Sabtu, 20 Agustus 2011

The Adventure of Sayuri Hayami #6


“Selamat pagi, pak,”

Mizuki membungkukkan badan, memberi salam pada Masumi yang baru keluar dari lift dan kemudian mengikuti atasannya itu memasuki ruang kerjanya.

“Selamat pagi, Mizuki,”

Masumi duduk di kursinya dan secara otomatis menekan tombol power notebooknya yang terbuka. Sementara Mizuki menyodorkan beberapa surat kabar dan setumpuk dokumen yang siap menyiksa otak Masumi untuk mengambil keputusan.

“Bagaimana keadaan tuan Hayami, pak? Apa hasil diagnosa dokter?”

Sementara tangannya meletakkan secangkir blue mountain, Mizuki menanyakan kondisi Eisuke pada Masumi yang kini tengah memeriksa satu persatu surat kabar.

”Begitulah, Mizuki, aku juga tak menduga ayah bisa terkena serangan jantung. Dokter Nakagawa mengatakan, ada pengerasan arteri. Saat ini sedang dipantau kondisinya, jika dirasa perlu, akan dilakukan tindakan pembedahan,”

Matanya melebar sesaat saat membaca salah satu surat kabar bisnis yang memuat headline yang begitu mencolok.

”Kau sudah baca ini, Mizuki?”

Masumi mengangsurkan Nihon Keizai Shimbun pada Mizuki.

Mata Mizuki langsung terpaku pada headline surat kabar bisnis itu, Gelombang Daito Enterprise. Tampak foto Eisuke Hayami, sang jendral Daito, tersenyum dengan mengenakan setelan jas terbaiknya. Mizuki tahu, kabar apa yang termuat dalam berita itu, karena dia sempat membacanya saat dalam perjalanannya menuju Daito.

“Iya pak, saya sudah membacanya,”

“Tidak media entertainment, tidak media bisnis, semua sama saja,”

Mizuki tersenyum mendengar gerutuan Masumi.

“Tapi media juga banyak membantu kita, pak, jangan bapak lupakan itu,”

Masumi menatap Mizuki dan mengendikkan bahunya.

“Apa saja jadwalku hari ini, Mizuki?”

Dengan efisien, Mizuki membacakan satu persatu urutan jadwal kegiatan Masumi seharian ini. Tidak seperti biasanya, Masumi menghela nafas panjang, membuat Mizuki mengerenyitkan dahi, heran dengan perilaku Masumi.

”Kira-kira, kapan aku bisa mengambil cuti Mizuki?”

Mizuki ternganga.

”Cuti? Bapak, ingin cuti?”

”Iya Mizuki, aku ingin cuti sejenak. Memangnya tidak boleh?”

”Tentu saja boleh, pak. Kalau memang bapak ingin berlibur sejenak, saya akan mengatur kembali jadwal bapak, tinggal kapan bapak ingin berlibur. Lagipula, bukankah memang Anda akan pergi berlibur bersama Sayuri?”

Masumi tampak berpikir dengan menyesap cangkir kopinya. Teringat pembicaraannya dengan Sayuri semalam saat duduk di depan ruang perawatan Eisuke. Desa Momiji, nama desa itu begitu menarik hatinya. Ada sesuatu yang membuatnya penasaran, kenapa tiba-tiba saja Sayuri begitu bersemangat untuk pergi kesana.

Masumi kembali mengalihkan pandangannya pada Mizuki yang masih menunggu responnya dengan notes dan pulpen, siap mencatat.

”Apa kau pernah mendengar tentang Desa Momiji?”

Mizuki mengangkat alisnya, baginya hari ini semakin lama Masumi semakin aneh di matanya.

”Desa Momiji? Sebuah tempat yang sangat indah, pak,”

”Begitu?”

Masumi bertanya pada Mizuki yang tersenyum.

”Iya, Desa Momiji, demikian orang menamainya saat musim panas karena di saat musim panas hingga musim gugur, dari kejauhan yang terlihat hanya warna oranye daun momiji menyelimuti desa. Di saat musim dingin, orang sering menyebutnya Desa Putih, karena seluruh wilayahnya akan putih tertutup salju, bahkan pohon-pohonnya pun seakan-akan terbuat dari salju,”

Masumi termangu.

”Darimana kau tahu begitu banyak tentang desa itu, Mizuki?”

