Minggu, 07 Agustus 2011

The Adventure of Sayuri Hayami #2

”Bangun, Sleepy Head,”

Sayuri tetap bergeming.

”Cantik... Ayo bangun, kau bisa terlambat ke sekolah nanti...”

Bukannya bangun, Sayuri malah membalikkan badan membelakangi Masumi yang duduk disampingnya, tengah berusaha membangunkannya.

”Sayuri...,”

”Aaaahhhhh.... Sayuri masih ngantuk, ayah...”

Masumi tersenyum, memandang putrinya kembali meringkuk dan semakin rapat menyelimuti dirinya.

”Jadi, tidak mau bangun nih?”

”Nggak,”

Dari suara Sayuri yang menyahut tangkas, Masumi tahu, gadis kecilnya itu sudah mulai terjaga.

”Sayuri... Ayo bangun...”

”Nggak mau,”

”Beneran nih, nggak mau bangun?”

Masumi terus memandang punggung mungil itu.

”Tidak sekolah juga?”

”Iya,”

Masumi menghela nafas perlahan, menurutnya ini saatnya mengeluarkan senjata terakhir untuk membuat Sayuri segera beranjak dari tempat tidurnya.

”Ya sudah kalau begitu, berarti memang ada yang tidak mau pergi liburan musim panas ini, rupanya,”

”Ah, ayah gitu!”

Masumi tahu, tak perlu menunggu sampai hitungan detik, senjatanya akan tepat mengenai sasaran. Terbukti, Sayuri langsung bangkit dari tempat tidurnya dan memandang kesal pada Masumi dengan matanya yang masih mengantuk.

”Kenapa bangun? Ayah tidak apa-apa kok kalau Sayuri tidak mau bangun dan  sekolah,”

”Aaaaahhhhh... Ayah gitu ah... Ini kan Sayuri sudah bangun...”

”Lantas, kalau sudah bangun?”

Masumi mengerling jenaka pada Sayuri yang masih asyik mengucek mata dan mengulat disertai kuapan panjang. Dengan masih berada di tempat tidur, Sayuri berjalan diatas lututnya, menghampiri Masumi yang masih duduk di pinggir tempat tidurnya dan mencium kedua pipinya..

”Selamat pagi, ayah,”

”Selamat pagi, Sayang. Nah, begitu dong, ini baru anak ayah. Ngomong-ngomong, ini bau apa ya?”

Masumi mengendus-endus membuat Sayuri kebingungan.

”Oh, ini dia sumber baunya! Ternyata ada yang belum mandi!”

Masumi berseru sambil menciumi Sayuri membuat gadis cilik itu tergelak kegelian.

”Ayah! Sudah! Sudah! Ayah! Ampun! Iya, iya, Sayuri mandi! Ampun, ayah!”

Dengan masih tertawa, Sayuri, memeluk leher Masumi.

“Sayuri, sayang ayah, “

Masumi tersenyum trenyuh mendengar ungkapan polos putrinya. Ia membalas pelukan sayang Sayuri dengan sepenuh hati. Hatinya mengembang bahagia dan haru, sungguh, baginya kini inilah rasanya bahagia.

“Ayah juga sayang, Sayuri, sangat sayang...”

Sambil masih memeluk erat leher ayahnya, tiba-tiba mata Sayuri tertumbuk pada kursi tempat biasa dia menyampirkan seragam sekolahnya.

‘Hah! Gawat!!! Kemana seragam sekolahku?’

Tanpa berkata-kata, Sayuri melepaskan pelukannya di leher Masumi, melompat dari tempat tidurnya dan berlari keluar kamar.

”Sayuri?!?”

Masumi yang masih terbuai oleh kehangatan dan aroma kanak-kanak Sayuri, merasa heran dengan tingkah polah Sayuri. Dengan benak bertanya-tanya, ia mengikuti Sayuri yang telah menuruni anak tangga dengan cepatnya dan menghilang entah ke bagian mana dari rumah yang luas ini.

”Bibi! Bibi Michi! Bibi Michi, kau dimana?”

Terdengar suara lantang Sayuri dari arah dapur. Masumi mengikuti arah suara itu. Namun, saat Masumi sampai di dapur, ternyata Sayuri sudah tak ada disana. Saat dia berbalik arah hendak kembali ke ruang keluarga, dia berpapasan dengan Eisuke.

“Selamat pagi, ayah,”

“Selamat pagi, ada apa dengan Sayuri-chan, Masumi?”

“Entahlah ayah, aku juga tidak tahu. Begitu bangun tidur dia langsung berlari turun dan mencari bibi Michi,”

Belum sempat Eisuke menjawab perkataan Masumi, tiba-tiba Sayuri berlari melesat di antara mereka, kembali menaiki anak tangga. Namun, baru dua langkah dia menaiki anak tangga, dia kembali turun dan berlari menghampiri Eisuke.

“Selamat pagi, kakek,”

Sayuri mencium kedua pipi Eisuke dengan cepat, dan tanpa menunggu balasan salamnya pada Eisuke, ia kembali berlari menaiki anak tangga, dan tak lama kemudian, terdengar suara berdebam pintu tertutup, menandakan Sayuri telah kembali masuk ke dalam kamarnya. Eisuke dan Masumi berpandangan dengan sorot mata sama-sama bertanya.

“Anak itu,”

Masumi bergerak hendak menyusul Sayuri ke kamarnya, namun Eisuke menahannya.

“Sudahlah, biarkan, mungkin sekarang dia sedang mandi,”

”Tapi, ayah...”

”Sudah, biarkan saja Masumi, namanya juga anak-anak. Nanti saja, kita tanya dia sambil sarapan,”

Masumi memandang ayahnya, kemudian pandangan beralih ke lantai dua. Akhirnya dia pasrah dan mengikuti saran ayahnya, menahan diri untuk tidak langsung menegur sikap Sayuri barusan.

= # =

Sayuri bergerak mencari di antara tumpukan bantal dan guling. Akhirnya benda yang dicarinya ketemu juga. Selembar foto yang diam-diam diambilnya dari dalam album di laci meja kerja ayahnya. Hampir saja.

