Kamis, 24 November 2011

The Adventure of Sayuri Hayami #15

“Bagaimana Kiyomizu-ishi?”

Wajah tua itu tersenyum menenangkan ke arah Masumi yang menatap cemas ke arahnya.

“Tenang, tuan Hayami, Sayuri-chan baik-baik saja. Sejauh pemeriksaan saya, tidak ada satupun cedera yang serius, hanya memar-memar yang akan segera pulih kembali begitu dioles ramuan ini.,” terang Kiyomizu-ishi sambil menyerahkan sebuah botol kaca berisi cairan bening pada Masumi.

“Beruntung Sayuri-chan anak yang kuat juga punya kemampuan berenang yang baik, sehingga tidak banyak air yang terminum. Pertolongan pertama yang Anda lakukan saat pertama kali menemukan Sayuri juga sangat menolong kondisi Sayuri,”

Kali ini pandangan tajam tua itu beralih pada Sayuri yang terbaring tenang di atas futon dengan selimut tebal menutupinya.

”Tapi...,”

”Tenanglah Masumi, Kiyomizu-ishi ini sudah sangat berpengalaman, jika belaiu mengatakan Sayuri-chan baik-baik saja, berarti memang demikianlah adanya,”

Kali ini Takahiro yang memberikan senyum menenangkan sambil menyentuh pundak Masumi penuh rasa simpati.

”Saya paham kekhawatiran Anda, tuan Hayami, apalagi Sayuri-chan memang terjatuh dari tempat yang cukup tinggi, belum lagi harus terseret arus sedemikian lama. Secara logika, siapapun pasti bisa celaka dalam kondisi seperti itu. Tapi sekali lagi saya berani menjamin, Sayuri-chan baik-baik saja. Sepertinya dewa sungai dan alam sekitar begitu sayang pada Sayuri-chan yang punya tujuan besar datang kemari,”

Baik Masumi maupun Takahiro saling berpandangan tak mengerti pada kalimat terakhir yang disampaikan Kiyomizu-ishi.

”Nah, Sayuri-chan, kakek pulang dulu ya. Kakek tahu, kau ini anak pemberani dan hebat. Cepat sehat kembali, ya,”

Tanpa mempedulikan kedua pria dewasa yang masih saling memandang tak mengerti, Kiyomizu-ishi membisikkan kata-kata pada Sayuri yang masih terlelap dan kemudian meniup ubun-ubun Sayuri. Masumi yang masih bertanya-tanya semakin tak mengerti dengan apa yang dilakukan pria tua itu.

“Baiklah tuan Hayami, saya permisi dulu. Jangan lupa obat dan ramuan yang saya berikan untuk Sayuri-chan. Saya yakin, besok pagi Sayuri-chan juga sudah bisa berlari-lari kembali,”

“Baik Kiyomizu-ishi, terima kasih banyak atas bantuan Anda,”

Masumi membungkuk dalam, menyampaikan rasa terima kasih pada dokter tua itu, yang dibalas dengan sikap yang sama.

“Sama-sama, tuan Hayami. Jangan sungkan, karena bagaimanapun, Anda sekeluarga adalah tamu di desa ini. Saya senang bisa membantu dan mohon ma’af jika Sayuri-chan harus mengalami kejadian ini,”

Baik Masumi maupun Takahiro sama-sama berdiri,

“Ah ya, Takahiro, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu. Bisa kau antar aku keluar?”

”Baik Kiyomizu-ishi. Masumi, aku antar beliau dulu,”

Masumi hanya mengangguk mengiyakan pada Takahiro yang segera beranjak mengikuti tabib tua itu keluar dari paviliun.

Takahiro,“

Iya, Kiyomizu-ishi?”

”Apakah kau yakin akan meneruskan rencana pernikahanmu dengan Kazumi?”

Takahiro tersentak, ia tak menyangka, Kiyomizu-ishi menanyakan hal itu.

”Maksud Kiyomizu-ishi?”

Kali ini tetua desa itu yang terdiam. Matanya menerawang, memandang jauh seakan mencari sebuah titik pandang yang tak jua bertemu ujungnya.