”Saat saya masih kuliah, bersama teman-teman, saya pernah pergi ke beberapa desa untuk melakukan observasi mengenai kebudayaan setempat. Desa Momiji adalah salah satunya. Sebuah desa yang indah dengan kesahajaan penduduknya. Hingga kini, mereka masih mempertahankan kearifan lokal sehingga  tidak tergerus oleh laju arus tekhnologi. Berbeda dengan Desa Shirakawa yang memang dikelola secara profesional dan telah diakui Unesco sebagai salah satu warisan dunia, Desa Momiji benar-benar berkembang sendiri. Kota kecil yang terdekat dengan Desa Momiji berjarak sekitar 52 km, dan kebanyakan orang lebih mengenal kota kecil itu dibandingkan dengan Desa Momiji itu sendiri, karena merupakan pusat distribusi segala hasil bumi dari desa-desa di wilayah sekitarnya. Penduduk Desa Momiji pun sangat jarang yang pergi ke kota, karena segala kebutuhan mampu mereka sediakan sendiri. Dengan kata lain, untuk menjaga kearifan lokal terus bertahan, mereka sangat membatasi berinteraksi dengan tekhnologi dan dunia modern. Hanya segelintir penduduk yang dianggap bijak dan mampu menjaga jiwa terhadap godaan dunia modern yang bisa mewakili penduduk desa untuk berinteraksi dengan dunia luar. Termasuk dalam bidang perdagangan, seni budaya juga pendidikan,”

”Memangnya ada tempat yang seperti itu?”

Mizuki kembali tersenyum menanggapi pertanyaan Masumi.

”Bapak boleh percaya boleh tidak. Pada awalnya saya juga bersikap skeptis seperti bapak mengenai hal kebudayan lokal yang berkembang di tiap-tiap daerah, namun ketika saya terjun langsung, saya baru benar-benar percaya dan memahami untuk apa  ada beberapa orang yang masih mempertahankan keyakinan seperti itu. Meskipun begitu, kita tidak bisa memandang sebelah mata, mereka pun cukup melek tekhnologi, hanya saja mereka memilih untuk tidak tergantung pada tekhnologi. Mereka juga tidak menutup diri terhadap dunia di luar dunia mereka. Terbukti, mereka dengan tangan terbuka menerima kami dan juga orang asing yang berminat mempelajari kebudayaan mereka,”

Masumi menyimak dengan seksama uraian panjang lebar dari Mizuki. Sungguh, hatinya semakin tertarik untuk menyertai Sayuri berlibur ke Desa Momiji.

”Apakah bapak ingin ke Desa Momiji?”

”Mungkin saja, Mizuki,”

”Saya rasa tidak akan rugi jika bapak sekali-kali berlibur ke tempat yang tidak biasanya. Apalagi, kalau saya tidak salah ingat, di musim panas ada festival budaya setempat untuk merayakan kehadiran musim panas yang juga  merupakan persembahan bagi dewa pertanian yang telah memberikan hasil panen yang melimpah, khususnya buah kesemek,”

”Kesemek ya?”

”Iya pak, Desa Momiji adalah salah satu sentra penghasil buah kesemek terbaik di Jepang, bahkan buah kesemek mereka dikhususkan untuk di ekspor ke beberapa negara di benua Eropa dan Amerika. Namun ya itu tadi, kepopuleran buah kesemek mereka sangat kontradiktif dengan kearifan budaya lokal yang masih dipertahankan hingga saat ini,”

Masumi terdiam, ketertarikan dalam hatinya semakin besar.

”Apakah bapak berminat ke Desa Momiji?”

Kembali Mizuki mengajukan pertanyaan pada Masumi yang tampak merenung. Dalam hati Mizuki bertanya-tanya, kenapa atasannya ini tiba-tiba tertarik pada sebuah desa kecil yang bahkan nama aslinya saja sudah banyak orang yang melupakannya.

”Sayuri yang ingin berlibur kesana, Mizuki”

”Sayuri? Hebat sekali dia bisa mengetahui informasi tempat berlibur yang begitu indah,”

”Justru itu yang membuat aku heran, Mizuki. Sebelumnya ia sangat ingin berlibur dengan mengunjungi tempat-tempat wisata yang cukup terkenal di seluruh wilayah Jepang, bahkan aku pun sampai perlu meluangkan waktu khusus untuk melaksanakan keinginan Sayuri. Tapi, kini, tiba-tiba saja dia ngotot ingin pergi ke Desa Momiji ini. Berdasarkan keteranganmu barusan, sepertinya itu adalah sebuah daerah untuk wisata pendidikan, bukanlah tempat yang tepat untuk bersenang-senang bagi anak seumur Sayuri,”

”Saya rasa tidak ada salahnya Sayuri berkunjung ke tempat-tempat seperti Desa Momiji. Apalagi sampai berkesempatan tinggal sementara di sana untuk mempelajari lebih dalam mengenai kebudayaan lokal. Akan sangat baik untuk menambah pengetahuan Sayuri selain dia bisa berlibur dalam suasana berbeda, dia bisa belajar untuk  menghargai perbedaan dan juga belajar untuk lebih mencintai negaranya,”

Dalam hati Masumi membenarkan perkataan Mizuki. Bagaimanapun ia ingin memberikan yang terbaik bagi Sayuri dan apabila mengirimnya berlibur ke Desa Momiji memberikan hal baik bagi Sayuri, tentunya Masumi tidak akan segan-segan melakukannya.