Tadi dia sempat panik, saat melihat seragam sekolahnya yang kemarin, sudah tidak ada di sandaran kursi tempat ia biasa meletakkan baju ganti. Apalagi saat melihat ke ruang laundry. Baju seragamnya ternyata sudah dimasukan bibi Michi ke dalam mesin pengering, yang berarti sudah di cuci dan siap untuk diseterika. Hatinya sempat kecewa dan ingin menangis.

Namun, tiba-tiba ia teringat. Kemarin siang ia sudah memindahkan foto itu dari saku seragam sekolahnya ke dalam tas sekolahnya. Dan dia juga sudah memandanginya sesorean di dalam kamarnya. Dia sungguh-sungguh penasaran dengan sosok wanita yang ada di foto itu, sampai-sampai dia jadi tak berkonsentrasi menjalani pelajaran privat pianonya bersama miss Angelique. Alhasil, miss Angelique memintanya untuk mengulang berkali-kali di bar yang sama. Bahkan, malam hari menjelang tidur, Sayuri masih saja asyik memandangi foto itu hingga terlelap.

Dan kini, setelah menemukan foto itu di antara tumpukan bantal yang berserakan, kembali Sayuri memandanginya. Memperhatikan dengan seksama setiap detil gambar yang terpampang di hadapannya.

’Anda siapa? Apakah Anda kenal dengan ayahku? Mengapa foto Anda begitu banyak disimpan oleh ayahku? Sebenarnya, siapa Anda?’

Benak kanak-kanak Sayuri bertanya-tanya.

”Nona. Nona Sayuri, apakah nona sudah selesai mandi? Tuan dan Tuan Muda menunggu nona untuk sarapan,”

Bibi Michi yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya, membuat Sayuri terkejut dan buru-buru memasukan kembali foto itu di dalam tas sekolahnya. Apabila bibi Michi merasa heran dengan sikap Sayuri, bibi Michi pasti sangat pandai menyimpan perasaannya.

”Kok belum mandi?”

Sayuri menyeringai jahil pada bibi Michi yang dibalas dengan senyum keibuan bibi Michi.

”Ayo, buruan mandi gih, nanti sup miso-nya jadi dingin,”

”Sup miso? Asyiiikkkk!!!!”

Sayuri bergegas menuju kamar mandi diiringi senyum geli bibi Michi menanggapi tingkah Sayuri. Tiba-tiba Sayuri berhenti di ambang pintu kamar mandi dan menatap pada bibi Michi dengan senyum kanak-kanaknya yang polos.

”Bibi, bibi Michi baik sekali... Terima kasih banyak ya,  selama ini bibi telah mengurus Sayuri dengan baik,”

‘Nona!’

Hati bibi Michi tercekat memandang pintu kamar mandi yang sudah tertutup. Tanpa dapat dicegahnya, airmata haru menggenang di kedua matanya. Nona kecilnya itu, benar-benar tidak terduga segala tindakannya. Di suatu waktu bisa sangat keras kepala dan pembangkang, kemudian berubah menjadi manja dan sangat penurut. Namun, hatinya sangat lembut dan sangat penyayang.

= # =

”Selamat pagi kakek, selamat pagi ayah, ma’af  Sayuri terlambat,”

Masumi dan Eisuke memandang ke arah Sayuri yang kini duduk menghadapi mangkok yang mengepulkan harumnya aroma sup miso.

”Hmmmmm, enaaaaaaaaakkkkk...! Kakek, ayah, selamat makan!”

Sayuri mulai menikmati sup kegemarannya itu. Begitu asyiknya, sampai-sampai Sayuri tidak menyadari tengah diperhatikan oleh kakek dan ayahnya.

”Enak, sup miso-nya, Sayuri?”

Sayuri mengangkat kepalanya dan pandangan bertemu dengan mata tajam kakek dan ayahnya yang mengamatinya dengan seksama. Segera senyum kanak-kanaknya merekah, tanpa berkata-kata, Sayuri mengangkat kedua ibu jarinya. Eisuke tersenyum geli melihat reaksi Sayuri, sementara Masumi hanya terdiam. Benaknya masih agak terganggu dengan tingkah laku Sayuri saat bangun tidur tadi.

”Sayuri,”

”Iya, ayah?”

”Memangnya, tadi, ada keperluan apa hingga kau berlari kesana kemari mencari bibi Michi?”

Sayuri terlihat salah tingkah dengan pertanyaan yang diajukan Masumi, dan hal tersebut tidak luput dari pandangan tajam Masumi.

”Oh, itu ayah, tadi Sayuri mencari seragam yang Sayuri pakai kemarin,”

”Seragam kemarin? Buat apa? Bukankah setiap hari seragam sekolahmu selalu ganti?”

Masumi menanti jawaban Sayuri dengan rasa penasaran yang tak ditutup-tutupi namun Sayuri justru tengah asyik menikmati suapan terakhir sup miso-nya. Dan seolah tidak menyadari bahwa ayahnya tengah menunggu jawabannya, kini dia meneruskan sarapannya dengan meminum segelas susu.

”Sayuri...”

Sayuri mengintip dari balik gelas yang masih menempel dimulutnya dengan isinya yang mulai tandas. Matanya berkilat jahil, ia tahu, ayahnya mulai gusar dan tidak sabar dengan tingkah lakunya.

”Rahasia dong! Ayah mau tahu aja,”

Sayuri mengucapkan kata-kata sambil meleletkan lidah hingga begitu mengejutkan Masumi, sampai-sampai membuat Masumi tersedak kopi.

”Aku pergi, dada ayah, dada kakek,”

Masumi bergerak mencoba menangkap Sayuri, namun sayang, ia kalah sigap dengan gadis kecil itu. Sambil tertawa renyah Sayuri berlari menghindar keluar rumah, menuju mobil yang siap mengantarnya sekolah, setelah sebelumnya secepat kilat berpamitan dengan mencium pipi kakek dan ayahnya.

”Sayuri!”

Eisuke tergelak-gelak dan beberapa pengurus rumah terkikik geli menyaksikan Masumi dipermainkan oleh anaknya sendiri. Sementara Masumi menggerutu, mengeluhkan tingkah Sayuri yang sudah mempermainkannya.  Sebuah peristiwa yang sangat langka dan andai saja bisa diabadikan. Sungguh, suasana pagi ini merupakan suasana pagi yang meriah di kediaman Hayami.

