknya jika kita bergegas ke rumahmu, Kazumi. Sepertinya tamu-tamu kita ini sudah sangat kelelahan, bagaimana Masumi? Tuan Hijiri? Sayuri-chan?”

“Ya, mungkin lebih baik begitu,”

Akhirnya Hijiri angkat bicara, mengantisipasi sikap Masumi yang sepertinya masih berada di antara batas nyata dan angan-angan.

“Memangnya masih jauh lagi ya paman, untuk sampai di rumah nona Okada?”

Takahiro menatap ke arah Sayuri dan tersenyum demi melihat gadis kecil itu sepertinya sudah sangat tak sabar untuk segera sampai di Desa Momiji.

“Lumayan. Kalau berjalan kaki, akan menempuh waktu sekitar 20 menit, tapi, kita bisa melalui jalan pintas melewati pinggiran sungai yang berair jernih jadi bisa sampai lebih cepat,”

“Benarkah? Pasti asyik sekali! Aku mau dong paman. Kita jalan kaki saja. Aku kan belum pernah berjalan-jalan di sepanjang aliran sungai,”

Kembali Takahiro tersenyum menanggapi antusiasme Sayuri yang meluap-luap ingin mencoba hal-hal baru. Dan kali ini, Kazumi yang menjawab keinginan Sayuri itu.

“Tapi, sepertinya ayahmu sudah sangat lelah dan agak kurang sehat, Sayuri-chan. Jadi, lebih baik kita menggunakan kendaraan saja,”

“Yaaaahhhhh, Sayuri bosan naik mobil terus...”

Wajah cemberut Sayuri tampak berpikir keras. Benar saja, tak berapa lama sinar matanya berkilau cemerlang, menandakan ia telah menemukan sebuah ide.

“Atau begini saja, ayah, paman Hijiri dan Paman Takahiro naik mobil. Sayuri dan nona Okada jalan kaki, kita berlomba, siapa yang lebih dahulu sampai rumah nona Okada, bagaimana?”

Semua orang dewasa tampak mempertimbangkan usulan Sayuri, tak terkecuali Masumi yang kini sudah mulai menemukan rangkaian kejadian yang dialaminya sampai dia berada di Desa Momiji dan bertemu dengan sosok Kazumi Okada yang baginya tak lain dan tak bukan adalah Maya Kitajima.

“Boleh ya, ayah...?”

Kali ini Sayuri memandang penuh harap pada Masumi, yang masih saja menatap lekat pada Kazumi yang terlihat begitu alami saat menggandeng tangan Sayuri, seakan-akan memang begitulah seharusnya.

‘Seharusnya, sejak dulu kau menggandeng tangan mungil Sayuri, Mungil, tepat seperti itu,’

“Ayah...?”

Sayuri masih bertanya penuh harap pada Masumi yang tak jua menentukan jawaban atas permintaan Sayuri.

Masumi mengalihkan pandangannya pada Hijiri dan dari bahasa tubuh orang kepercayaannya itu, naluri Masumi menangkap, ada banyak hal yang harus dipertanyakannya pada Hijiri. Dan ia tahu, sekaranglah saat yang tepat untuk menemukan jawaban atas semua pertanyaannya.

“Baiklah Sayuri, kau boleh berjalan kaki bersama nona Okada juga Takahiro, biar aku dan Hijiri yang membawa kendaraan hingga sampai di kediaman keluarga Okada,”

“Tidak perlu aku temani, Masumi? Kami sengaja menunggu kalian disini, kalau-kalau kalian tersesat nantinya,”

”Terima kasih Takahiro, tapi aku rasa tidak perlu, cukup kau berikan padaku arahan menuju rumah keluarga Okada. Aku dan Hijiri, adikku ini, yakin bisa menemukannya, apalagi Hijiri sudah pernah kemari sebelumnya. Bukan begitu Hijiri?”

Tatapan tajam Masumi begitu menusuk, membuat Hijiri sedikit salah tingkah menerima pandangan Masumi. Dan Hijiri pun hanya mampu mengangguk sambil memaksakan sebuah senyum ragu-ragu. Dia sadar, cepat atau lambat, mau tidak mau, dia harus menghadapi situasi ini.