”Tolong, nanti kau berikan padaku data lengkap mengenai Desa Momiji. Setidaknya aku ingin mempelajarinya lebih dalam sebelum aku pergi kesana bersama Sayuri,”

”Baik pak, sebelum makan siang semua data akan sampai di meja bapak. Ada lagi pak?”

”Tidak, untuk saat ini cukup itu dulu,”

”Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu,”

Masumi pun mengangguk pada Mizuki yang kemudian segera berlalu dari ruangannya.

= # =

”Itukah anak Masumi Hayami?”

Dua orang pria dengan tampang dingin tengah mengamati Sayuri yang asyik berlarian di halaman rumah sakit, membuat bibi Michi tampak kewalahan mengikutinya.

”Iya, itu anaknya, cantik bukan?”

Senyum sisnis segera mengembang dari wajah salah satu pria itu.

”Iya, cantik sekali,”

Dan seringai dingin itu tidak hilang juga seiring tatapan matanya yang terus mengikuti langkah kaki Sayuri hingga menghilang di balik pintu kaca besar rumah sakit itu.

= # =

Wajahnya mengerut resah tatkala sambungan teleponnya hanya terhubung pada pesan kotak suara. Kembali di tekannya keypad panggil cepat pada ponselnya dan kali ini pada awal nada sambung, lawan bicaranya telah mengangkat teleponnya.

”Kau kemana saja, Hijiri?”

Suara gusar Masumi tampak jelas terdengar bagi Hijiri.

”Ma’af pak, tadi saya bertemu dengan informan yang memberikan informasi penting mengenai Proyek Merah,”

Mendengar kode operasi yang tengah dijalankan Hijiri, hati Masumi yang gusar melunak.

”Lalu, bagaimana hasilnya?”

”Semoga ini merupakan titik terang pak, saya masih akan menelusuri lebih lanjut,”

Masumi mengehela nafas, sepertinya apa yang ditemukan Hijiri bukanlah sesuatu yang menggembirakan. Namun, saat Masumi berniat untuk menyerah, setiap satu langkah yang menunjukkan titik terang, walupun kecil sekali, selalu mampu kembali membangkitkan harapannya.

”Mungkin, hal itu bisa menunggu Hijiri, ada tugas yang harus kau selesaikan terlebih dahulu,”

Hijiri menyimak rincian tugas yang disampaikan Masumi melalui ponselnya. Dan apa yang ditugaskan Masumi padanya benar-benar membuatnya terkejut.

”Desa Momiji?”

”Iya, Desa Momiji, aku ingin kau mencari informasi detail mengenai desa itu. Tidak perlu sampai kau datangi, cukup menggali informasi tentang letak geografis, kebudayaan setempat dan juga acara apa yang tengah berlangsung di desa itu saat ini. Jika memungkinkan, coba kau cari juga informasi mengenai kemungkinan untuk menyewa akomodasi tempat tinggal selama aku dan Sayuri tinggal di sana,”

Hijiri hanya diam termangu, jujur saja, saat ini dia tengah berada dalam radius tak lebih 25 km dari desa yang dimaksud Masumi, namun tentu saja dia tak bisa menyampaikannya pada Masumi.

”Hijiri?”

”Ya pak, besok pagi saya akan menghadap bapak untuk menyampaikan hasil investigasi saya,”

Nada suara Hijiri yang tidak seperti biasanya, tak luput dari perhatian Masumi, membuatnya merasakan ada sesuatu yang disembunyikan Hijiri darinya.

”Apakah kau mengetahui sesuatu yang aku tidak tahu, Hijiri?”

Ada jeda sejenak dalam pembicaraan mereka, dan Masumi bisa membayangkan raut muka Hijiri saat berpikir.

”Tidak pak, tidak ada yang saya sembunyikan,”

Masumi tidak serta merta percaya pada Hijiri, namun ia tahu, tak ada gunanya mendesak Hijiri saat sedang tidak berhadapan langsung.

”Baiklah kalau begitu, kutunggu besok di tempat biasa. Dan, Hijiri...”

”Ya pak?”

”Aku percaya sepenuhnya, padamu. Sayonara,”

Masumi menekankan kalimat terakhirnya pada Hijiri, sebelum ia menutup sambungan teleponnya. Hijiri terpaku memandangi ponselnya yang kini menggaungkan nada sibuk berkepanjangan.

’Ma’afkan saya pak Masumi,’

= # =

Asa tengah menemani Eisuke, saat penyentaranya bergetar. Sebuah pesan singkat masuk menyampaikan keinginan untuk berbicara dengan Eisuke. Asa memandang ke arah Eisuke yang tengah membaca salah satu artikel bisnis di majalah.