= # =

”Ibu Minako! Ibu Minako!”

Ibu Minako bergegas menghampiri dua orang anak laki-laki yang kini menatapnya cemas dari ambang pintu kantor guru.

”Ada apa Kotaro? Hotaka?”

”Sayuri berkelahi dengan Yuriko, ibu,” jawab Hotaka yang berbadan gempal.

”Iya ibu, benar, mereka berkelahi di kebun belakang!” timpal Kotaro yang berkacamata.

”Tadi waktu kami berlari kemari mencari ibu, Sayuri sedang melemparkan tanah ke Yuriko,”

Ibu Minako menghela nafas.

’Apalagi sekarang? Baru juga ditinggal sebentar...’

”Ada apa, ibu Minako?”

”Ah, ibu Harumi, sepertinya Sayuri kita membuat masalah lagi,”

”Demikiankah? Mari kita lihat,”

”Ayo, Hotaka, Kotaro, tunjukan pada kami dimana mereka,”

Dengan diringi ibu Harumi segera ibu Minako menggandeng Hotaka dan Kotaro, mengajak mereka bergegas menuju tempat perkelahian berlangsung.

Belum benar-benar sampai di tempat perkelahian, mereka telah mendengar sorak sorai teman sekelas Sayuri. Dari riuh rendahnya suara yang timbul, terdengar suara-suara yang memberi memberi semangat pada Sayuri maupun pada Yuriko. Ada juga suara tangisan keras, yang dikenali ibu Minako sebagai suara Natsumi, anak terkecil di dalam kelasnya.

Dan benar saja, begitu mereka sampai di sana, suasana benar-benar riuh. Anak-anak berusia 5-6 tahun itu membentuk lingkaran kecil mengelilingi Sayuri dan Yuriko yang tengah bergumul di tanah yang becek. Sementara Sayuri dan Yuriko, bergulat erat, saling menjambak dan memukul tanpa henti.

”Sayuri! Yuriko! Berhenti! Berhenti!!”

Seketika sorak sorai terdiam, tinggal suara tangis ketakutan Natsumi yang terdengar. Ibu Minako melangkah menyibak kerumunan. Dilihatnya Sayuri dan Yuriko yang terengah-engah dengan muka memerah. Pakaian, badan dan muka mereka begitu kotor oleh tanah. Beberapa tanaman sayur mayur hasil kerja mereka menanam hari ini tampak berantakan dan tercabut dari tanah.

Tanpa kata-kata, ibu Harumi menggiring murid yang lain menuju kelas, sementara ibu Minako tinggal bersama Sayuri dan Yuriko yang masih saja saling beradu tangan satu sama lain.

”Ada apa ini, Sayuri? Yuriko?”

Ibu Minako menatap lekat pada Sayuri dan Yuriko yang kini saling mengejek tanpa suara.

”Sayuri? Yuriko?”

”Dia yang mulai duluan ibu. Sayuri yang melemparkan tanah pada saya,” tuding Yuriko sambil mengarahkan telunjuknya yang begitu kotor dengan tanah pada Sayuri.

 ”Dia yang cari gara-gara duluan ibu! Dasar tukang pamer!” balas Sayuri sambil melotot pada Yuriko.

“Apa kamu?!?”

“Apa?!?!”

Demi melihat Sayuri dan Yuriko siap melanjutkan perkelahian mereka, segera ibu Minako memegang erat Sayuri, sementara Yuriko di pegang oleh ibu Harumi yang sudah kembali ke kebun belakang.

“Sayuri... Yuriko... Bukankah berkelahi itu tidak baik? Kalian berdua sudah tahu itu kan? Sebenarnya, apa masalahnya? Sayuri? Yuriko?”

Ibu Minako mensejajarkan tinggi badannya dengan Sayuri dan Yuriko hingga pandangan matanya sama tinggi dengan kedua gadis kecil yang tengah emosi itu.

”Ma’afkan saya ibu, tapi Yuriko benar-benar sudah keterlaluan,”

Sayuri menjawab sambil menunduk dalam-dalam.

”Benar itu Yuriko?”

Pandangan mata ibu Minako beralih pada Yuriko kini juga tertunduk dalam.

”Tapi, Sayuri melemparkan tanah pada saya terlebih dahulu ibu,”

”Benar itu, Sayuri,”

Sayuri hanya mengangguk mengiyakan.

”Mengapa kau melemparkan tanah pada Yuriko?”

Sayuri berdiri dengan gelisah. Kakinya bergerak-gerak resah.

”Sayuri?”

Sayuri masih saja terdiam tak menjawab, dan Yuriko pun bersikap sama. Mereka berdua hanya diam, namun bergerak-gerak dengan gelisah. Ibu Minako mendesah.

”Baiklah, mungkin kalian berdua belum ingin menceritakan pada ibu, sebenarnya apa masalah kalian berdua hingga kalian merasa perlu untuk berkelahi. Tapi, bagaimanapun, kalian harus meminta ma’af satu sama lain. Ibu tidak mau ada yang bermusuhan di kelas ibu,”

Ibu Minako melihat Sayuri dan Yuriko saling melirik, nampak enggan dan menimbang, siapa yang harus terlebih dahulu meminta ma’af.

”Ayo, Sayuri... Yuriko...”

Ibu Minako memberikan dorongan kepada mereka berdua untuk saling mengulurkan tangan. Dengan enggan Sayuri dan Yuriko saling berjabat tangan, dan berkata lirih, meminta ma’af. Ibu Minako tersenyum melihat mereka berdua, setidaknya mereka sudah mau berjabat tangan walau ia tahu masih ada yang mengganjal.

”Sekarang, mari ibu bantu membersihkan tubuh kalian, setelah itu kalian ke kelas. Tapi ingat, ibu masih menunggu cerita yang sebenarnya dari kalian berdua,”

Kedua gadis kecil yang habis berkelahi itu berjalan lunglai di iringi ibu Minako dan ibu Harumi menuju kamar mandi sekolah.

= # =

”Ma’af pak, ibu Minako Miura di line satu,”

Terdengar suara Mizuki saat Masumi mengangkat pesawat teleponnya.

’Ibu Minako? Ada apa lagi dengan Sayuri?’

