Jumat, 26 Agustus 2011

The Adventure of Sayuri Hayami #8

Masumi menutup pintu kamarnya dan melangkah ke arah kamar Sayuri. Setelah apa yang dialami Sayuri siang tadi, ia ingin memeriksa keadaan putri kecilnya itu. Otaknya berputar cepat mengolah segala informasi yang diperolehnya dari Hijiri. Keterlibatan yakuza dalam peristiwa penculikan Sayuri yang gagal membuatnya bertanya-tanya, ada apa sebenarnya dibalik semua ini. Dan segala pemikirannya hanya bermuara pada satu kesimpulan. Eisuke Hayami, pasti tahu jawabannya.

Saat hampir sampai di kamar Sayuri, sesaat Masumi tertegun. Pintu kamar Sayuri tampak sedikit terbuka, padahal ia ingat saat ia meninggalkannya tadi, pintu itu dalam kondisi tertutup rapat.

’Atau, Sayuri sudah bangun?’

Masumi beranjak mendekati pintu kamar Sayuri, membukanya perlahan dan apa yang dilihatnya membuatnya terkejut. Eisuke tampak tengah duduk di tempat tidur Sayuri, memandangi Sayuri yang terlelap. Semenjak ia bermasalah dengan kakinya, sudah lama sekali Eisuke tidak mengunjungi bagian atas kediaman Hayami. Bahkan jalur khusus yang sengaja dibangun untuk memudahkan akses Eisuke menuju lantai dua sepertinya hanya pemborosan uang karena dari sejak dibangun belum pernah sekalipun Eisuke menggunakannya. Namun kini, Eisuke ada di sini, di dalam kamar Sayuri.

“Ayah...?”

Eisuke menoleh ke arah Masumi yang kini berdiri di ambang pintu, tengah memandang penuh keheranan padanya.

“Oh, kau Masumi,”

“Apa yang ayah lakukan di sini?”

Eisuke tersenyum lembut seraya membelai kepala Sayuri yang tergolek di atas bantal.

”Aku hanya ingin mencoba jalur khusus ke lantai dua yang dibangun untukku, Masumi. Ternyata menyenangkan juga melewatinya, sayang aku baru menyadarinya sekarang,”

Masumi tahu, Eisuke hanya sedang berusaha menutupi perasaannya yang sesungguhnya. Dari bahasa tubuhnya, Masumi tahu kalau Eisuke sangat mengkhawatirkan keselamatan Sayuri. Bahkan tatapan tajam mata Masumi menangkap bayangan airmata yang menggenang di pelupuk mata Eisuke.

’Ayah!’

Untuk sejenak hanya kesunyian yang mengisi ruang di antara mereka. Sebegitu sunyinya hingga dengkur halus Sayuri yang terlelap begitu nyata di gendang telinga Masumi.

”Apa rencanamu selanjutnya, Masumi?”

Akhirnya Eisuke memecahkan kesunyian.

Masumi beranjak ke arah tempat tidur Sayuri dan duduk di samping Sayuri yang tak terusik oleh kehadiran orang-orang dewasa di kamarnya.

”Entahlah ayah, aku masih rancu dengan segala petunjuk mengenai kejadian yang menimpa Sayuri hari ini. Tapi, pastinya, aku yakin, justru ayahlah yang memiliki rencana. Bukan begitu, ayah?”

Masumi mengalihkan pandangannya, memandang lurus ke arah Eisuke yang kini berada di depan jendela kamar Sayuri, mengamati hamparan taman belakang rumah yang mulai menampakan keanekaragaman warna-warni bunga khas musim panas.

”Sepertinya aku harus mengunjungi seorang ’kawan lama’, Masumi, untuk menagih hutangnya hari ini,”

Kata-kata Eisuke begitu datar, namun Masumi paham, sejuta makna termuat di dalamnya bahwa kunjungan yang dimaksud Eisuke bukanlah sekedar kunjungan beramah tamah biasa.

”Apakah perlu sampai begitu, ayah? Tidak bisakah kita bereskan di level *kyodai?”

”Kau rupanya belum mengenal dengan baik siapa yang kita hadapi saat ini, Masumi. Buat apa berhubungan dengan para tikus jika kita bisa langsung menundukkan seekor singa?”