”Ma’af tuan, Hijiri,”

Eisuke memandang ke arah Asa, dan Asa pun mengerti. Diambilnya ponsel Eisuke dan segera menghubungkannya pada Hijiri. Tak sampai dering nada sambung kedua, suara Hijiri telah terdengar dalam sambungan telepon itu.

”Ya, Hijiri?”

”Saya dengar tuan sedang kurang sehat,”

”Sudahlah Hijiri, apapun mengenai kesehatanku tidaklah penting saat ini, toh aku sekarang juga beristirahat di rumah sakit. Apakah kau sudah bertemu dengan Hideo? Apa saja yang sudah kalian dapat?”

Hijiri, dengan sesekali ditimpali pertanyaan dari Eisuke, memperinci apa saja yang sudah didapatnya, juga segala hal yang diperoleh Hideo. Hingga sampai pada laporan Hijiri mengenai Masumi.

”Jadi Masumi memintamu untuk mencari informasi soal Desa Momiji?”

“Benar tuan, pak Masumi bilang kalau dia sendiri yang akan menemani nona kecil berlibur ke Desa Momiji, tapi sebelumnya dia ingin informasi mendetail mengenai desa tersebut,”

Eisuke tampak terdiam mendengar penuturan Hijiri, berpikir dan mencerna segala yang disampaikan anak buah kepercayaan Masumi itu.

“Biarkan saja Hijiri, berikan saja apa yang dia mau, tapi ingat, kau tahu sampai batas mana yang bisa kau sampaikan pada Masumi,”

“Baik tuan, saya akan sangat berhati-hati,”

= # =

Kazumi tengah memandangi daun-daun momiji yang mulai berubah warna. Tak berapa lama lagi, seluruh permukaan desa akan terlihat memerah oranye jika dilihat dari puncak bukit. Kazumi sangat menggemari pemandangan desa yang seperti itu. Dan kali ini, akan menjadi musim panas yang ke enam sejak keberadaannya di desa ini.

Langkah kakinya terus berayun pelan, menyusuri jalan desa yang teduh di bawah naungan pohon momiji dan bambu yang tumbuh berselang seling di kanan kiri jalan. Sungguh, suasana yang begitu asri dan menenangkan.

Tak sadar, langkah kakinya sampai di perbatasan antara jalan raya dan jalan masuk desa. Matanya memandang jauh ke jalan raya yang lengang. Hanya daun berserakan tampak menghiasi jalan. Kazumi berjalan perlahan ke arah halte bis. Dari perkiraannya, bis terakhir yang menuju ke kota untuk pemberangkatan siang ini pasti sudah berangkat. Dan masih akan lama lagi hingga sore menjelang sampai ada dua kali armada bis lagi yang akan lewat.

Kazumi kemudian duduk di bangku halte, mengamati jalanan lengang dan menikmati suasana yang begitu damai. Sesekali terdengar gemerisik daun, saat Kazumi menoleh ke arah suara itu berasal, ternyata tupai-tupai tengah berlarian di antara dahan-dahan pohon. Dan kini pandangan matanya beralih pada segerombolan kupu-kupu hutan yang terbang melintas, seperti serombongan gadis remaja yang asyik bercengkerama, menggosipkan tentang pemuda tanggung yang menjadi idola mereka.

Senyum mengembang di bibir Kazumi. Disinilah semuanya berasal. Di halte ini, sekitar enam tahun yang lalu, Kazumi ditemukan dalam kondisi menangis dan kedinginan di senja yang berkabut oleh pasangan Okada. Dengan segala kasih sayang dan ketulusan, pasangan Okada membawanya ke kediaman mereka, merawat dan bahkan hingga saat ini menganggapnya sebagai anak gadis mereka. Sekelumit perasaan sedih menghampiri hati Kazumi karena hingga saat ini hanya itu yang mampu dia ingat.

Dengan menyandarkan kepala pada tiang halte, Kazumi mencoba kembali menapak tilas perjalanan hidupnya. Berusaha meretas ulang semua kejadian-kejadian yang membawanya sampai di sini saat ini. Namun, semua gelap, sampai sakit rasa kepala Kazumi, tetap saja dia belum mampu mengingat secuil pun tentang kehidupannya di enam tahun yang lalu.

Seekor burung walet terbang lurus melintas di atas kepala Kazumi, menyadarkannya dari lamunan.

’Andai saja, aku bukan seseorang yang kehilangan ingatanku, tentunya aku tak perlu merasa begini terbeban... Harusnya aku bisa menjalani kehidupanku dengan tenang tanpa beban, seperti walet yang terbang bebas itu...’

Kazumi berandai-andai sendiri.

Puas menikmati pemandangan jalan dari halte, Kazumi berdiri dan mengayunkan langkah kakinya, menyusuri kembali jejak-jejak langkahnya menuju desa. Samar-samar, telinganya mendengar deru kendaraan yang perlahan mulai mendekat.