Takahiro pun tersenyum maklum pada keputusan yang di ambil Masumi. Ia tahu, saat ini pasti ada sesuatu yang tengah berlangsung diantara anggota keluarga Hayami berkenaan dengan kehadiran Kazumi. Dan Takahiro adalah pemuda yang terlatih jiwa dan mentalnya secara baik, untuk bersabar menghadapi berbagai hal. Termasuk kerumitan yang mungkin akan dihadapi berkenaan dengan kenalan barunya ini.

”Baiklah Masumi, terserah padamu saja, yang penting pastikan kau dan keluargamu bisa merasa nyaman selama berada di desa kami. Mari, aku tunjukan arahan menuju rumah Kazumi,”

Dan segera, Takahiro, Masumi serta Hijiri, asyik berbincang, menekuri peta petunjuk yang digambar Takahiro di atas selembar kertas sketsa yang dimintanya dari Sayuri.

”Nah, mudah kan Masumi, tuan Hijiri? Kalau seandainya kalian kebingungan nanti, tak usah ragu bertanya pada siapapun yang kalian jumpai. Dijamin, kalian pasti akan sampai tujuan dengan selamat,”

Masumi mengangguk pelan pada Takahiro yang tersenyum begitu tulus padanya. Namun tak urung, terselip perasaan kesal dan cemburu di hati Masumi saat dengan wajarnya Takahiro merangkul pundak Kazumi. Dan itu tak luput dari pandang Takahiro, namun ia hanya menghela nafas tak kentara. Ia semakin yakin, ada sesuatu di masa lalu antara tunangannya dan keluarga Hayami, khususnya Masumi.

Secara tak kentara, Masumi menghela nafas, berusaha mengusir rasa getir yang menyelinap tanpa ampun ke dalam hatinya.

”Baiklah Takahiro, terima kasih banyak. Nona Okada, saya titip Sayuri ya,”

”Tenang saja Masumi, Sayuri-chan aman bersama kami. Benar kan, Kazumi?”

Dan perasaan getir itu semakin pahit dirasa Masumi tatkala melihat senyum lembut Kazumi terlontar pada Takahiro, mengiyakan ucapan tunangannya itu.

”Sayuri, baik-baik ya... Jangan nakal dan menurutlah pada paman Takahiro dan nona Okada,”

”Baik ayah,”

Entah mengapa, saat menatap ke arah ayahnya, Sayuri merasakan kesedihan yang dalam, membuat hati kanak-kanak Sayuri tercekat.

”Sayuri-chan ayo, katanya mau berlomba dengan ayah dan paman-mu. Kau ingin menang tidak?”

Suara Takahiro memecahkan gelembung perasaan melankolis yang merayapi hati kanak-kanak Sayuri. Segera saja senyum optimis penuh jiwa kompetisi menghiasi wajah Sayuri yang cantik, menularkan aura positif bagi orang-orang dewasa disekitarnya.

”Ayo paman Maeda, nona Okada! Ayah, paman Hijiri, sampai bertemu!”

Sayuri menarik tangan Kazumi yang segera tertular semangat gadis kecil itu. Sementara Takahiro berhenti sejenak untuk memastikan Masumi dan Hijiri sudah tidak memerlukan informasi darinya lagi dan melambaikan tangan pada mereka saat kendaraan mereka mulai melaju semakin jauh menyusuri jalan masuk Desa Momiji.

= # =

Sayuri asyik tertawa-tawa bersama Takahiro dan Kazumi yang terus saja meladeni pertanyaan Sayuri yang seakan tak pernah ada habisnya mengenai apapun yang dijumpainya di sepanjang jalan setapak yang mereka lalui. Banyak hal yang disampaikan Takahiro dan Kazumi pada Sayuri, dan gadis kecil berotak cerdas  itu menyerap dengan cepat pengetahuan yang disampaikan Takahiro dan Kazumi tentang kehidupan alam di sekitarnya.

”Paman, kalau ini, bisa dimakan tidak?”

passiflora foetida - rambusa

Kali ini Sayuri menunjuk pada serumpun tanaman merambat yang tampak sedang berbuah lebat dan ranum, dengan beberapa bunga berbentuk lonceng putih keunguan menyembul di sela-sela rumpun daunnya. Matanya yang bulat menatap penuh rasa ingin tahu pada Takahiro yang segera saja tersenyum melihat apa yang ditemukan Sayuri.