*picture courtesy of PlayStation - Yakuza 4


Kini pandangan Eisuke menatap tajam ke arah Masumi. Dan Masumi mengenal baik tatapan mata itu. Bagaimanapun Eisuke adalah seseorang yang sangat berpengaruh besar di dunia legal maupun di dunia ilegal. Berkibarnya panji Daito Enterprise sebagai salah satu kerajaan bisnis yang menggurita di Jepang dan Asia tak luput dari peran serta Eisuke dalam membesarkan ’dunia hitam’. Masumi sangat sadar akan hal itu, dan hal itu juga yang menerbitkan kekhawatiran dalam hati Masumi berkenaan dengan Sayuri.

”Aku tahu apa yang kau pikirkan, Masumi. Maka dari itu, aku harus betemu langsung dengan Kenichi Shinoda, terlepas dari tindakan usaha penculikan Sayuri atas sepengetahuannya atau tidak. Mereka harus tahu, mereka sudah menyulut api di tempat yang salah,”

Masumi memandang khawatir pada Eisuke yang kini kembali menatap penuh  rasa sayang pada Sayuri. Ia tahu siapa Kenichi Shinoda juga sepak terjangnya. Sebagai *oyabun dari kelompok yakuza terbesar, Yamaguchi-gumi, reputasinya benar-benar tak tertandingi. Dan persahabatannya yang aneh dengan Eisuke Hayami benar-benar sebuah hubungan yang riskan. Ibarat bilah pisau bermata dua yang dapat melukai penggunanya jika tidak mampu menggunakannya dengan tepat.

”Berhati-hatilah, ayah,”

Eisuke tertegun mendengar kata-kata Masumi.

”Kau mengkhawatirkan aku, Masumi?”

Masumi hanya menatap datar pada Eisuke, tanpa emosi. Eisuke tersenyum kecil, hampir terkesan sinis, namun biar begitu, ada perasaan haru menyelip di hati tuanya.

”Biar ini aku tangani, Masumi, sekaligus aku ingin mengenalkan kau dan Sayuri pada mereka, agar mereka tahu menarik garis batas yang jelas jika menyangkut klan Hayami,”

Suara Eisuke begitu dingin, menyiratkan ancaman bagi siapa saja yang berani menginjak wilayah teritorialnya. Sang Jendral Besar.

”Bagaimana rencana liburan musim panas Sayuri, Masumi? Bukankah kau berjanji akan menemaninya kemanapun dia ingin pergi?”

Perubahan topik pembicaraan yang tiba-tiba dari Eisuke, membuat Masumi sadar. Untuk urusan yang satu itu, Eisuke ingin membereskannya sendiri tanpa ada campur tangan Masumi, membuat ada sedikit rasa diremehkan dalam diri Masumi. Namun ia cukup tahu diri. Berhadapan dengan seorang Kenichi Shinoda bukanlah sebuah perkara mudah.

Masumi menghela nafas.

”Begitulah ayah, kemungkinan besar kami akan berkunjung ke sebuah desa kecil, namanya Desa Momiji. Entahlah, kenapa tiba-tiba Sayuri ingin sekali pergi ke desa itu, padahal sebelumnya dia memaksa untuk berlibur keliling Jepang,”

”Mungkin menurut Sayuri, kau akan menemukan sesuatu yang hilang saat kalian berlibur di Desa Momiji,”

’Eh?’

Masumi menatap bingung ke arah Eisuke yang tersenyum penuh misteri.

’Apa maksud ayah?’

Pertanyaan itu bergaung dalam pikiran Masumi namun tak disuarakan Masumi, ia tahu, jika sampai ia menanyakannya, tentu hanya jawaban misterius yang didapatnya.

”Kakek... Ayah...”

Suara Sayuri yang masih mengantuk menyadarkan Masumi dari kebingungannya.

”Halo sayang... Nyenyak tidurmu?”

”Hai, cucu kakek yang cantik... Sudah bangun?”

Eisuke tersenyum lebar dan kembali duduk di tempat tidur Sayuri, berseberangan dengan Masumi dan tak menghiraukan Masumi yang masih menyimpan tanya dalam hati. Begitu Eisuke duduk, serta merta Sayuri memeluknya erat.

”Selamat datang kembali ke rumah, kakek, jangan sakit lagi ya...”