“Ada sebuah kisah di antara mereka,” pandangan mata Kiyomizu-ishi beralih ke arah paviliun yang sudah semakin jauh tertinggal di belakang mereka, “dan Kazumi, Takahiro,”

Takahiro terdiam, perlahan ingatannya kembali pada setahun yang silam. Sebagai tetua desa yang menyaksikan acara lamaran dan pertunangannya dengan Kazumi, Kiyomizu-ishi pernah secara pribadi menanyakan hal ini padanya. Kala itu ia merasa bingung dan Kiyomizu-ishi juga tidak menjelaskan secara detail mengenai apa yang beliau tanyakan. Namun kali ini, titik kejelasan mulai nampak.

“Apakah...?”

Kiyomizu-ishi menghela nafas mendengar pertanyaan Takahiro yang menggantung.

“Pastinya, aku sendiri juga belum tahu dengan jelas, Takahiro. Namun, mata batinku melihat, ada ikatan kuat antara Kazumi dan tamu yang menginap di paviliunnya. Dan akan sangat sulit bagi siapa pun untuk memutuskan tali ikatan itu. Bahkan setelah sekian lama terpisah, benang jiwa antar mereka bisa terhubung, walaupun mereka belum menyadarinya karena para dewa telah menetapkan demikian,”

” Kiyomizu-ishi...”

Kembali Kiyomizu-ishi menghela nafas.

”Takahiro, kau adalah salah satu murid terbaikku. Segala pelajaran rohani telah kau serap dan kau terapkan dengan baik. Aku hanya bisa berharap, keluasan jiwa dan kelapangan hatimu lebih berbicara daripada nafsu dan angkaramu,”

Pandangan teduh Kiyomizu-ishi begitu menenangkan bagi Takahiro yang tiba-tiba merasa gelisah dengan kenyataan yang dihadapinya. Walau belum merupakan sebuah kejelasan, namun hati kecil Takahiro merasakan kebenaran dari yang disampaikan Kiyomizu-ishi padanya.

”Kiyomizu-ishi, entahlah...”

”Takahiro, cinta itu hal yang fana, tak ada yang kekal dalam kehidupan kita ini. Hakikat sebuah cinta bukanlah dengan bagaimana kita memiliki yang kita cintai, namun lebih kepada apa yang bisa kita berikan pada yang kita cintai.”

”Seperti ibu bumi, seperti bapak matahari, seperti saudara air dan angin. Semua mencintai kita dengan begitu besarnya. Memberikan yang mereka miliki agar kita sebagai manusia bisa terus melangsungkan kehidupan kita hari demi hari, waktu demi waktu.”

”Tugas kita sebagai manusia, menyampaikan rasa cinta itu. Rasa cinta yang tidak egois dan berporos pada diri kita. Dan sekali lagi, kehendak para dewa juga berperan sangat penting dalam kehidupan kita. Pada perasaan dan pikiran kita. Seiring dengan nafsu dan angkara yang ditiupkan para iblis,”

Takahiro tercenung.

”Pikir dan renungkanlah kembali semuanya baik-baik Takahiro. Jiwamu adalah jiwa yang baik , aku sangat paham dirimu karena dengan tanganku sendiri aku mendidikmu. Kau salah satu murid terbaikku,”

Kali ini Kiyomizu-ishi menepuk punggung Takahiro perlahan. Hati tuanya prihatin akan dilema yang kini dihadapi muridnya itu. Dan Takahiro pun tertunduk, berusaha mencerna kenyataan yang kini terpampang di hadapannya.

= # =

”Semoga Sayuri-chan segera sehat kembali, tuan Hayami,”

Masumi tersenyum pada tamu terakhir yang menyempatkan diri menengok Sayuri. Tak sedikit di antara warga desa yang datang menengok membawa buah tangan, baik berupa kue-kue kecil maupun buah-buahan. Tak terkecuali pasangan Hayashi yang membawa sekeranjang buah peach masak beraroma manis dan harum. Hati Masumi trenyuh dan haru akan perhatian yang diberikan para penduduk desa atas apa yang menimpa Sayuri.

Demi menghormati pasangan paruh baya itu, Masumi mengiringi langkah mereka hingga ke teras paviliun.

”Terima kasih banyak atas perhatian Anda, tuan dan nyonya Hayashi,”

”Tidak perlu sungkan tuan Hayami, justru kami yang merasa tidak enak hati. Di saat berlibur di desa kami, Sayuri-chan harus mengalami peristiwa seperti ini. Semoga gadis cilik Anda segera sehat kembali,”

“Sama-sama, tuan dan nyonya Hayashi, terima kasih banyak,”

Setelah saling bertukar salam, pasangan paruh baya itupun berlalu meninggalkan Masumi yang  kini berdiri termangu menatap kepergian pasangan itu. Dalam hatinya berkecamuk berbagai hal dan pertanyaan.