’Sepertinya libur musim panas sudah dimulai,’

Kazumi tersenyum sendiri. Berdasarkan pengalamannya selama menjadi penduduk Desa Momiji, tak lama lagi pasti akan banyak orang asing yang berkunjung, sekedar untuk menikmati suasana desa atau untuk mempelajari kebudayaan lokal yang hingga kini masih dipertahankan penduduk desa. Namun, dari perbincangan yang dilakukan Kazumi dengan wisatawan yang berkunjung, mereka sangat mengagumi suasana desa saat berlangsungnya festival musim panas dan keindahan pemandangan desa yang menyala-nyala oleh pesona warna daun momiji. 

Kembali senyum mengembang di bibir Kazumi. Festival musim panas selalu merupakan hal yang menyenangkan bagi siapapun, juga bagi Kazumi sendiri. Akan ada banyak hal-hal yang menarik selama festival musim panas diadakan, khususnya di Desa Momiji. Hampir seluruh penduduk desa akan mengeluarkan kemampuan terbaik mereka untuk ikut menyemarakkan festival. Bahkan bibi Akane akan memamerkan seluruh koleksi kimono buatannya yang indah. Kazumi ingat, bagaimana seorang wisatawan wanita begitu kebingungan menentukan pilihan akan mengambil kimono yang mana diantara tiga pilihan. Dan akhirnya, berlembar-lembar yen masuk ke kantong bibi Akane karena sang wisatawan memutuskan untuk membeli semuanya.

Mengingat semua kesenangan festival musim panas, membuat Kazumi mempercepat langkahnya. Dia teringat akan janjinya untuk membantu Tomoko-chan dan teman-temannya mempersiapkan drama anak-anak yang akan ditampilkan di malam puncak festival musim panas.

= # =

Hijiri tengah memacu mobilnya kembali menuju Tokyo saat pandangan matanya tersita sesosok wanita yang berjalan cepat-cepat menyusuri jalan masuk ke Desa Momiji. Seketika Hijiri menginjak pedal rem hingga ban mobilnya berdecit tergerus aspal jalan.

’Itu kan?!?’

Hijiri masih terdiam mengamati dari dalam mobilnya pada punggung wanita yang terus berjalan jauh masuk ke dalam desa.

’Mungkinkah?’

Hijiri memutuskan memutar roda kemudinya, berbelok menuju arah jalan masuk desa. Berusaha meredam rasa penasaran dan adrenalin yang berpacu, Hijiri mengemudikan mobilnya dengan kecepatan rendah. Perlahan namun pasti menghampiri sosok wanita yang seolah tak terusik dengan deru suara mesin Hilux yang dikendarainya. Hingga saat ia menghentikan kendaraannya tepat di samping wanita itu.

’Demi Dewa Yang Maha Agung!’

Hijiri benar-benar shock saat melihat sosok wanita itu dari samping. Terlebih saat wanita mungil itu menoleh dan tersenyum ramah padanya.

= # =

”Tuan,”

Asa berkata pelan di dekat Eisuke, tampak sekali ia tidak ingin apa yang akan dibicarakannya terdengar oleh Sayuri yang tengah asyik menonton saluran tv kegemarannya dari layar plasma televisi di ruang perawatan Eisuke. Eisuke menatap ke arah Asa dan mengangkat sebelah alisnya penuh tanda tanya. Dengan perlahan, Asa menunjukkan penyentara miliknya, membiarkan Eisuke membaca pesan yang ada di sana.

Seketika wajah Eisuke menegang. Kerut-kerut kemarahan tergambar jelas di sudut matanya, menimbulkan kedut di sudut bibirnya yang mengerat erat.

”Apa Masumi sudah tahu?”

”Sepertinya tuan muda belum tahu, tuan,”

”Anak itu...”

Pandangan Eisuke beralih pada Sayuri yang masih asyik menonton. Wajah polosnya begitu serius mengamati semua gerak yang ada di televisi. Sesekali tawa riang muncul dari mulutnya saat tokoh kartun kesayangannya melakukan adegan yang lucu. Eisuke menghela nafas.

”Siagakan orang-orang kita, Asa, yang terbaik. Koordinasikan juga dengan Hijiri, seharusnya sebelum besok siang dia sudah sampai kembali ke Tokyo. Saat ini, hanya dia yang kupercaya mampu menjaga Sayuri dengan baik,”

”Bagaimana dengan tuan muda?”

”Jangan biarkan Masumi tahu dulu, masalah yang harus dia selesaikan sudah cukup banyak. Lagipula, sepertinya ada yang rindu ’sentuhan’ku,”

Mata Eisuke berkilat, membuat Asa merasakan kengerian menyelinap dalam hatinya. Walau tidak bisa dipungkiri pertambahan usia mulai melemahkan fisiknya, namun bagi siapa saja yang mengenal dengan baik Eisuke pastinya akan sangat tahu bahwa Eisuke memang bukan orang yang bisa diremehkan begitu saja.