Eisuke balas memeluk, membelai lembut kepala dan punggung Sayuri, menyampaikan perasaan sayang yang mengisi hatinya. Masumi menatap dengan perasaan trenyuh ke arah mereka berdua. Sungguh, Masumi menyadari, kehadiran Sayuri di tengah-tengah keluarga Hayami telah membawa angin perubahan. Dan baik Masumi maupun Eisuke sangat menikmati perubahan itu.

”Terima kasih banyak cantik... Kakek janji akan menjaga kesehatan kakek, ya?”

Sayuri mengangguk dan menampilkan senyum malaikatnya pada Eisuke.

”Oh iya kek, Sayuri punya hadiah untuk kakek, tunggu ya,”

”Hadiah?”

Pandangan Eisuke dan Masumi mengikuti Sayuri yang kini beranjak menuju meja rias yang di disain khusus untuknya.

”Iya kakek, Sayuri tadi siang membeli hadiah untuk kakek di Ginza, khusus untuk kakek. Selamat datang, kakek,”

Kembali Sayuri tersenyum, mengucapkan salam pada Eisuke sambil menyerahkan sebuah kotak berbungkus kertas kado berwarna perak dan pita perak tersemat di atas.

”Terima kasih, Sayang, boleh kakek buka?”

Sayuri mengangguk, dan matanya berbinar cemas dan penasaran menunggu reaksi kakeknya. Eisuke membuka kado itu dengan rasa ingin tahu yang besar, kado seperti apa yang diberikan hingga Sayuri perlu menggoda iman anggota yakuza untuk menculiknya. Sesekali matanya melirik pada Sayuri yang menatapnya dengan gelisah. Masumi pun ikut-ikutan penasaran, matanya menatap penuh rasa ingin tahu pada kotak kado yang kini sudah terbuka.

”Bagus sekali Sayuri!”

’Dan hadiah bagus itu nyaris meminta pengorbanan yang jauh lebih mahal,’ batin Masumi mendesah resah

Mata Sayuri berbinar cerah, rona wajahnya begitu senang.

”Kakek suka? Itu Sayuri beli dari uang tabungan Sayuri lho,”’

Eisuke tersenyum lembut dan mengacak sayang poni Sayuri.

”Kau senang saat di Ginza tadi Sayuri?”

Kali ini Masumi melontarkan pertanyaan pada Sayuri yang menggelendot manja di pangkuan Eisuke.

“Senang ayah, tapi...”

“Tapi kenapa, Sayuri?”

“Tadi ada orang yang menakutkan sekali. Sayuri benar-benar ngeri, ayah,”

Tanpa sadar tubuh Sayuri bergidik, menegaskan pernyataannya betapa menakutkannya orang yang ditemuinya di Ginza tadi.

“Mengerikan?”

“Iya kakek, mengerikan sekali, hiy! Untung ada paman Hijiri,”

Eisuke bertukar pandang dalam diam dengan Masumi.

”Coba, ceritakan pada kakek, apa yang sudah kamu alami tadi,”

Dan mengalirlah cerita dari mulut mungil Sayuri mengenai apa yang nyaris menimpanya. Sesekali Eisuke dan Masumi menahan nafas saat Sayuri mendeskripsikan, betapa ketakutan menyelimuti jiwa anak-anaknya.

“Kira-kira, kenapa ya ayah, kakek, orang yang menyeramkan tadi ingin menangkap Sayuri?”

“Mungkin karena ia tahu, kamu adalah anak bandel yang suka keluyuran sendiri dan tidak mau menuruti apa kata orang yang lebih dewasa,”

“Ih, ayah bisa aja ya kek,”

Sayuri mencebikkan bibir mungilnya pada Masumi yang berusaha menutupi perasaan khawatir yang menyeruak dalam hatinya dengan tersenyum geli.

”Mungkin ayahmu benar, Sayuri,” timpal Eisuke

”Mana bisa begitu? Orang itu kan tidak mengenal Sayuri, Sayuri juga tidak mengenalnya. Bertemu pun belum pernah,”

”Kau lupa ya, coba, siapa namamu?”

”Sayuri Hayami,’

”Lantas?”