= # =

”Jadi bagaimana ceritanya sampai begitu, Hijiri?”

Eisuke menyimak pembicaraan yang disampaikan lawan bicaranya dari seberang ponselnya. Sesekali dahinya berkerut, semakin menambah garis-garis ketuaan di wajahnya yang tegas. Tak jarang nafasnya tertahan kala mendengar yang disampaikan Hijiri mengenai apa yang menimpa cucu kesayangannya, Sayuri.

“Lantas, apakah Masumi berencana pulang ke Tokyo secepatnya?”

“Saya belum tahu rencana pak Masumi secara pasti, tuan. Namun, tadi sempat terlontar wacana untuk mempersingkat liburan nona Sayuri di Desa Momiji terkait dengan insiden ini. Pak Masumi ingin memeriksakan kesehatan nona Sayuri secara menyeluruh pada para ahli di Tokyo,”

Eisuke menghela nafas, ia tak menyangka, tindak tanduk Sayuri bisa sedemikian membahayakan jiwanya sendiri. Tak pelak, perasaan khawatir membayangi hati tuanya. Melebihi euforia keinginan melihat pementasan Bidadari Merah kembali.

“Begitu ya Hijiri... Lantas, perkembangan dari rencana awal seperti apa?”

“Sesuai dengan instruksi pak Masumi, saya sudah mendapatkan sample DNA nona Kazumi Okada untuk di uji kesesuaiannya dengan DNA nona Maya Kitajima. Harusnya sore ini saya kembali ke Tokyo untuk mengambil hasil pemeriksaan sample DNA dan hasil pemeriksaan foto struktur gigi nona Kazumi Okada, namun tertahan oleh insiden nona Sayuri, tuan,”

“Masumi?”

“Saya belum mendapat instruksi lebih lanjut dari pak Masumi, tuan,”

Eisuke terdiam sesaat.

“Baiklah Hijiri, terima kasih atas informasinya, seperti biasa, kerjamu tak pernah mengecewakan. Bersiagalah di sana, terutama demi menjaga Sayuri-chan. Suasana di sini sedang memanas, kau tahu, rupanya ada yang ingin menggunting dalam lipatan. Baik aku maupun Kenichi Shinoda sedang sama-sama menajamkan pandangan dan telinga,”

“Baik tuan Hayami,”

Dan hubungan telepon pun terputus, meninggalkan dengung panjang. Hijiri menghela nafas dan menyimpan ponselnya di saku celana jeans-nya.

= # =

Masumi memandangi Sayuri yang terlelap di atas futon. Setelah hampir sepagian hingga siang hatinya remuk redam oleh perasaan cemas dan takut kehilangan, kali ini hatinya mengembang penuh perasaan lega.

Perlahan Masumi membelai rambut tebal Sayuri yang terurai indah di atas bantal. Jemarinya mengusap perlahan luka kecil yang tertoreh di dahinya. Berhati-hati agar tidak menyakiti gadis kecilnya itu.

‘Anakku sayang, harus bagaimana lagi ayah mengingatkanmu untuk selalu berhati-hati?’

Kali ini Masumi meraih tangan Sayuri yang terlipat rapi di atas perutnya. Mengamati dengan seksama telapak tangan dan jemarinya yang masih menyisakan keriput akibat terpapar dinginnya air sungai. Beberapa lebam biru tampak menghiasi sepanjang lengan mungilnya yang putih.

Masumi menghela nafas. Kembali dengan perlahan ia mengusap lengan mungil Sayuri.

‘Bagaimana ini rasanya, Sayuri? Ngilukah? Sakitkah?’

Jemarinya bergerak lembut di sepanjang lengan Sayuri, berharap apa yang dilakukannya bisa mengurangi rasa sakit yang mungkin dirasa gadis mungilnya itu.

Tiba-tiba, kelopak mata Sayuri yang tertutup bergerak-gerak. Dan sejurus kemudian, sinar mata jenaka yang begitu dirindukannya tersembul dari balik kelopak mata yang terbuka. Masumi tersenyum melihat Sayuri telah terjaga.

“Ayah...”

“Iya Sayang? Sudah bangun?”

Gadis cilik itu mengusap matanya, berusaha mengenyahkan kantuk dan mengumpulkan segenap kesadarannya. Tiba-tiba, Sayuri meringis dan mengaduh pelan.