”Tanaman ini namanya rambusa atau ermot. Buah yang sudah masak seperti ini bisa dimakan, rasanya asam-asam manis dan segar, tapi jangan sekali-kali mencoba yang masih muda karena beracun. Kau mau coba, Sayuri-chan?”

Takahiro mengulurkan sebutir buah berwarna kuning jingga pada Sayuri yang kemudian tanpa pikir panjang segera memasukkan buah itu ke dalam mulutnya.

”Enaaaaakkkkkkkkkk!!!! Lagi dong paman,”

Takahiro tersenyum melihat reaksi Sayuri, ia sudah menduga, gadis kecil itu pasti mau lagi karena rasa buah rambusa memang sangat disukai anak.

“Jangan banyak-banyak, Sayuri-chan, nanti ularnya tidak kebagian,”

“Hah!! Ular?!? Memangnya buah rambusa ini makanan ular ya paman?”

Takahiro tersenyum geli pada Sayuri yang menatapnya dengan pandangan ngeri. Dilihatnya tampak Sayuri menelan ludah di sela-sela ekspresi keterkejutannya mendengar pernyataan Takahiro.

“Iya, buah rambusa ini merupakan makanan favorit ular,”

“Haaaaa…?”

Ekspresi ngeri di wajah Sayuri semakin tampak, membuat wajah ayunya tampak lucu.

“Takahiro, sudahlah, jangan kau goda Sayuri-chan seperti itu,”

Sayuri segera menyadari, kalau Takahiro hanya sedang menggodanya saat mendengar suara penuh peringatan dari Kazumi.

”Ih, paman Maeda jahil!”

Dan tawa riang lepas dari mereka bertiga tatkala Sayuri menimpuk Takahiro dengan buah rambusa yang masih muda. Sayuri pun kembali asyik memetik buah rambusa yang ranum dan menyimpannya di dalam kantong kecil di samping tas punggungnya. Sesekali buah-buah ranum itu masuk ke dalam mulut mungilnya.

Puas ”memanen” rambusa, mereka bertiga kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini langkah kaki mereka sampai di tepian sungai berair jernih dengan batu-batu kali yang besar.

”Waaaahhhhh....! Di sini bagus sekali, paman, nona Kazumi!”

courtessy of Agung Suyatna from www.bbc.co.uk

Sayuri terpana melihat keindahan sungai kecil yang di hadapannya. Gemericik aliran air yang jernih ditingkahi desauan angin yang meniup juntaian daun pinus jarum yang menyentuh permukaan sungai begitu memikat hati kanak-kanaknya. Ketika Sayuri melongok ke beningnya air dari sebuah batu datar di tepi sungai, tampak ikan berwarna-warni tengah berenang riang . Bahkan, Sayuri bisa melihat beberapa kepiting sungai yang bergerak cepat di sela bebatuan kerikil di dasar sungai.

”Wah! Ada kepiting juga!”

Dengan tak sabar, Sayuri mencopot tas serta alas kakinya dan dengan bertelanjang kaki ia masuk ke dalam sungai.

”Sayuri-chan, awas!”

Terlambat, peringatan Takahiro dan Kazumi sia-sia saja. Diiringi suara tercebur yang cukup keras, Sayuri basah sampai sebatas leher, rupanya gadis kecil itu tak mengira kalau bagian sungai yang ia masuki cukup dalam.

“Sayuri-chan? Kau tidak apa-apa?”

Kazumi menatap khawatir ke arah Sayuri yang sepertinya terkejut dengan dinginnya air sungai, bahkan Takahiro sudah bersiap-siap mengangkat Sayuri dari dalam air. Tapi, agaknya kekhawatiran mereka sama sekali tak beralasan, karena sejurus kemudian Sayuri tertawa terpingkal-pingkal hingga terbatuk-batuk.

”Asyik sekali, paman, nona Okada! Airnya benar-benar segar!”

Kazumi dan Takahiro sama-sama menghela nafas lega saat mengetahui Sayuri baik-baik saja bahkan tampak sangat menikmati kebasahannya.

Dan kali ini dengan lincahnya, Sayuri berenang kesana kemari di lubuk sungai. Sesekali ia menyelam membuatnya benar-benar basah kuyub. Dan saat muncul ke permukaan, tawa riangnya kembali memecah di antara gemericik suara aliran sungai.