Sayuri menatap berpindah-pindah dari ayahnya ke kakeknya. Matanya yang besar menyiratkan tanya yang begitu besar, ada apa dengan namanya. Otaknya berputar cepat, berusaha mencari jawaban, mencerna segala sesuatu yang bersangkut paut dengan namanya. Dan sekejab kemudian, matanya bersinar terang, menandakan kecerdasan otaknya telah menemukan jawaban atas teka-teki yang dilontarkan kakek dan ayahnya.

”Berarti, susah juga ya kek memakai nama Hayami?”

Eisuke terbahak mendengar reaksi Sayuri, sementara Masumi tersenyum menanggapi jawaban spontan Sayuri.

“Dasar anak pintar! Untuk itulah, kenapa kakek, terutama ayahmu, sangat ketat mengenai kebiasaanmu berkeliaran semaumu itu. Sekarang kau mengerti kan, anak pandai?”

“Iya kakek, Sayuri mengerti sekarang. Ma’afkan Sayuri ya ayah, selama ini seringkali melanggar larangan ayah,”

Masumi tersenyum dan mengangguk pada Sayuri yang menampilkan senyum tak berdosa padanya. Membuat perasaan sayangnya semakin besar pada Sayuri.

“Nah, sekarang kau cari bibi Michi, minta padanya untuk mempersiapkanmu secantik mungkin. Kakek akan mengajak kau dan ayahmu mengunjungi kawan lama kakek,”

“Asyik!!! Siapa nama kawan lama kakek itu? Pasti sudah tua juga ya?”

”Namanya Kenichi Shinoda, dan ya, dia sudah cukup tua untuk kamu sebut sebagai kakek,”

Masumi menatap tak mengerti pada Eisuke, sementara binar girang terpancar jelas dari mata Sayuri.

”Kakek Shinoda ini, orangnya baik tidak, kek?”

Eisuke tersenyum menanggapi pertanyaan Sayuri.

“Kita lihat saja nanti, kau yang bisa menilainya sendiri,”

”Baiklah kakek, Sayuri akan mencari bibi Michi. Oh ya kek, boleh Sayuri pakai kimono musim panas?”

”Terserah kau saja cantik, yang penting jam setengah 7 kau harus sudah siap, ok?”

”Ok kakek!”

Bak anak panah, Sayuri melesat keluar dari kamarnya dan tak berapa lama kemudian, suaranya yang jernih berkumandang lantang, memanggil-manggil bibi Michi.

”Ayah...”

”Sudah, jangan banyak tanya lagi, kau juga harus bersiap-siap, dan apabila kau ada janji dengan Hijiri, ajaklah dia ikut serta mengiringi kita. Siapa tahu dia ingin reuni dengan beberapa kenalannya,”

Masumi hanya terpekur mendengar perintah Eisuke yang kini tertatih bertumpu pada tongkatnya meninggalkan kamar Sayuri. Hatinya bertanya cemas tentang apa yang direncakan ayahnya di kediaman Kenichi Shinoda nanti.

= # =

*picture courtesy of furniture studio design

Iringan mobil mewah memasuki gerbang yang tinggi menjulang, melintasi jalanan beton beraksen bilahan kayu dengan pemandangan taman indah bertabur temaram cahaya lampu. Mata Sayuri terbelalak menyaksikan keindahan rumah yang kini ditujunya bersama Eisuke dan Masumi.

”Kakek, lihat, kolamnya besar sekali!”

Sayuri berteriak girang melihat kolam di sebelah kiri yang membentang di sepanjang jalan masuk menuju rumah.

”Sayuri, ingat, jaga sikapmu,”

”Iya ayah, Sayuri ingat,”

Kini wajah Sayuri menempel erat pada kaca jendela mobil, membuat embun tipis membayang di kaca akibat hembusan nafasnya. Sampai akhirnya, tibalah mereka semua di depan kediaman Kenichi Shinoda dan desah kekaguman kembali terlontar dari mulut mungil Sayuri, membuat Eisuke tersenyum geli dengan sikap lugu gadis kecil itu.

”Sayuri, ingat, kita sudah sampai di kediaman kawan lama kakek, jaga sikap dan jadilah putri Hayami yang anggun, ya?”

”Siap kek!”

Sayuri mengangguk kuat-kuat dan tersenyum penuh tekad, memastikan bahwa ia akan bersikap sangat baik demi kehormatan keluarga. Kali ini ia mengenakan kimono musim panasnya yang terbaik. Berwarna peach cerah dengan motif  bunga Sakura bermekaran. Sementara kakinya mengenakan *geta dengan tali berwarna merah cerah. Rambutnya yang hitam legam, disanggul khas anak-anak dan disemat setangkai bunga lily putih segar.