”Baik Mizuki, terima kasih,”

”Halo, selamat pagi ibu Miura. Apa kabar?”

”Selamat pagi, pak Hayami, ma’af saya mengganggu Anda,”

Suara ibu Minako tampak terdengar cemas dan Masumi semakin kuat menduga, ini pasti ada hubungannya dengan Sayuri.

”Tidak apa-apa ibu Miura, jangan sungkan-sungkan. Apa ada yang bisa saya bantu? Ataukah, ada masalah dengan Sayuri?”

”Ma’af pak Hayami, sekali lagi kami dan khususnya saya, benar-benar minta ma’af sebelumnya pada pak Hayami. Kami... kehilangan Sayuri lagi...”

”Apa? Sayuri...”

”Begitulah pak, tadi Sayuri berkelahi dengan temannya saat pelajaran menanam di kebun,”

”Apa? Sayuri berkelahi?!?”

Dan selama hampir lima belas menit, Masumi dibuat terkaget-kaget dengan penuturan wali kelas Sayuri mengenai apa yang sudah diperbuat Sayuri hari ini.

”Kami mohon ma’af pak, saat ini pak Hitoshi tengah berupaya mencari Sayuri, dan kami merasa wajib memberitahukan kepada bapak mengenai Sayuri. Mengingat, kejadian menghilangnya Sayuri sudah sering berulang,”

”Baik ibu Miura, terima kasih banyak atas pemberitahuan ibu. Mohon bantuan untuk mencari Sayuri. Saya juga akan mengerahkan orang untuk menemukan Sayuri, segera,”

”Baik pak Hayami, sekali lagi, kami sampaikan permohonan ma’af yang sebesar-besarnya kami tidak mampu menjaga Sayuri. Kami akan bantu semaksimal mungkin untuk menemukan Sayuri,”

”Baik ibu, saya juga minta ma’af, telah merepotkan ibu dengan kelakuan Sayuri,”

Masumi menghempaskan punggungnya di sandaran kursi kerjanya. Tangannya memencet tombol interkom di pesawat teleponnya.

”Mizuki, tolong kemari,”

”Baik, pak,”

Tak sampai satu menit, Mizuki telah mengetuk pintu ruang kerja Masumi dan masuk setelah mendapat permisi dari Masumi.

”Ada yang bisa saya bantu, pak?”

”Batalkan semua agendaku hari ini,”

”Semuanya pak?”

”Semuanya, tanpa terkecuali,”

Mizuki memandang heran pada atasannya, namun ia menuruti nalurinya untuk tidak dulu menanyakan alasan keputusan Masumi membatalkan semua agenda yang sudah susah payah disusun olehnya hari ini.

”Ada lagi, pak?”

”Minta pada investigator kita yang terbaik, setidaknya lima orang, untuk menyebar,”

”Untuk keperluan apa, pak?”

”Menemukan Sayuri,” tukas Masumi tandas.

Mizuki terkejut dan menatap Masumi dengan pandangan tak percaya.

”Ya Mizuki, Sayuri lagi-lagi pergi dari sekolah. Pagi ini dia berkelahi dengan teman sekelasnya untuk sebuah alasan yang tak jelas, dan entah bagaimana ceritanya, dia sudah menghilang dari sekolah setelah jam makan bersama. Yang lebih mengherankan, tidak seperti biasanya, tas dan seluruh peralatan sekolahnya masih ditinggalkan di kelas.”

Mizuki memandang penuh rasa prihatin pada Masumi yang kini mulai terlihat kalut. Terlihat jelas dari matanya yang tajam, ketakutan akan terjadi sesuatu yang buruk menimpa anak semata wayangnya, Sayuri.

”Maka dari itu, aku tidak akan berada di tempat. Aku akan berkeliling juga untuk menemukan Sayuri, tolong kau siap di tempat, barangkali sewaktu-waktu ada kabar dari sekolahnya. Begitu ada kabar, tolong kau hubungi ponselku secepatnya,”

”Baik pak, segera saya laksanakan,”

Mizuki beranjak menuju ruangannya.

”Mizuki,”

Mizuki berhenti tepat sebelum ia meraih handle pintu.

”Iya pak,”

Mizuki membalikkan badan dan menunggu instruksi tambahan dari Masumi.

”Tolong ya, dan, terima kasih,”

Mizuki tertegun sesaat.

”Sama-sama, pak,”

Mizuki membungkukkan badan dan berlalu keluar ruangan.

Masumi meraih ponselnya dan menekan jalur panggilan cepat. Tak sampai nada panggilan yang ketiga, nomor yang ditujunya sudah menjawab.

”Hijiri, tolong kau bantu aku. Sayuri menghilang lagi.”

= # =

Mata Masumi menelusuri sepanjang trotoar sambil mengendara mobilnya dengan kecepatan rendah, berharap tiba-tiba terlihat sosok Sayuri di antara para pejalan kaki yang sedang lalu lalang.

Sudah hampir dua jam ini, Masumi dan beberapa orang kepercayaannya saling bertukar kabar mengenai perkembangan pencarian Sayuri. Namun hingga kini belum juga ada kabar yang menunjukan titik terang keberadaan anak semata wayangnya itu. Bahkan Hijiri pun belum juga memberikan kabar yang menggembirakan hatinya.

Pikiran Masumi semakin kalut. Berbagai kemungkinan buruk satu persatu mulai melintas dibenaknya, membuat hatinya semakin tak menentu.

Hati Masumi mencelos, tiba-tiba perasaan ketakutan akan kehilangan yang luar biasa menyergap. Baginya saat ini, Sayuri adalah dunianya. Pusat segala rasa cinta, perhatian dan kasih sayangnya. Dia tidak bisa membayangkan kalau sampai terjadi apa-apa pada Sayuri. Mungkin dia akan kehilangan jiwa dan kewarasannya.

’Haruskah aku kehilangan untuk yang kedua kalinya?’

”Ayah! Ayah! Ayah!”

Masumi serasa menemukan sebongkah emas saat mendengar suara Sayuri, menyadarkan lamunan Masumi. Namun kekecewaan kembali melingkupi hatinya. Ternyata suara Sayuri yang memanggilnya hanyalah suara Sayuri yang di set Masumi menjadi ringtone ponselnya.