= # =

Mereka masih saja terus mengamati seperti pemburu menunggu mangsanya dari pelataran parkir. Sesekali salah seorang dari mereka menjentikkan rokok di tangannya, membuang abu rokok melalui kaca jendela mobil yang terbuka. Wajah mereka begitu kaku dan keras dengan sorot mata begitu dingin.

Tiba-tiba dering ponsel memecah kesunyian dalam mobil itu, menyentakkan mereka berdua yang tenggelam dalam pikiran masing-masing.

”Ya?”

Si perokok mengangkat ponselnya dan menyimak lawan bicaranya. Tampak tarikan emosi merubah sejenak raut wajahnya yang kaku dan dingin.

”Begitu ya, ok, kita mundur sekarang,”

Begitu menutup ponsel, wajahnya kembali mengeras. Otot rahangnya berkedut dan pandangan matanya menyipit.

”Kita pergi sekarang,”

Rekannya menoleh padanya dengan pandangan heran.

”Pergi?”

”Iya, terlalu berbahaya, si tua itu tahu keberadaan kita,”

Pandangan mengerti termaktub di wajah rekannya. Tanpa bicara dia memutar roda kemudi dan berlalu meninggalkan pelataran parkir rumah sakit.

= # =

”Selamat siang, tuan, apakah tuan akan berkunjung ke desa kami?”

Sapaan itu begitu ramah, membuat Hijiri terpaku, ia benar-benar shock, hingga membuatnya kelu tak bisa berkata-kata. Tak hanya postur tubuh dan wajahnya, bahkan suaranya pun mirip sekali.

”Tuan?”

Wanita mungil itu kembali memanggilnya, dan kini kepalanya meneleng sedikit, menatap tak mengerti melewati kaca jendela mobil yang terbuka pada Hijiri yang masih saja diam terpaku dengan tangan menggenggam erat roda kemudi. Seakan tersengat sesuatu, Hijiri tersentak dari pikirannya dan dengan buru-buru mematikan mesin kendaraannya dan turun mendekati si wanita mungil itu.

”Oh, ma’af...Nona....”

”Kazumi Okada, tapi Anda boleh memanggil saya, Kazumi,”

’Kazumi Okada?’

Hijiri kembali tercenung, berbagai kemungkinan melintas dalam otaknya, membuat Kazumi semakin bingung dengan laki-laki berpenampilan rapi ini.

”Tuan? Anda baik-baik saja?”

Kembali Hijiri tersentak.

”Oh, eh, ma’af nona Okada, saya hanya sedang teringat seseorang,”

Dan sosok Kazumi, atau Maya dalam pandangan Hijiri, tersenyum, membuat Hijiri semakin yakin, bahwa ini memanglah Maya Kitajima.

”Ma’af nona Okada, apakah benar ini jalan menuju Desa Momiji?”

”Benar tuan,”

Dan sebenarnya, tanpa dijawab pun, Hijiri sudah tahu akan hal itu.

”Apakah tuan akan berkunjung ke desa kami?”

Kembali Kazumi melontarkan pertanyaan yang sama pada Hijiri.

”Ehm, iya, nona Okada, saya memang berencana untuk berkunjung ke Desa Momiji, menurut informasi yang saya peroleh, saat musim panas begini, Desa Momiji dan beberapa desa di sekitarnya mengadakan festival menyambut musim panas,”

Kazumi tersenyum cerah.

”Benar sekali tuan. Sudah menjadi tradisi di desa kami untuk mengadakan festival tahunan menyambut datangnya musim panas. Selain itu, tujuan utama dari pengadaan festival ini adalah sebagai bentuk rasa terima kasih kami pada Dewa Pertanian dan Dewa Kesuburan atas hasil panen kami yang melimpah. Silahkan, jika tuan akan datang berkunjung, dengan senang hati kami akan menerima kedatangan tuan beserta keluarga,”

Penjelasan Kazumi begitu rinci dan jelas, persis seperti seorang pemandu wisata yang tengah memandu para wisatawan. Sejenak Hijiri menjadi ragu-ragu akan kesimpulan yang telah ditariknya. Namun, kembali berbagai macam kemungkinan melintas di kepalanya, membuatnya bertekad untuk mengetahui ada apa sebenarnya di balik semua ini.

”Begitu ya... Kedengaran sangat  menarik. Apakah ada akomodasi penginapan yang bisa kami sewa seandainya kami memutuskan untuk tinggal di desa?”