Masumi mengamati anak semata wayangnya itu. Wajahnya begitu berseri dengan keceriaan kanak-kanaknya. Senyum yang mengembang cerah dan sinar mata yang berbinar-binar penuh rasa ingin tahu. Melihat Sayuri dengan penampilan seperti itu mengingatkan Masumi pada tokoh Midori.

’Midori!’

Perasaan Masumi campur aduk. Kenangan itu terlintas cepat dalam ingatannya. Festival drama. Midori. Growing Up. Teater Tsukikage.

’Maya, kau dimana?’

Perasaan rindu yang menguat tiba-tiba, membuat Masumi tercenung dan mengerang dalam diam.

”Ayah, ayo turun, kok ayah malah bengong sih,”

Suara Sayuri yang tak sabar membangunkan Masumi dari kenangan lamanya. Diam-diam Eisuke mengamati perubahan raut wajah Masumi.

= # =

”Selamat malam, tuan Eisuke Hayami,”

”Selamat malam, Kenichi Shinoda,”

Mereka saling memberikan salam dan mengukur dalam diam keberadaan masing-masing. Kenichi Shinoda, didampingi tangan kanannya Kiyoshi Takayama, tampak begitu bugar di usianya yang ke-69 tahun. Sementara Eisuke, dengan didampingi Masumi dan Sayuri, dalam kondisi fisiknya yang sudah mulai menurun bersikap tak kalah berwibawanya.

”Selamat malam, tuan Kenichi Shinoda, saya Masumi Hayami,”

Masumi membungkuk dalam memberikan salam pada Kenichi Shinoda. Kenichi mengangguk pada Masumi dan segera pandangannya tersita pada Sayuri, gadis cilik pemberani yang kini menatap penuh rasa ingin tahu padanya.

”Selamat malam, tuan Kenichi Shinoda. Perkenalkan, saya Sayuri Hayami, saya cucu tunggal kakek Eisuke Hayami. Kata kakek, saya boleh memanggil tuan dengan sebutan kakek. Apakah boleh saya memanggil tuan, kakek?”

Kenichi Shinoda mengangkat sebelah alisnya dan menatap pada Eisuke yang tersenyum samar padanya. Dia kagum dengan keberanian Sayuri yang kini kembali menatapnya dengan rasa penasaran khas anak-anak.

”Kau ingin memanggilku, kakek?”

Sayuri mengangguk, membuat bunga lily di gelungan rambutnya bergoyang pelan.

”Mengapa?”

”Karena, Anda kawan lama kakek dan kakek juga bilang kalau Anda cukup tua untuk dipanggil kakek. Jadi, saya pikir tidak masalah kan kalau saya memanggil Anda kakek, atau Anda lebih senang saya memanggil tuan?”

Seketika Kenichi Shinoda dan tangan kanannya, Kiyoshi Takayama, terbahak mendengar penuturan Sayuri yang begitu lugas.

”Cucu Anda ini, hebat sekali tuan Hayami, benar-benar keturunan Hayami sejati,”

Senyum senang mengembang di wajah Sayuri yang cantik, sementara Eisuke dan Masumi tersenyum menanggapi pujian spontan yang dilontarkan Kenichi pada Sayuri, mereka berdua tahu, Sayuri telah berhasil mencuri hati Kenichi Shinoda, sang oyabun.

”Ya, inilah para penerusku Kenichi, para pewaris tahta Hayami,”

Suara Eisuke yang berat menyiratkan berjuta makna, dan pandangan mata Kenichi juga Kiyoshi mengatakan dalam diam, mereka sangat paham maksud yang disampaikan Eisuke melalui ucapannya.

= # =

”Anda bisa tenang tuan Hayami. Kami mempertaruhkan hidup kami untuk kesetiaan kami terhadap Hayami,”

Kenichi Shinoda membungkuk dalam saat mengantarkan rombongan Hayami menuju mobil mereka.

”Aku tahu Kenichi, aku tak pernah meragukan itu,”

Eisuke menganggukkan kepala singkat dan beranjak memasuki mobil mewah berwarna hitam.