”Kenapa? Mana yang sakit?”

”Badan Sayuri sakit semua, ayah...”

”Kasihan anak ayah... Mana yang sakit? Disini? Atau disini”

Masumi memeriksa seluruh tubuh Sayuri, memastikan letak rasa sakit yang dikeluhkan anak semata wayangnya itu.

”Sakit semua ayah... Ga ada yang ga sakit...”

Kali ini  Sayuri merengek sambil beringsut ke pangkuan Masumi. Kepalanya diletakkan di pangkuan ayahnya dan tangan mungilnya sedapat mungkin memeluk tubuh ayahnya.

”Sakit semua ya... Ya, mau bagaimana lagi, kan Sayuri terjatuh dari tempat yang lumayan tinggi,”

Sayuri hanya terdiam, ia begitu menikmati bermanja-manja dalam buaian Masumi merasai belaian sayang dan pijatan lembut ayahnya.

”Sayuri...”

”Iya ayah...”

”Harus kau ingat, mulai sekarang kau harus lebih berhati-hati lagi ya... Jangan mengundang bahaya ataupun bermain-main sesuatu yang membahayakan. Ayah tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa dirimu, Sayang. Kamu juga tidak ingin hal buruk menimpa dirimu kan?”

Gadis cilik itu hanya terdiam, namun gerakan kepalanya yang mengangguk-angguk di pangkuan Masumi, menandakan  Sayuri mengerti kekhawatiran yang dirasakan oleh ayahnya.

”Sekarang, makan dulu setelah  itu Sayuri minum obat, supaya sakit-sakit di badannya cepat sembuh, ya?”

Kembali Sayuri mengangguk. Masumi tersenyum simpul. Sayuri begitu penurut kali ini  dan itu membuatnya bahagia.

”Nah, sekarang Sayuri tunggu di sini, ayah siapkan makanan dan obatnya dulu,”

Sayuri kembali berbaring di futonnya dan Masumi beranjak ke arah dapur mini paviliun dan mulai menghangatkan ramuan obat yang tadi di berikan Kiyomizu-ishi saat Sayuri tertidur. Sementara itu, ia juga mempersiapkan sup nori yang dikirimkan nyoya Okada.

”Permisi... Tuan Hayami?”

Suara Kazumi menyadarkan Masumi dari kesibukannya mempersiapkan makanan dan obat Sayuri. Tanpa bisa dicegah, hatinya berdetak senang mendengar suara Kazumi. Masumi bergegas mencuci tangan dan beranjak menuju ruang depan paviliun. Senyum lebar terpampang di wajah Masumi ketika ia melangkah ke arah pintu paviliun.

Namun senyumnya segera sirna begitu ia melihat siapa yang berdiri di belakang Kazumi. Rupanya Kazumi tidak sendiri, ada Takahiro yang menemaninya. Dan kenyataan itu mengingatkan Masumi, bahwa dia tidak berhak sedikit pun merasa senang akan perhatian Kazumi. Meski begitu, Masumi memaksakan memasang seulas senyum demi alasan sopan santun.

”Nona Okada, Takahiro,”

”Bagaimana keadaan Sayuri-chan, tuan Hayami?”

”Syukurlah, Sayuri baik-baik saja, ia baru saja terbangun dan ketika kalian datang, saya sedang menyiapkan obat dari Kiyomizu-ishi dan makanan untuk Sayuri,”

”Kalau begitu kebetulan tuan Hayami, tadi ibu membuatkan sup miso untuk Sayuri-chan. Dia pernah bercerita bahwa sup miso adalah kegemaran Sayuri-chan. Ibu juga membuatkan makanan untuk tuan Hayami dan tuan Hijiri,”

Kazumi membawa semangkuk sup yang masih mengepul dengan aroma yang begitu menggugah selera, sementara di belakangnya tampak Takahiro membawa shokado bento yang terbungkus kain. Mereka berdua terlihat tak ubahnya sepasang suami istri yang tengah mengunjungi tetangga mereka.

Hati Masumi berdesir penuh perasaan tak nyaman melihat pemandangan itu. Namun, sekuat hati ia berusaha melawannya. Saat ini, kondisi Sayuri harus menjadi prioritas utamanya, walau tak bisa dipungkiri, getaran rasa rindunya akan Maya begitu kuat menarik-narik akal sehatnya.