”Hebat! Aku suka Desa Momiji!”

”Tapi kau harus segera naik dan ganti baju, Sayuri-chan, karena jika tidak, kau bisa masuk angin dan kau juga akan kalah dari ayah dan paman-mu untuk sampai terlebih dahulu di rumahku,”

”Aaaaaahhhh, lagi asyik nih nona Okada, sebentar lagi ya... Kumohon....,”

”Tapi, nanti ayah dan paman mu khawatir, Sayuri-chan,”

”Sebentaaaaaaaaaaarrrrr lagi, ya? Ya? Kumohon……,”

Sayuri menangkupkan kedua belah telapak tangannya yang basah, menatap ke arah Takahiro dan Kazumi dengan pandangan memelas penuh permohonan. Takahiro dan Kazumi berpandangan satu sama lain, mempertimbangkan permintaan Sayuri yang tampaknya masih ingin bermain-main di segarnya air sungai.

“Apa di dalam tasmu ada baju ganti, Sayuri-chan?”

“Ada paman, setiap bepergian, di dalam tas punggungku selalu tersedia satu stel baju ganti,”

Takahiro mengangkat alis dan tersenyum pada Sayuri yang masih memandang penuh permohonan pada mereka berdua.

“Baiklah, kau temani saja dulu Sayuri-chan di sini Kazumi, biar aku yang ke rumah mu untuk memberitahukan pada Masumi dan tuan Hijiri, kalau Sayuri-chan sedang bersamamu,”

“Asyiiiiiikkkkkkk!!! Terima kasih, paman Maeda! Terima kasih nona Okada!”

Kazumi hanya tersenyum dan mengangguk pada Takahiro, sementara Sayuri berteriak senang karena masih bisa bermain-main di kesegaran air sungai yang jernih.

”Takahiro, tidak apa-apa kah kau yang menyambut mereka? Kan seharusnya aku yang menyambut mereka, mereka kan menginap di tempatku,”

”Tidak apa-apa, Kazumi, toh sekarang kau juga sedang menyambut salah satu dari tamu mu,”

Kazumi pun membalas senyum Takahiro, apa yang dikatakan tunangannya itu ada benarnya juga.

Takahiro tersenyum sambil melemparkan pandang ke arah Sayuri yang kini tampak asyik berusaha menangkap capung bersayap merah yang sebentar-sebentar hinggap di tumbuhan putri malu yang tumbuh di pinggir sungai.

”Tolong ya Takahiro dan... Terima kasih,”

”Sudahlah Kazumi, toh sebentar lagi segalanya harus kita lakukan bersama bukan? Saat setelah kita menikah nanti, siapa tahu justru keluarga Hayami akan menginap di rumah kita, rumah kita sendiri. Sudah ya, aku pergi dulu, Sayuri-chan, paman pergi dulu ya menemui ayah dan paman mu. Sampai bertemu nanti,”

”Sampai bertemu lagi, paman Maeda!”

Takahiro pun melambaikan tangan kemudian berlalu meninggalkan Sayuri yang masih asyik berenang di sejuknya air dan Kazumi yang kini duduk di atas batu sambil sesekali tertawa riang menanggapi Sayuri.

= # =

”Adakah hal lain yang aku belum tahu, Hijiri?”

Masumi berbicara tandas sambil mencengkeram kemudi, dari bahasa tubuhnya Hijiri sangat tahu, Masumi sedang marah atau tepatnya murka.

”Ma’afkan saya, pak Masumi,”

”Mengapa kau minta ma’af, Hijiri? Apa yang harus aku ma’afkan?”

Kali ini pandangan Masumi terasa tajam menusuk Hijiri, membuat Hijiri salah tingkah dan merasakan desir dingin di tengkuknya.

”Apakah kau sudah lama mengetahui hal ini, Hijiri? Apakah ayahku yang ada dibalik semua ini?”

Masumi kembali mengalihkan pandangannya pada jalan sambil menghembuskan nafas. Sikap diam Hijiri sudah cukup sebagai jawaban bahwa apa yang diduga Masumi benar adanya. Dia hanya tak habis pikir, kenapa bisa-bisanya Hijiri mengikuti segala permainan ayahnya, bahkan sampai melibatkan Sayuri, anak semata wayangnya.