”Selamat malam kakek Shinoda, Sayuri pulang dulu ya. Sampai jumpa lagi,”

Sayuri membungkuk dalam, memberi salam dan bersikap sopan tanpa cela di hadapan sang tuan rumah, membuat Kenichi Shinoda tersenyum melihat sikapnya.

”Selamat malam, nona muda. Dan ingatlah selalu pesan kakek ya,”

”Baik kakek Shinoda, dan terima kasih banyak atas hadiahnya,”

Sayuri kembali membungkuk, memberikan salam dan tersenyum, menyentuh liontin kalung berbentuk lambang rumit yang menggantung di seuntai rantai platinum yang kini melingkari lehernya.

”Selamat malam, tuan Shinoda, tuan Takayama. Senang bertemu dengan Anda, sampai jumpa,”

”Selamat malam, tuan Hayami Muda,”

Masumi pun menghela Sayuri mengikuti jejak Eisuke memasuki mobil yang membawa mereka meninggalkan kediaman Kenichi Shinoda.

”Kiyoshi, cari Hashimoto. Rupanya dia belum jera juga,”

“Baik, *aniki

Kegeraman terdengar jelas dari nada suara Kenichi seiring pandangan matanya mengikuti lampu belakang mobil rombongan keluarga Hayami, hingga menghilang di balik gerbang kayu besar yang menutup perlahan.

= # =

“Kau senang Sayuri? Bagaimana kawan lama kakek tadi? Baik tidak orangnya?”

Sayuri yang tengah mengamati pemandangan lampu jalan seketika menoleh ke arah Eisuke dan menyunggingkan senyum kekanakan.

“Iya kek, Sayuri senang dan kakek Shinoda juga baik, hanya saja...”

”Kenapa Sayuri?”

Masumi yang sedari tadi begitu asyik dengan pemikirannya sendiri, seketika bereaksi begitu mendengar jawaban Sayuri.

”Kakek Shinoda itu aneh, juga kakek Takayama,”

”Aneh bagaimana Sayuri?”

”Ya aneh saja kek, matanya seram, hiy! Hampir seperti mata orang yang mengejar sayuri di Ginza tadi siang,”

Eisuke dan Masumi berpandangan, mereka sadar apa yang dirasakan Sayuri, dan dalam diam baik Eisuke maupun Masumi bersepakat untuk tidak melanjutkan pembicaraan ini sampai saat Sayuri bisa memahami semuanya.

Tiba-tiba Sayuri menguap, matanya yang besar tampak sayu dan berair.

“Ngantuk?”

Sayuri mengangguk lemah dan segera meletakkan kepala mungilnya di pangkuan ayahnya begitu Masumi menepuk pahanya, mempersilahkannya untuk tidur disana.

“Sayuri...?”

“Ya, kek...?”

“Kapan kau akan berangkat berlibur ke Momiji?”

Seketika Sayuri bangun. Pertanyaan Eisuke yang terkesan sambil lalu itu telah membuat rasa kantuk Sayuri hilang seketika. Dan tanpa Sayuri sadari, Masumi pun tersentak dengan petanyaan Eisuke itu, sementara Eisuke tersenyum samar menanggapi reaksi ayah dan anak itu.

“Jadi...? Ayah mengijinkan Sayuri pergi berlibur ke Desa Momiji?“

Masumi terdiam tak mampu berkata-kata. Jujur saja, ia benar-benar tidak tahu apa yang tengah direncanakan Eisuke, hanya saja ia tak tega melihat binar mata Sayuri yang berpendar penuh harap akan jawabannya.

“Iya, Sayuri, tadi ayahmu bukan hanya mengijinkanmu, bahkan ia sendiri yang akan menemanimu berlibur ke sana, begitu kan Masumi?”

”Benar begitu ayah? Asyiiiiiiiiikkkk!!!! Terima kasih ayah!!!”

Kali ini, Masumi benar-benar tidak bisa berkutik, ia benar-benar tak mengerti, mengapa semua orang seperti mendorongnya untuk pergi ke desa kecil bernama Momiji itu. Sambil membalas pelukan senang Sayuri, Masumi menatap tajam Eisuke yang tampak acuh tak acuh memperhatikan pemandangan malam melewati kaca jendela mobil.