”Terima kasih banyak nona Okada, Takahiro,”

Masumi mengucapkan rasa terima kasih, kemudian mempersilahkan mereka berdua masuk ke dalam paviliun dan melihat kondisi Sayuri yang masih terbaring di kamar.

Melihat Kazumi dan Takahiro memasuki kamarnya, Sayuri tersenyum riang. Membuat rona cerah mewarnai pipi gembilnya dan binar matanya yang jenaka semakin hidup.

”Selamat malam Cantik, bagaimana keadaanmu?”

”Sakit semua, paman Takahiro, lihat nih, biru semua,”

”Aduh, kasihan...”

Kazumi beranjak mendekati Sayuri dan mengelus lebam-lebam di tangan Sayuri yang ditunjukkan Sayuri pada Takahiro.

”Sakit ya?”

”Iya nona Okada, rasanya seperti habis dipukuli gojira,”

Gojira? Memangnya Sayuri-chan pernah dipukuli gojira?”

Kali ini Takahiro yang bertanya sambil mengerling jenaka ke arah Sayuri.

”Belum sih paman Takahiro, tapi, mungkin rasanya akan seperti ini kalau dipukuli gojira. Atau, kalau tidak, bisa gepeng seperti nori,”

Dan pecahlah tawa orang-orang dewasa itu mendengar penuturan Sayuri yang polos ditingkahi seringai jahil khas Sayuri.

Tiba-tiba Sayuri meringis kesakitan.

”Sayuri, kau tidak apa-apa?”

Secara bersamaan, baik Masumi maupun Kazumi spontan medekati Sayuri dan menyentuh pundak mungil Sayuri, membuat tangan keduanya tanpa sengaja bertemu di atas pundak Sayuri. Dan efek dari kejadian itu benar-benar luar biasa bagi keduanya. Baik Kazumi maupun Masumi merasakan getaran tak biasa di hati mereka ketika tangan mereka bersentuhan.

”Oh, ma’af nona Okada,”

”Iya tuan Hayami, tidak apa-apa,”

Secara bersamaan pula mereka berdua buru-buru menarik tangan mereka. Tanpa bisa dicegah wajah Kazumi memerah hingga ke daun telinganya, sementara Masumi dengan salah tingkah membuang pandangan ke arah jendela.

Sekali lagi ia bingung bagaimana sebaiknya bersikap, di satu sisi hatinya senang dengan ketidaksengajaan yang terjadi antara dirinya dan Kazumi, namun di sisi lain hatinya merasa tidak enak terhadap Takahiro.

Diam-diam, Takahiro mengamati perubahan sikap keduanya.

”Hmmmm, baunya enaaaaaaakkkk... Ayah, makan dong, Sayuri lapar,”

Suara Sayuri memecahkan kecanggungan yang menggantung di antara orang dewasa yang ada di kamar itu. Buru-buru Kazumi menawarkan sup miso yang dibawanya.

”Sayuri-chan mau makan? Ini ada sup miso kegemaranmu,”

”Asyiiikkkk!!! Terima kasih nona Okada,”

”Sama-sama, Sayuri-chan, ayo sekarang makan. Sini disuapin,”

Baik Masumi maupun Takahiro terdiam menyaksikan Sayuri makan dengan lahap sementara Kazumi sibuk meniup-niup kuah miso sebelum disuapkan pada Sayuri. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing melihat kedekatan Kazumi dan Sayuri.

= # =

”Sudah kau temukan jejak si tengik itu?”

”Sudah Ichiro, mereka kini tengah berada di Desa Momiji. Namun, si Hijiri selalu ketat menempel mereka,”

”Hah! Keset tak berguna itu! Nanti akan ada masanya dia akan membayar segala kerugian yang ditimbulkannya,”

Rahangnya menggeretak geram.

”Lantas, apalagi yang kau dapatkan?”

”Kau ingat gadis mungil dagangan Daito dulu, Ichiro? Yang begitu dilindungi Masumi Hayami dan menjadi duri dalam daging bagi Shiori Takamiya?”

Mata tajamnya berkilat mendengar pertanyaan itu. Mendengar nama Shiori Takamiya disebut, hatinya berdenyut penuh kerinduan dan rasa marah tak terhingga.

”Iya, kenapa? Bukankah kita telah membuatnya menghilang?”

Dengan rahang terkatup ia melontarkan kembali pertanyaan pada anak buahnya.

”Dia sudah ketemu, Ichiro dan Masumi Hayami telah menemukannya,”

Kilatan di matanya semakin tajam menusuk, mengirimkan perasaan ngeri tak terkira di hati lawan bicaranya.