”Ku pikir kau ada di pihakku, Hijiri,”

Suara Masumi mengandung begitu dalam rasa kecewa, membuat Hijiri terdiam, kebingungan harus bersikap bagaimana. Sedang untuk menjelaskan panjang lebar pada Masumi di saat seperti ini, hanyalah akan seperti pembelaan diri yang menyedihkan. Akhirnya Hijiri memilih untuk berdiam diri, membiarkan Masumi berkutat dengan pemikirannya sendiri dan menunggu waktu sampai segalanya mereda.

= # =

”Di sini menyenangkan sekali ya, nona Okada,”

Sayuri bergumam pelan di sela-sela keasyikannya menikmati buah semangka segar hasil pemberian salah satu kenalan Kazumi yang kebetulan baru pulang dari ladang dan melintas di pinggiran sungai saat Sayuri tengah asyik berenang dan bermain air.

Kali ini Sayuri sudah berganti pakaian dan tengah duduk bersama Kazumi di atas salah satu batu datar yang terdapat di tepian sungai. Wajah kanak-kanaknya begitu segar dengan rambut basah terurai dan kulit yang segar setelah bermain air. Dengan senyum lembut, Kazumi mengawasi gadis cilik ini. Entah mengapa, ada perasaan begitu kuat pada Sayuri, perasaan sayang yang berbeda dengan perasaan sayang yang ia rasakan saat bersama anak-anak kecil yang lain.

Diamatinya dengan seksama gadis kecil yang kini berbaring di atas batu dengan berbantalkan tas punggungnya. Wajahnya yang cantik, bak pinang di belah dua dengan Masumi Hayami, ayahnya. Rambut hitam legamnya yang kini tampak basah berkilau oleh air sungai. Pipi gembil khas kanak-kanak yang merona oleh semangat ingin tahu yang begitu meluap-luap. Dan mata itu, begitu bersinar dan bercahaya namun tak urung jua menitiskan ketajaman sorot pandang yang dimiliki Masumi Hayami.

’Masumi Hayami!’

Hati Kazumi tersentak. Kali ini, ketika memandangi gadis kecil ini, Kazumi baru menyadari adanya sosok Masumi Hayami.

’Masumi Hayami?’

’Mungil!’

Seperti sebuah gaung dari sebuah dasar jurang yang sangat dalam, lamat-lamat terdengar dan memanggil-manggil kesadarannya. Kazumi terpaku diam. Hatinya tergetar hebat. Pikirannya berputar cepat, membuatnya merasa nyeri. Dan tanpa disadarinya, ia mengerenyit, membuat Sayuri yang kini tengah bicara padanya kebingungan.

”Nona Okada? Anda, tidak apa-apa?”

Kali ini dengan penuh rasa khawatir, Sayuri menyentuh lengan Kazumi, membuat Kazumi tersentak. Dan senyumnya segera mengembang di wajahnya, berusaha menutupi rasa nyeri di kepalanya demi melihat sorot penuh perasaan was-was dari mata bening Sayuri.

”Tidak Sayang, aku tidak apa-apa, mungkin karena cuaca musim panas, jadi aku agak sedikit pening,”

”Oh ya? Wah, kalau aku suka gatal-gatal saat musim panas tiba. Tiba-tiba, di punggungku muncul ruam-ruam yang rasanya gataaaaaaaaaalllll sekali. Dulu aku sampai menangis setiap kali kegatalan, tapi begitu dokter Sato memberikan bedak ajaibnya. Puff! Semua rasa gatalku menghilang. Dokter Sato itu memang benar-benar jempolan!”

Terang Sayuri panjang lebar dengan diakhiri gerakan tangan seperti tukang sulap yang sedang beraksi. Kazumi tersenyum geli melihat Sayuri yang penuh semangat bercerita tentang ruam-ruam musim panasnya. Hatinya menghangat oleh perasaan sayang yang sedemikian besar pada gadis kecil yang baru dikenalnya ini.

“Eh, nona Okada, memangnya nona Okada tidak kenal sama ayahku?”

Kazumi terkejut dengan pertanyaan Sayuri yang tiba-tiba berubah arah.