”Penginapan ya... Mohon ma’af, tuan, desa kami bukanlah desa komersial semacam itu, jadi tempat-tempat penginapan memang tidak ada. Namun, apabila ada wisatawan yang ingin tinggal sementara di desa kami, bisa tinggal di rumah-rumah penduduk yang memang di peruntukkan sebagai akomodasi bagi wisatawan. Tentunya tidak berfasilitas sehebat penginapan komersial, tapi kami menawarkan suasana rumah yang penuh dengan kehangatan keluarga,”

Hijiri termangu, informasi inipun sebenarnya sudah ia ketahui secara mendetail.

”Apakah tuan berencana untuk menginap di desa kami?”

”Begitulah, kami berencana untuk menghabiskan waktu liburan kami di desa ini. Kami tidak ingin ketinggalan berbagai acara yang dilaksanakan sepanjang musim panas. Apakah ada rumah penduduk yang bisa kami tempati?”

”Memangnya Anda akan datang bersama keluarga? Anak dan istri maksudnya?”

”Tidak, kemungkinan besar saya akan datang bersama kakak dan keponakan saya. Keponakan saya adalah gadis kecil yang sangat lincah berumur hampir enam tahun, dialah yang sangat antusias ingin berkunjung ke desa ini,”

”Oh, kalau begitu, Anda bisa menempati pavilliun di rumah kami, kebetulan saat ini belum ada wisatawan yang akan menempati, jadi Anda dan kakak Anda, beserta keponakan Anda bisa menempatinya,”

”Begitukan nona Okada? Terima kasih banyak jika begitu, kami akan sangat senang sekali jika sudah mendapatkan tempat menginap. Apalagi keponakan saya. Terima kasih banyak atas bantuan Anda, nona Okada,”

Hijiri tersenyum senang, dia tak menyangka, segalanya bisa berjalan sedemikian mudah. Dia pun membungkukkan badan menyampaikan rasa terima kasih.

”Sama-sama tuan, saya juga sangat berterima kasih karena Anda sekeluarga mau berkunjung ke desa kami,”

Kazumi membalas ucapan terima kasih Hijiri dengan tindakan yang sama.

”Baiklah nona Okada, saya berterima kasih banyak atas informasi nona juga atas kesediaan nona memberikan akomodasi penginapan bagi kami. Oh ya, mungkin kami akan datang dalam minggu ini, bagaimana nanti kami menghubungi nona?”

”Tuan tenang saja, begitu tuan masuk melewati gerbang desa, silahkan bertanya dimana rumah keluarga Okada pada rumah pertama yang tuan temukan, akan sangat mudah menemukan rumah kami, karena sistem kekerabatan kami memudahkan orang asing untuk menemukan rumah yang dicari. Dengan kata lain, asal Anda sudah mengetahui tujuan tuan, Anda tidak akan tersesat, karena, walau desa kami tidaklah kecil wilayahnya tapi kami saling mengenal satu sama lain dengan sangat baik,”

”Baiklah jika begitu nona Okada, terima kasih banyak. Saya pamit dulu, jika tidak ada perubahan rencana, minggu ini kami sekeluarga sudah bisa menginap di desa yang indah ini,”

”Sama-sama, tuan,”

Hijiri pun beranjak memasuki kendaraannya dan duduk di belakang kemudi, memutar kendaraannya dan bersiap untuk melanjutkan perjalanannya kembali ke Tokyo.

”Sayonara, nona Okada dan terima kasih banyak,”

”Sayonara, tuan... Eh, ma’af, nama tuan?”

”Oh iya, ma’af, saya lupa menyebutkan nama saya. Saya Hijiri, Karato Hijiri,”

”Baik tuan Hijiri, kami akan tunggu kedatangan Anda bersama keluarga. Sayonara dan terima kasih,”

Kazumi melambaikan tangan pada Hijiri yang melaju meninggalkan Kazumi yang menatap kepergiannya dengan senyum tersungging.

Kazumi melanjutkan langkahnya, hatinya senang, belum apa-apa, rumahnya akan ramai oleh wisatawan dan terbayang sudah asyiknya berbagi cerita dengan orang-orang baru. Tahun lalu, Tanaka sekeluarga yang menginap di pavilliun samping rumahnya, dan tahun ini keluarga Karato Hijiri akan mengisinya.

’Karato Hijiri?’

Wajah Hijiri melintas di benak Kazumi, membuatnya terdiam dan terpaku.

’Hijiri? Hijiri? Karato Hijiri?’

= # =

”Tuan,”

Hijiri membungkuk memberikan salam pada Eisuke yang duduk di atas pembaringan rumah sakit.

”Bagaimana perjalananmu Hijiri? Lelah?”

”Terima kasih atas perhatian tuan, tidak saya tidak lelah. Saya tadi melanjutkan perjalanan dengan kereta api, jadi tidak perlu kelelahan karena berkendara,”

”Begitu ya... Jadi, apa yang sudah kau dapatkan?”