= # =

Masumi duduk termangu di teras paviliun bersama Takahiro. Berdua mereka menikmati udara malam musim panas, mendengar suara binatang malam khas musim panas. Melihat gerakan terbang kunang-kunang di kegelapan malam.

Suara gelak tawa Sayuri yang lemah ditingkahi suara Kazumi terdengar dari pintu paviliun yang terbuka. Hati Masumi sudah bisa bernafas lega melihat keceriaan Sayuri yang perlahan mulai kembali. Bahkan kejahilannya sudah mulai pulih seiring dengan keceriaannya.

Kembali terdengar tawa riang Sayuri di antara suara Kazumi yang mendongengkan cerita Momotaro pada Sayuri. Tanpa sadar Masumi tersenyum mendengar betapa riangnya tawa Sayuri.

“Apakah kau sudah merasa tenang sekarang, Masumi?”

Suara Takahiro mengingatkan Masumi, bahwa dia tidak sendirian di teras itu. Ada Takahiro yang menemaninya di sana.

”Begitulah Takahiro, setidaknya aku sudah bisa bernafas lega. Tidak ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan dari keadaan Sayuri. Ma’afkan aku jika tadi sempat meragukan Kiyomizu-ishi,”

”Tidak apa-apa, Masumi. Mengingat apa yang menimpa Sayuri, tak bisa disalahkan jika kekahawatiranmu begitu dalam.Yang penting sekarang tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan, Sayuri baik-baik saja dan semoga peristiwa serupa tidak terulang lagi,”

”Iya, Takahiro, semoga saja...”

Suara Masumi begitu sendu dan pelan, membuat Takahiro mengerutkan kening bertanya-tanya.

”Ada apa, Masumi?”

Masumi menatap ke arah Takahiro. Pandangan penuh tanya dari laki-laki muda di hadapannya membuat hatinya bergulat penuh pertimbangan.

”Tentunya berat sekali ya, membesarkan anak sendirian,”

Masumi terkesiap. Kali ini pandangan Takahiro jauh menerawang menembus kegelapan malam. Lama Masumi menatap ke arah Takahiro, namun kenalan barunya itu masih saja menatap kegelapan malam. Akhirnya Masumi mengikuti jejak Takahiro, mengalihkan padangan mata tajamnya menembus kegelapan malam.

”Darimana kau tahu, Takahiro?”

Takahiro tersenyum. Wajah tampannya yang bersahaja memancarkan sinar kebijaksanaan begitu dalam. Tanpa sadar terbit rasa kagum di hati Masumi pada laki-laki di sampingnya ini.

“Entahlah Masumi, aku hanya tahu saja. Dari sejak awal aku bertemu Sayuri-chan, aku merasa ada yang istimewa dari anak gadismu itu. Kemudian pertemuan tak sengaja kita di penginapan waktu itu. Ditambah lagi kini kalian menghabiskan liburan kalian di desa kami. Suka tidak suka, takdir telah mempertemukan kita saat ini, Masumi, dan pasti ada rencana besar di balik semua ini,”

Takahiro menatap Masumi yang termangu. Sementara gelak tawa di dalam paviliun tak terdengar lagi. Sepertinya Sayuri mulai tertidur dengan Kazumi masih menemaninya.

“Memang Takahiro, rasanya memang berat membesarkan Sayuri tanpa kehadiran seorang ibu,”

Perlahan Masumi mempermainkan batang rokok menyala di tangannya tanpa bermaksud menghisapnya.

“Pada awalnya, aku berpikir, bahwa semuanya akan mudah saja dan berlangsung lancar. Dengan adanya bibi Michi yang membantuku merawat Sayuri, juga ayahku serta para karyawanku yang begitu sayang padanya. Namun ternyata semua itu tidak cukup. Semakin lama aku semakin sadar, ada lubang besar di hati dan jiwa Sayuri yang tak bisa ditutupi oleh siapapun,”

“Apa yang terjadi, Masumi?”

Masumi mematikan rokok yang sama sekali tidak dihisapnya. Perlahan tangannya mengusap wajahnya, menghela nafas dengan keras seakan berusaha menghempaskan segala beban yang menghimpit dadanya.

“Ini semua salahku Takahiro, ini semua salahku... Karena kesalahanku, maka sejak lahir Sayuri tak pernah dicintai oleh istriku, Shiori,”

= # =

--> to be continued