’Baiklah  ayah, lagipula, siapa yang takut dengan tantangan,’

= # =

”Nona, mengapa membawa barang banyak sekali? Nona kan hanya berlibur bukannya pindah rumah,”

Bibi Michi terbelalak melihat begitu banyak barang yang berserak di atas tempat tidur Sayuri. Pagi ini Sayuri tengah sibuk berkemas, mempersiapkan segala keperluannya selama masa liburannya di Desa Momiji. Begitu bersemangatnya hingga ia ingin membawa begitu banyak barang miliknya untuk menyertainya pergi berlibur.

”Kalau tidak dibawa semua, bagaimana dong bi kalau Sayuri ternyata tiba-tiba membutuhkan salah satu dari barang tersebut?”

Bibi Michi tersenyum lembut pada Sayuri yang tampak tengah berkutat memasukkan kepala boneka kain yang terus saja menyembul dari tas kain merah yang entah sudah berisi apa saja.

”Sini, bibi bantu berkemas ya,”

Segera saja bibi Michi mengambil alih tas yang berada di tangan Sayuri. Dengan serta merta bibi Michi mengeluarkan segala isinya dan benar saja, segala macam mainan Sayuri ternyata masuk didalamnya. Sampai-sampai sebelah tangan dari boneka naga yang sudah copot juga ada di dalamnya. Bibi Michi menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum geli pada Sayuri yang kini menatap pasrah padanya.

”Nona akan berlibur kemana?”

”Ke Desa Momiji,”

”Berarti semua mainan ini tidak perlu dibawa,”

“Tapi bi...”

“Sepanjang yang bibi tahu, berlibur ke sebuah desa akan ada banyak keasyikan yang bisa nona temui dan nona lakukan di sana. Bahkan, justru nona akan membawa banyak mainan baru dari sana,”

“Benar bi?”

Bibi Michi mengangguk mengiyakan.

“Menurut bibi, lebih baik nona membawa peralatan gambar nona. Buku sket dan krayon ini bisa dibawa. Nona kan sangat pandai menggambar, nah di desa nanti, nona bisa mengabadikan keindahan desa melalui gambar nona,”

“Kalau sepanjang perjalanan aku bosan, bagaimana bi?”

“Nona bawa saja kertas origami ini. Kalau nona bosan, nona bisa membuat banyak-banyak origami. Lagipula, persediaan vcd dan dvd nona kan banyak, itu saja yang dibawa. Jadi, sepanjang perjalanan, nona bisa menonton film atau mendengar musik. Bagaimana?”

Sayuri tampak berpikir, menimbang-nimbang masukan dari bibi Michi.

”Oh iya, Bibi Michi, hebat deh!”

Sambil tersenyum, Sayuri pun mulai berkemas kembali di bawah supervisi bibi Michi. Sesekali terdengar perdebatan kecil tatkala Sayuri ngotot ingin membawa sesuatu yang menurut bibi Michi tidak perlu untuk dibawa. Setelah hampir satu jam, akhirnya kegiatan berkemas Sayuri rampung sudah. Menghasilkan satu koper sedang dan satu tas punggung kesayangan Sayuri dengan meninggalkan hampir 99% dari barang-barang yang sudah disiapkan Sayuri sebelum bibi Michi datang.

“Nah, semua baju dan keperluan nona selama liburan sudah selesai dikemas, tinggal berangkat deh,”

Sayuri dan bibi Michi tersenyum puas melihat hasil kerjasama mereka berdua.

“Terima kasih, bibi Michi, entah apa jadinya Sayuri jika tidak ada bibi. Bibi baik deh,”

Sayuri memeluk bibi Michi dan mencium kedua belah pipinya.

“Sama-sama, nona. Sama-sama,”

Sementara, dari ambang pintu, diam-diam Masumi menyaksikan mereka berdua.

’Sayuri....’

> to be continued

*kyodai : big brother, tingkatan dalam struktur keanggotaan yakuza, satu tingkat di bawah wakagashira (letnan satu) dan shateigashira (letnan kedua)
*oyabun : pemimpin tertinggi dalam hierarki yakuza
*geta : sandal tradisional Jepang, berbentuk seperti sandal jepit hanya saja terbuat dari kayu dengan tali terbuat dari kain
*aniki : panggilan untuk kakak laki-laki, biasanya digunakan dalam hierarki yakuza