“Tidak, aku tidak mengenal ayahmu gadis cantik. Memangnya kenapa?”

“Benar, nona Okada bukan teman ayahku?”

Kali ini Sayuri menegaskan pertanyaannya dengan pandangan mata menyelidik ke arah Kazumi yang tampak kebingungan.

”Ehmmmm... Iya, aku yakin, aku bukan teman ayahmu, memangnya kenapa?”

”Begitu ya...”

Sayuri pun terpekur, berpikir keras dengan kekecewaan terpancar jelas di raut mukanya yang menunduk memandangi aliran sungai di sela-sela bebatuan.

”Memangnya kenapa, Sayuri-chan? Apakah ayahmu pernah memiliki teman yang seperti aku?”

”Kalau saudara kembar, nona Okada punya?”

Bukannya menjawab pertanyaan Kazumi, Sayuri justru kembali melontarkan pertanyaan pada Kazumi yang semakin membuat Kazumi kebingungan.

”Tidak, aku ridak punya saudara kembar,”

”Adik? Atau kakak yang mirip dengan nona?”

”Tidak Sayuri-chan, aku tidak punya saudara baik adik maupun kakak. Memangnya kenapa?”

Kazumi menatap keheranan pada Sayuri yang kini tampak berkutat mencari sesuatu dari dalam tas punggungnya.

”Kalau begitu, ini siapa dong?”

Dan Kazumi pun terbelalak tak percaya tatkala menyaksikan selembar foto yang berada di tangan Sayuri.

= # =

”Di ujung pertigaan ini, kita harus berbelok ke arah kiri, pak. Rumah pertama di ujung jalan, itulah rumah keluarga Okada,”

Hijiri memberi arahan sesuai peta sederhana yang diberikan Takahiro pada Masumi yang masih saja mengemudikan kendaraan dalam kondisi diam. Hijiri tahu, atasannya ini benar-benar marah dan suasana hatinya sedang sangat tidak bersahabat. Karena, semenjak mereka berlalu meninggalkan Sayuri pada pasangan Takahiro-Kazumi, percakapan terpanjang yang terjadi antara dirinya dan Masumi adalah percakapan yang bersifat setengah mengadili dari Masumi terhadap dirinya. Hijiri hanya bisa pasrah menghadapi sikap Masumi. Ia tahu ia salah, dan ia juga tak hendak membela diri.

Dan benar saja, begitu mereka berbelok di ujung jalan, mereka segera mendapati sebuah rumah tradisional berpekarangan luas dengan bentuk yang sangat memukau. Tampak di halaman rumahnya, Takahiro bersama pasangan orangtua tengah berdiri dan sepertinya menanti kedantangan mereka. Baik Masumi maupun Hijiri menduga, pasangan tersebut adalah pasangan Okada, orangtua Kazumi. Namun, yang membuat Masumi mengerut heran, dia tidak melihat kehadiran Kazumi dan Sayuri bersama-sama Takahiro dan pasangan Okada.

courtessy of shirakawa go

”Selamat datang, Masumi, tuan Hijiri, mudah bukan untuk menemukan kediaman Okada? Tidak bingung, kan?”

Sambutan ramah dari Takahiro begitu mereka mamarkir dan turun dari kendaraan, mau tidak mau memaksa Masumi untuk memecahkan kekakuan wajahnya akibat rasa kesal dan marah yang ia rasakan pada Hijiri. Apalagi saat melihat wajah pasangan setengah baya yang tersenyum ramah di samping Takahiro, membuat Masumi semakin berusaha keras untuk meredam perasaan tak nyaman yang berkecamuk dalam hatinya. Ia yakin, cepat atau lambat, ia akan mengetahui dengan baik, siapa sebenarnya keluarga Okada ini.

”Selamat datang, tuan Hayami, tuan Hijiri. Selamat datang di Desa Momiji dan selamat datang di rumah kami yang sederhana ini. Perkenalkan, saya Toru Okada dan ini istri saya, Hirumi Okada,”

”Selamat datang, tuan Hayami, tuan Hijiri,”

”Terima kasih banyak, tuan dan nyonya Okada, perkenalkan, saya Masumi Hayami dan ini adik saya, Karato Hijiri. Sebenarnya, saya juga membawa serta anak saya yang berusia enam tahun, namun sepertinya belum sampai di sini karena tadi ia ingin berjalan kaki bersama nona Kazumi Okada dan tuan Takahiro Maeda,”

Masumi membalas salam pasangan Okada dan sedikit menjelaskan dengan menyiratkan pertanyaan kepada Takahiro akan keberadaan Kazumi dan Sayuri.