’Mizuki’

”Iya, Mizuki?”

Masumi mendengarkan dengan seksama rincian yang disampaikan Mizuki.

”Kau yakin ini bukan tipuan Mizuki?”

”Yakin sekali pak, saya sudah mengecek kebenaran mengenai status pengemudi taxi itu ke perusahaan taxi. Dan benar, berdasarkan laporan di pool, pengemudi taxi bernama Hideki Abe dengan nomor lambung 117 melaporkan telah mengantarkan penumpang terakhir ke tempat yang saya sampaikan pada bapak tadi,”

”Baik Mizuki, terima kasih, aku akan segera kesana,”

”Baik pak, semoga berhasil,”

Masumi kembali menekan keypad di ponselnya.

”Hijiri, kau dengarkan baik-baik,”

Masumi menginstruksikan beberapa hal pada Hijiri secara cepat dan taktis.

”Usahakan secepatnya kau meluncur kesana. Saat ini, aku  juga sedang mengarah kesana. Jika kau sampai terlebih dahulu, awasi saja dari jauh, tunggu sampai aku datang. Biar aku yang menghadapinya,”

Masumi meginjak pedal gas dan melaju dengan kecepatan tinggi setelah menutup sambungan teleponnya dengan Hijiri

’Sayuri, ayah datang,’

= # =

Sayuri duduk bersimpuh. Airmata membanjir di pipinya yang montok, mengalir tiada henti. Isak tangisnya begitu menyayat siapapun yang mendengarnya. Sesekali tangan mungilnya menyusut hidung mungilnya yang memerah. Hari ini perasaannya benar-benar sedih. Sedih sekali.

”Ibu, ini Sayuri...”

Sayuri bergumam pelan. Tangan mungilnya kembali menyusut pelan hidungnya.

”Ibu, tahu tidak, hari ini Sayuri sebal sekaligus sedih. Tadi Sayuri berkelahi dengan Yuriko. Ibu tahu kenapa? Yuriko itu benar-benar tukang pamer. Huh! Benar-benar menyebalkan! Mentang-mentang baru punya adik, setiap hari selalu saja bercerita soal adiknya. Yang Yumiko beginilah, Yumiko begitulah, huh! Memangnya cuma dia saja yang punya adik, Sayuri juga bisa punya adik kan ibu? Benar kan ibu?”

Kini tangan mungilnya mengusap airmata yang masih saja terus mengalir.

”Sebenarnya Sayuri tidak mau menangis ibu, Sayuri tidak ingin jadi anak yang cengeng, tapi hati Sayuri sedih sekali... Karena, selain tukang pamer, Yuriko itu jahat sekali! Tega sekali dia mengata-ngatai Sayuri, padahal Sayuri tidak pernah berbuat nakal pada Yuriko. Ibu... Sayuri sedih ibu... Sedih sekali...”

Tuk sesaat Sayuri diam tak berkata-kata, namun tangisnya jadi semakin keras. Suasana terasa begitu pilu karena isak tangis Sayuri.

”Ibu, mengapa ibu diam saja...? Ibu marah? Ibu marah karena Sayuri berkelahi di sekolah? Ma’afkan Sayuri ya bu... Sayuri janji, tidak akan berbuat nakal lagi... Sayuri janji ibu...”

Sayuri masih terisak, kali ini dia hanya duduk diam, menyembunyikan wajah di lututnya, tidak mengucapkan apa-apa lagi. Airmatanya masih saja terus mengalir. Sedu sedannya timbul tenggelam seiring deraian airmatanya.

= # =

Masumi tiba di tempat itu hanya dalam waktu kurang lebih satu jam, padahal seharusnya jarak waktu tempuh tempat tujuannya tidak kurang dari dua jam dari tempat Masumi berangkat tadi. Masumi tak peduli lagi jika saja dia harus mendapat sanksi karena kecepatan mengemudinya yang melebihi ambang batas kecepatan yang diijinkan. Di benaknya hanya ada satu hal. Menemukan Sayuri secepatnya dan berdo’a tidak terjadi apapun pada anak kesayangannya itu.

Masumi mencari-cari dan matanya beradu pandang dengan Hijiri yang rupanya juga baru sampai. Masumi mengangguk memberi isyarat pada Hijiri, dan Hijiri kembali memutar kemudi, berbalik arah untuk mencari tempat parkir yang lebih tersembunyi.

Masumi berjalan masuk dengan hati harap-harap cemas, setengah berharap setengah ketakutan. Berharap informasi yang disampaikan Mizuki memang membawanya pada Sayuri. Ketakutan seandainya saja ternyata Sayuri tidak berada disana. Dan, hatinya menjadi semakin tak menentu. Sejauh matanya memandang, belum juga nampak sosok Sayuri.

’Sayuri, kau dimana?’ bisik hatinya cemas.

Hingga....

Masumi memicingkan mata untuk lebih memperjelas pandangannya. Satu obyek begitu menyita pandangannya. Masumi bergegas mengayunkan langkah kaki panjangnya, berharap secepatnya mengurangi jarak antara dia dan obyek yang ditangkap matanya.

Masumi menghembuskan nafas lega mendapati Sayuri. Gadis kecil itu terlelap dengan damai, tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Matanya terpejam erat, dan bibirnya terbuka, khas keluguan anak-anak saat tidur.

’Anakku... Syukurlah, kau baik-baik saja...’

Masumi perlahan duduk di sebelah Sayuri yang terlelap. Memandanginya penuh rasa haru pada wajah malaikatnya yang begitu tenang. Dan kesedihan tiba-tiba datang menyerang. Jejak-jejak airmata nampak mengering di pipi Sayuri yang bersemu merah. Tangan mungilnya menggenggam erat setangkai bunga Lily yang merupakan lambang namanya. Perasaan sedih menyergap Masumi semakin dalam, membuatnya tanpa sadar menitikkan airmata, hingga terisak tak berdaya. Hati Masumi Hayami benar-benar tercekam rasa sedih.

Dari kejauhan Hijiri memandang ayah beranak itu.

’Pak Masumi... Nona Sayuri...’