”Saya bertemu langsung dengan target, tuan,”

”Benarkah? Dan apakah benar kesimpulan kita selama ini?”

”Seharusnya benar tuan, namun ada sesuatu yang aneh,”

”Aneh?”

”Nona Maya Kitajima sama sekali tidak mengenali saya, bahkan ia menyebut dirinya sendiri Kazumi Okada,”

Mata Eisuke melebar, menyiratkan tanya yang begitu besar di benaknya.

”Kenapa bisa begitu?”

”Itu yang saya belum tahu, tuan. Menurut perkiraan saya, sepertinya nona Maya Kitajima mengalami trauma yang sangat hebat sehingga ia mengalami amnesia. Tapi itu semua masih spekulasi saya, untuk membuktikan nona Kazumi Okada adalah benar nona Maya Kitajima, harus dilakukan beberapa tes. Dan jika saja, memang benar nona Kazumi Okada adalah nona Maya Kitajima, kita masih harus melakukan serangkaian observasi untuk mengetahui penyebab hilangnya ingatan nona Maya Kitajima,”

”Apakah kau ragu jika si Kazumi Okada ini adalah Maya Kitajima?”

”Secara fisik dan suara, tidak diragukan lagi, nona Kazumi Okada tak lain dan tak bukan adalah nona Maya Kitajima, hanya saja, personaliti yang ada di dalam fisik itu ada perbedaan. Untuk itulah saya belum berani memastikan bahwa orang yang saya temui adalah nona Maya Kitajima sendiri,”

”Aku mengerti,”

Eisuke tampak terdiam dan  berpikir. Rasanya sudah begitu dekat namun ia tak menyangka, ternyata tidak mudah untuk membawa Maya Kitajima kembali ke Tokyo.

‘Andai saja waktu itu aku tidak begitu gegabah dalam mengambil keputusan,’

“Tuan?”

Eisuke masih terdiam, menekuri segala kejadian yang berujung pada menghilangnya Maya Kitajima.

“Baiklah Hijiri, seperti biasa, kerja bagus,”

“Terima kasih tuan, sudah menjadi tugas saya,”

“Sekarang, seperti yang sudah disampaikan Asa padamu, kau harus menajamkan pandanganmu di sekitar Sayuri. Kau mengerti?”

Hijiri mengangguk takzim.

“Iya tuan, saya mengerti,”

“Waspadalah selalu Hijiri, karena nyawa Sayuri taruhannya,”

Hijiri membungkuk, memahami dengan jelas arti peringatan Eisuke.

> to be continued

11 komentar:

  1. hadeeehhhhhhh kasian hijiri yg tabah yak....XD
    makasih apdetnya :)

    BalasHapus
  2. Makasih udah update....lanjut lagi ya wid dya

    BalasHapus
  3. dimohon untuk lanjutan updateannnya.. sangat2 penasaraaannn T~T
    jujur aku jd tertarik jg ama Desa Momiji.
    Sis Feather Pen selain bs nulis FF, ternyata sgt berbakat jd informan juga,hehheee..
    good job! ^o^

    BalasHapus
  4. Tiap kali baca story ini, rasanya sayuri hayami itu betul2 nyata bukan cuma seorang tokoh dlm cerita :) great story!

    BalasHapus
  5. Belum ada update lagi sista...

    BalasHapus
  6. Wah tq u/ updatenya sista.... pingin tau lanjutannya...wah berarti maya bener-bener amnesia ya... eisuke aja sampai ndak tau.....hu..hu..hu..

    BalasHapus
  7. apa yg direncanakan Eisuke ya???kenapa nyawa sayuri taruhannya???terus siapa laki2 dua tadi hemmm penasarannnn

    BalasHapus
  8. wooghh... Sayuri diincer??? siapa nih yg mau nakal ama Sayuri-kuww!!!! ntar kujewer ampe panjang yah telinganya..
    wkwkkw.. Pak Eisuke sekilas jd mirip kaya Bang Napi..
    "Waspadalah!!" XDDDD
    keren sistah, lanjutkaan!!!!
    pnasaran ama Kazuminya...!! bangettt ^0^

    BalasHapus
  9. wah apa yg terjadi 6 taun lalu.. duh duh duh.. knp sayuri menjadi taruhan,,,duh duh... msh penasaran..lanjuddd..:D thxx

    BalasHapus
  10. kayaknya Eisuke punya andil yg cukup besar deh dlm case hilangnya maya 6 tahun lalu. Pastinya itu bukan masalah kecil, krn maya bisa sampai shock & hilang ingatan kyk gitu. Hmm...hmm... *flo*

    BalasHapus
  11. sumpah.... peansarannnnnnnnnnnnnn buagusssssssssss bangeeeeeeeeeeeet


    tambah dong wkwkwkw

    BalasHapus

Please, just leave your comment here -Thank you-