”Ah iya, tuan Hayami, tadi Takahiro sempat menyampaikan pada kami, bahwa anak tuan masih bermain di sungai kecil bersama Kazumi, untuk itulah Anda belum bisa bertemu dengannya. Tapi Anda tak perlu khawatir, pasti tak lama lagi mereka pulang. Kami juga tak sabar ingin segera bertemu anak tuan, menurut Takahiro, ia gadis cantik yang sangat menyenangkan dan mudah untuk dicintai,”

Masumi tersenyum mendengar deskripsi tuan dan nyonya Okada mengenai Sayuri, putrinya. Sementara Hijiri mengekor sikap Masumi dengan hanya tersenyum singkat dan kembali terdiam, berusaha membaca suasana hati Masumi. Diam-diam, Takahiro mengamati kedua tamunya ini.

”Baiklah, pastinya Anda berdua sudah sangat lelah dan ingin segera beristirahat. Mari, kami antar ke paviliun yang akan kalian tempati,”

Dengan perasaan penuh rasa ingin tahu dan terima kasih yang besar, Masumi dan Hijiri mengikuti kedua pasangan Okada dan Takahiro menuju bangunan di samping bangunan utama. Dan saat mereka memasuki paviliun yang akan mereka tempati, perasaan kagum tak dapat ditutupi dari wajah Masumi dan Hijiri.

Sebagai orang-orang penting Daito, mereka terbiasa menikmati fasilitas mewah berkualitas satu dan serba ada di setiap kunjungan yang mereka lakukan di berbagai daerah. Namun kali ini benar-benar berbeda. Paviliun keluarga Okada memang bukan suite nomor satu dari sebuah hotel berbintang namun kenyamanan dan keindahan pemandangan alaminya tak kalah dengan yang ditawarkan oleh hotel-hotel berbintang dimanapun. Suasana bersahaja yang dipancarkan dari kediaman Okada justru memberikan kesan eksklusif tersendiri bagi Masumi dan Hijiri. Dipadu dengan keindahan alam pedesaan yang tersaji langsung saat mereka memandang baik ke arah jendela maupun pintu yang terbuka, membuat perasaan jatuh hati pada Desa Momiji tak bisa dibendung muncul di hati mereka.

”Terima kasih banyak tuan dan nyonya Okada, sejujurnya saya sampaikan, dari sekian banyak tempat yang pernah saya kunjungi, baru kali ini aya mendapatkan kesan yang begitu mendalam pada suatu tempat. Bukan begitu, Hijiri?”

Hijiri mengangguk mengiyakan, untuk sejenak Masumi dan dirinya mampu melupakan ketidaknyamanan di antara mereka berdua.

Diam-diam, pasangan Okada dan Takahiro bertukar pandang, mereka tahu, tamu mereka telah merasa nyaman dengan keberadaan mereka di sini.

”Syukurlah jika Anda berdua merasa begitu, tuan Hayami, tuan Hijiri. Kami sangat senang jika Anda berdua merasa nyaman saat tinggal di sini. Janganlah sungkan, anggap saja rumah sendiri dan anggap juga kami ini keluarga sendiri,”

Tak pelak, senyum lembut penuh kekeluargaan baik dari pasangan Okada dan Takahiro, menghangatkan hati Masumi. Namun, sejumput gundah merambati hatinya tatkala mengingat keberadaan Kazumi, anak gadis keluarga Okada. Ia yakin, seyakin-yakinnya, Kazumi Okada adalah Maya Kitajima, Maya-nya, tapi bagaimana Maya Kitajima bisa berubah menjadi Kazumi Okada, itu yang ingin ia ketahui. Dan sekeping hati di dekatnya pun berpikiran sama dengannya.