= # =

”Kami pulang dulu, terima kasih telah menjaga Sayuri,”

Masumi berlutut, diam sejenak dan kemudian beranjak mengangkat Sayuri yang masih terlelap. Dibopongnya gadis kecil itu, sambil perlahan mengecup keningnya.

”Ayah...,”

”Iya, Sayuri, ini ayah... Kita pulang ya, sayang?”

Sayuri mengangguk lemah dan kembali terlelap dalam dekapan ayahnya. Masumi melangkah perlahan mengarah ke mobilnya.

”Hijiri...,”

”Pak...,”

Hijiri mengangguk pelan pada Masumi, mengambil alih kunci mobil Masumi dan membantu Masumi menidurkan Sayuri di child seat di bangku penumpang.

”Kita pulang sekarang Hijiri, terima kasih atas bantuanmu hari ini,”

”Sama-sama, pak Masumi,”

Hijiri membungkuk dan beranjak menuju mobilnya sendiri. Dengan beriringan, kedua kendaraan itu melaju, menuju Tokyo.

= # =

Seluruh penghuni kediaman Hayami tengah menunggu dengan gelisah ketika Masumi tiba di kediaman Hayami. Saat Masumi masuk dengan membawa Sayuri yang terlelap dalam gendongannya, barulah semua bisa bernafas lega, khususnya Eisuke.

Eisuke menatap Masumi dengan pandangan penuh tanya, tapi Masumi hanya menggeleng dan menunjuk dengan anggukan kepalanya ke arah Sayuri yang masih saja terlelap dalam gendongannya. Eisuke pun mengangguk paham.

”Michi, tolong kau bantu Masumi mengurus Sayuri,”

”Baik, tuan,“

Terdengar Eisuke memberi perintah pada bibi Michi saat Masumi beranjak menaiki anak tangga menuju kamar Sayuri di lantai dua. Tak lama setelah Masumi membaringkan Sayuri di tempat tidurnya, bibi Michi masuk.

”Tolong ya bi,“

”Baik, tuan muda,“

Bibi Michi mulai mengurus Sayuri yang masih saja terlelap. Sejenak tampak Sayuri akan terbangun saat bibi Michi melepaskan pakaiannya namun ternyata ia kembali terlelap. Perlahan bibi Michi mulai menyeka tubuh Sayuri dengan air hangat. Masumi memperhatikan segala hal yang dilakukan bibi Michi dengan seksama. Begitu lembut dan penuh kasih sayang. Seperti seorang ibu. Pikirannya melayang jauh. Andai saja...

”Sebaiknya tuan muda juga membersihkan diri, bibi akan siapkan makan malam. Pastinya lelah sekali mencari nona Sayuri seharian,“

Masumi tersentak dari lamunannya. Dilihatnya kini Sayuri sudah mengenakan piyama dan nampak tenang dalam tidurnya.

”Baik, bibi, terima kasih, sudah mengurus Sayuri, ma’af kalau merepotkan bibi Michi,“

Bibi Michi tersenyum menenangkan.

”Sama-sama, tuan muda, bibi senang melakukannya. Lagipula, kalau bukan bibi, siapa lagi yang akan mengurus tuan muda dan nona?”

Masumi membalas perkataan bibi Michi dengan senyum penuh rasa terima kasih.

= # =

”Dimana kau menemukan Sayuri, Masumi?”

Eisuke menatap penuh tanya pada Masumi yang telah selesai menikmati makan malamnya.

”Ayah pasti tidak akan mengira kalau Sayuri bisa punya ide untuk pergi ke tempat itu sendirian,”

Eisuke mengerenyitkan dahi, semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan Masumi. Namun, tiba-tiba ia menangkap sorot mata Masumi yang menatap sendu padanya.

”Sejauh itu? Benarkah Sayuri pergi kesana?”

”Benar ayah,”

”Darimana kamu tahu tujuan Sayuri?”

”Sebenarnya aku, atau tepatnya kami sama sekali tidak punya gambaran sama sekali kemana Sayuri pergi kali ini. Semua tempat yang kami duga akan didatangi Sayuri sudah kami datangi, namun hasilnya nihil. Sampai Mizuki menghubungiku, ayah,”

Masumi menghela nafas perlahan.

”Dia katakan ada seorang sopir taxi datang mencariku dengan membawa kartu namaku. Katanya dia menagih pembayaran ongkos perjalanan yang dilakukan Sayuri Hayami. Pada awalnya Mizuki tidak mempercayainya, sehingga dia melakukan pemeriksaan ke perusahaan taxi tersebut. Dan ternyata memang benar. Sayuri melakukan perjalanan sejauh itu dengan menjaminkan kartu namaku, supaya si pengemudi taxi bisa menagih ongkos perjalanannya padaku karena ia tak membawa uang sepeserpun,”

”Dan, bagaimana bisa pengemudi taxi itu mempercayai omongan Sayuri, bahwa dia adalah putrimu?”

”Menurut Mizuki, pengemudi taxi itu akhirnya mengenali Sayuri, karena dia pernah melihat foto kita bertiga saat tampil sebagai cover edisi khusus sebuah majalah bisnis beberapa waktu yang lalu,”

Eisuke termangu, benaknya benar-benar kagum pada keberanian dan kecerdasan cucu semata wayangnya.

”Untung saja, kali ini Sayuri masih bertemu dengan orang baik dan jujur, andai saja sebaliknya, entah apa yang akan terjadi,”

Masumi bergidik membayangkan hal buruk yang bisa terjadi pada Sayuri, seandainya dia bertemu dengan orang yang berniat jahat. Apalagi kemungkinan untuk hal itu sangat besar terjadi. Siapa yang tak akan tergoda untuk melakukan hal-hal tidak baik pada Sayuri, mengingat dia adalah anak Masumi Hayami, direktur muda Daito Enterprise dan juga cucu tunggal Eisuke Hayami, sang pemilik kerajaan bisnis Daito.

”Sepertinya kita harus lebih hati-hati lagi dalam mengawasi Sayuri,”

”Begitulah, ayah,”

Masumi membenarkan dengan lirih perkataan Eisuke. Untuk sejenak, Masumi dan Eisuke terdiam, tenggelam dalam benak dan pikiran masing-masing.

”Lantas, mau sampai kapan keadaan ini akan berlangsung, Masumi?”

”Maksud ayah?”