> to be continued

21 komentar:

  1. Sistaa..... hatiku kembang kempis menahan rasa tegang ini..... nyahahhhahahahhahaa... sek asek asek, akhirnya ketemuan juga.. ga sabar nunggu lanjutan ceritanya deh ^^ makasih banyak buat apdetannya ya sista, XOXO

    BalasHapus
  2. Masumi...kasihan bgt ya...hiksss huaaa

    Wid Dya

    BalasHapus
  3. wiiiiiiiii.............akhirnyaa.... keren2... hayuk di lanjudkan... *senyum2 bc nya *

    BalasHapus
  4. ayo segera lanjutkan

    BalasHapus
  5. beeeeggghh!!! tahan napas gw bacanya XDDD

    BalasHapus
  6. Wahhh sis feather pen i'm veryyyy excited ada apa di balik pementasan bidadari merah dan ada apa pula di balik perpisahan maya dan masumi....bgmn cara mengembalikan ingatan maya....sepertinya banyak yg belum terungkap dan masih jadi misteri...kata2 eisuke mengandung petunjuk sekaligus membawa lebih banyak pertanyaan....sepertinya sudah diatur bhw sayuri tdk boleh terkejut waktu melihat maya aka kazumi secara sayuri dudah pernah melihat foto maya sebelumnya...anyway intersting story & ditunggu kelanjutannya

    BalasHapus
  7. ooooohhh.. ternyataaa Maya memang mamanya Sayuri chaaannn.... ahhh dunia rasanya indaaahh..

    BalasHapus
  8. Tak sabar lagiiiiii....., lanjuuuuut

    BalasHapus
  9. Hmm... ga sabar nunggu apdetan, jadinya.. baca ulang deh^^ penasaran ama kata2 Masumi pas Sayuri gandeng tangannya Maya

    BalasHapus
  10. Beberapa kata2nya masumi di chapter ini pas ketemu kazumi okada bikin gue tambah penasaran ... harap - harap cemas ... berharap sayuri chan beneran anaknya maya-masumi... *cross finger* ...gak berani buat asumsi, cuma berharap sama kebaikan hati penulis utk gak ngelibatin shiori dibalik kelahiran & keberadaan sayuri chan *gak iklas banget kalo bocah se-cute sayuri jd anaknya shiori...gak relaaaa...!!!* -flo-

    BalasHapus
  11. aduh,ceritanya tambah seru,nih.hati jadi deg2an nunggu lanjutannya.sis feather Pen,ceritanya seru,lain dari yang lain.moga2 saja sayuri anaknya Maya,bukan mak lampir.

    BalasHapus
  12. Ga sabar nunggu lanjutannya. Semoga Sayuri emang bener anaknya Maya. Trus cepet ketahuan knp Maya hilang ingatan.

    BalasHapus
  13. Percaya gak percaya...suka gak suka...feeling gua bilang, ada campur tangan Eisuke dibalik semua peristiwa yg terjadi sama maya *mudahaaannnnn gak salahhh tebakannya....hehehehe* Can't wait for the updates!

    BalasHapus
  14. aiiiiih, kok apdetnya dikit amat siiiih. ga sabar pengen baca lanjutannnyaaaaa.......

    BalasHapus
  15. masumi.............
    akhir-akhir ini tipe cowo aku berubah jadi om.om
    efek masumi nih

    -Gizuka Rizarudi-

    BalasHapus
  16. Dahsyaaattt... More! More! :)

    BalasHapus
  17. Ternyata sayuri sudah belajar mengendalikan diri dari kecil ya... kalau aku lihat kazumi pasti sudah melongo atau berteriak....tapi sayuri kalem booo....sis...suka dengan detail yang diberikan selama ini...GOOD JOB sis feather pen....cannot wait to see how the memory of Kazumi coming back and how about her fiance in present....Semangat!!!

    BalasHapus
  18. ampunnnnnnnnnnnnnnnnn Tuhannnnnnnnn jangan lagiiiiiiiiiiiiiiiii ayooo ayooo up dateeeee

    BalasHapus
  19. dan berpasang2 mata semakin penasaran, hahhhhhh, penasaran,

    BalasHapus
  20. Eh...eh...kalo gak salah nangkap,sepertinya maya ngerasa punya "ikatan" tersendiri deh sama sayuri...ikatan yg beda dg anak2 lain. Hmm...*berpikir keras* Is it a sign?! Sebuah pertanda atau clue hubungan antara maya - sayuri chan? -flo-

    BalasHapus

Please, just leave your comment here -Thank you-