Masumi memandang tak mengerti pada Eisuke yang balik menatapnya dengan prihatin.

”Otakmu cerdas dan pandai, Masumi, kau pasti tahu dengan jelas apa yang ku maksud, apalagi setelah kejadian hari ini”

Masumi temangu. Ayahnya benar, ia tahu apa yang dimaksudkan beliau.

”Apalagi yang kau cari, Masumi? Apakah kau akan terus berharap pada sesuatu yang dimana letaknya saja kau tidak tahu? Pikirkanlah Sayuri, Masumi, itu saja pesanku,”

Eisuke berlalu dari ruang makan, meninggalkan Masumi yang masih saja terdiam.

= # =

Tangannya membelai lembut kepala Sayuri, berusaha menyampaikan besarnya rasa sayang yang ada dalam hatinya. Hari ini dia benar-benar merasa ketakutan yang amat sangat. Takut akan kehilangan Sayuri.

Sayuri bergerak dalam tidurnya, membuat Masumi menghentikan gerakan tangannya. Sejenak Masumi memperhatikan Sayuri di bawah temaram lampu tidur, kalau-kalau gadis kecil itu terbangun, namun ternyata Sayuri hanya menyamankan posisi tidurnya.

Kembali Masumi membelai helaian rambut hitam tebal di kepala Sayuri. Mengamati lebih dalam sosok Sayuri yang tertidur lelap. Anaknya ini begini cantik dan menggemaskan. Wajah kanak-kanak cantiknya mewarisi garis ketampanan Masumi, begitu juga postur tubuhnya yang tinggi. Belum lagi kecerdasan otaknya. Semuanya begitu identik dengan Masumi. Tak bisa dibohongi, seringkali Masumi merasakan perasaan bangga yang membuncah setiap kali ada orang yang memuji Sayuri. Masumi tersenyum sayang pada Sayuri.

‘Anakku, ayah sayang sekali padamu...’

Masumi mengecup kening Sayuri, kemudian beranjak hendak keluar dari kamar Sayuri. Tiba-tiba, mata Masumi tertuju pada tas punggung merah muda milik Sayuri. Rupanya pihak sekolah telah mengantarkan tas sekolah Sayuri ke rumah. Entah mengapa, ada keinginan yang sangat kuat di hati Masumi untuk memeriksa isinya. Selama ini dia tak pernah tahu apa isi tas Sayuri, karena segala keperluan Sayuri selalu disiapkan oleh bibi Michi.

Bagian pertama dari tas Sayuri tidak berisi hal yang berarti, hanya beberapa lembar kertas berisi gambar-gambar imajinasi Sayuri. Masumi tersenyum geli kala melihat satu persatu hasil karya Sayuri.

Namun, Masumi tertegun saat melihat gambar terakhir. Sayuri menggambar seekor lebah yang tengah menangis di padang bunga yang sangat luas dan memberinya judul “Anak lebah yang kehilangan ibunya” dengan tulisan khas anak-anaknya.

‘Sayuri...’

Hati Masumi begitu tersentuh dengan gambar itu. Dilayangkan pandangannya ke arah Sayuri yang begitu lelap dalam tidurnya, tak terganggu dengan kehadiran Masumi. Dan dengan melihat Sayuri, perasaan sedih kembali hinggap di hatinya. Tanpa sadar Masumi menghela nafas, berusaha mengusir perasaan sedih yang menghimpit dadanya.

Perhatiannya kembali beralih ke tas punggung Sayuri. Isi tas di bagian kedua pun tak banyak berbeda dengan bagian pertama tas Sayuri. Hanya berisi beberapa lembar kertas origami dan sekotak pensil warna. Namun, ada yang mencuri perhatian Masumi. Sepucuk amplop berwarna cyant tampak begitu mencolok diantara benda-benda sekolah Sayuri yang lain. Dengan penuh rasa ingin tahu Masumi meraihnya. Terasa kaku saat Masumi memegang amplop itu.

‘Apa ya isinya?’

Masumi membuka penutup amplop itu.

“Ayah....”

Gerakan Masumi terhenti dan seketika memandang ke arah Sayuri yang terjaga dari tidurnya. Sayuri balik menatap ke arah ayahnya dengan matanya yang masih mengantuk.

“Hai, sayang.... Masih malam, tidur lagi ya?”

Masumi memasukan kembali amplop yang belum jadi dibukanya dan beranjak mendekati tempat tidur Sayuri.

”Sini, ayah temani...”

Tanpa berkata-kata, Sayuri kembali memejamkan matanya dan meringkuk dalam pelukan Masumi.

= # =

”Selamat pagi, bibi Michi,”

”Selamat pagi, nona, tumben sudah bangun sepagi ini?”

Bibi Michi tersenyum cerah pada Sayuri yang duduk di anak tangga dengan mata yang terlihat jelas masih mengantuk.

“Kalau masih mengantuk, tidur lagi saja, nona. Masih lama sampai waktu nona berangkat sekolah,”

“Nggak ah,”

Bibi Michi hanya tersenyum simpul mendengar jawaban spontan Sayuri.

“Kakek sudah bangun, bi?”

“Mungkin belum nona, semalam, tuan menunggu kedatangan nona hingga larut. Coba saja nona periksa ke kamarnya,”

Sayuri beranjak menuruni anak tangga dan berjalan menyusuri lorong menuju kamar Eisuke.

“Kakek? Kakek sudah bangun?”

Sambil berpegangan pada pegangan pintu, Sayuri memanggil-manggil Eisuke. Biasanya tak lama setelah Sayuri membuka pintu akan langsung terdengar suara berwibawa Eisuke memanggilnya. Namun sekarang sunyi. Tak ada jawaban. Sayuri terus masuk ke dalam kamar Eisuke dan mendapati tempat tidur Eisuke telah kosong. Sayuri mengarahkan kakinya ke arah pintu kaca yang terbuka mengarah ke arah taman, namun di teras pun Sayuri tak menemukan kakeknya.

“Kakek? Kakek dimana?”

Sayuri terus memanggil-manggil Eisuke, namun sekali lagi, hanya kesunyian yang menjawabnya.

Ia kembali masuk ke dalam kamar Eisuke dan duduk di tengah-tengah tempat tidur Eisuke. Kini, ia mengedarkan mata, mengamati ruang kamar kakeknya yang besar. Sebenarnya Sayuri sudah seringkali masuk ke dalam kamar kakeknya, namun, baru kali ini dia bisa mengamati dengan seksama.

Tiba-tiba, pandangan Sayuri terpaku pada pintu yang terbuka sedikit. Dengan penuh rasa ingin tahu, Sayuri beranjak mendekati dan membuka pintu itu. Seketika matanya terbelalak tak percaya. Selama ini dia mengira itu hanya pintu lemari kecil tempat penyimpanan mantel musim dingin milik kakeknya. Itu sebabnya dia tidak pernah tertarik untuk membukanya. Ternyata dugaannya selama ini salah, ruangan yang dikiranya sebuah lemari ternyata sebuah ruangan besar dengan isi yang tak kalah menakjubkan.

Matanya terpana memandang takjub pada foto besar seorang dewi. Ya, itu seorang dewi.

’Cantiknya....’

Sorot mata sang dewi di foto itu begitu hidup. Begitu teduh dan menenangkan. Memerangkap pandangan kanak-kanak Sayuri untuk terus memandangnya. Seakan sang dewi sendirilah yang berdiri tepat di hadapan Sayuri. Sayuri benar-benar terpaku hingga tak bergerak, terpesona.

“Sayuri!!! Siapa yang mengijinkanmu masuk ke sini?!?”

Sayuri terkejut mendengar suara kakeknya yang menyiratkan kemarahan. Seketika ia berbalik, dan benar saja, Eisuke berdiri tegak di ambang pintu dengan raut wajah begitu menyeramkan. Kakeknya tidak hanya marah, tapi murka.

“Kakek...”

Sayuri pucat pasi. Bibirnya gemetar. Tubuh kecilnya menggigil ketakutan. Seumur hidupnya ia mengenal Eisuke, belum pernah ia melihat kakeknya sedemikian marah. Sayuri benar-benar tidak mengenali sosok yang kini berdiri menjulang di hadapannya. Sosok yang begitu penyayang dan baik hati itu, kini tampak sangat menakutkan di mata Sayuri, bahkan mengerikan. Tanpa dapat ditahan, airmata Sayuri yang sejak tadi mendesak ingin keluar, tumpah sudah.

“Ma’af.... Ma... ma’afkan Sayuri kakek...Sayuri....”

“Keluar!”

Suara Eisuke begitu dingin. Sayuri menatap takut-takut dan tak percaya pada Eisuke.

”Keluar!!!!”

Sayuri berlari keluar dari kamar disertai isak tangis. Bibi Michi yang tergopoh-gopoh datang karena mendengar suara ribut Eisuke, hampir saja jatuh tertabrak Sayuri yang berlari tanpa melihat arah.

”Nona Sayuri!” serunya khawatir.

Namun Sayuri terus berlari, menaiki anak tangga dan masuk ke kamarnya setelah menutup pintunya dengan kecang.

’Kakek! Apa salah Sayuri? Kenapa kakek begitu marah kepada Sayuri? Sebenarnya itu tadi apa?’

Batin Sayuri yang masih terguncang dengan kemarahan Eisuke, bertanya-tanya. Tentu saja tak ada satu pun jawaban yang bisa dipikirkan Sayuri mengapa sikap kakeknya bisa berubah sedrastis itu. Dan suara sedu sedan Sayuri semakin keras.

>to be continued 

23 komentar:

  1. Makin sukaaaa....makin penasarannnn....who's sayuri's mom? maya or shiori? kalo liat lincah & semangatnya sayuri...tingkah polahnya,kok lebih mirip maya ya? penasaran bener nih *flo*

    BalasHapus
  2. Iya, penasaran banget, nice story sist,....Masumi kewalahan ngadepin Sayuri tapi hebat Masumi hebat as a father....... saluuuut

    Kira2 siapa ya ibunya Sayuri?????

    BalasHapus
  3. kereeeen, ceritanya baguuus, makin penasaraan deh. apdetnya jgn lama2 yaaaa hehehe

    BalasHapus
  4. waduh...waduh jadi penasaran siapa sebenarnya mamanya Sayuri. Maya atau Shiori? Kalo Maya kok Sayuri tidak kenal ma fotonya Maya? Klo Shiori kok Sayuri sekeras kepala itu? Sifat2nya sih lebih condong ke Maya. Trus Mayanya ke mana? Knapa Masumi berkata apa aku harus kehilangan untuk kedua kalinya? ahhhhrrrrrggggg jadi tambah penasaran. Lanjut Sis!waduh...waduh jadi penasaran siapa sebenarnya mamanya Sayuri. Maya atau Shiori? Kalo Maya kok Sayuri tidak kenal ma fotonya Maya? Klo Shiori kok Sayuri sekeras kepala itu? Sifat2nya sih lebih condong ke Maya. Trus Mayanya ke mana? Knapa Masumi berkata apa aku harus kehilangan untuk kedua kalinya? ahhhhrrrrrggggg jadi tambah penasaran. Lanjut Sis!

    BalasHapus
  5. SAyuri anaknya sapa seeh? dari namanya kok lebih dekat ke Shiori. tp klo Shiori ibunya kok Masumi sayang baget sama SAyuri. Sedangkan Masumi cinta sama Maya...hadeuh..penasaran euy!!! Lanjut....

    BalasHapus
  6. Yaelah hijiri, sampe masumi beranak pinak masih tetep mengurusi

    BalasHapus
  7. Sis....penasaran lanjutannya....Maya kemana?? Koq belum muncul2....tambah penasaran nih....

    BalasHapus
  8. Kok bunga Lily? Lily identik sama shiori. Jadi sebenarnya sayuri anak siaaapppppaaaaaa?!? Penasaraaaaannnnnnnnnn......!!!!

    BalasHapus
  9. jadi siapa ya mamnya????????????? kasiannya......

    BalasHapus
  10. Mamanya Sayuri siapaaaaaaaaaa??????

    BalasHapus
  11. wow!!!

    Just can't imagine the feedback of my story "The Adventure of Sayuri Hayami"

    Thank you so much for being in love with Sayuri, she really need to be loved much more ^^

    BalasHapus
  12. Kalo aku bilang sayuri itu kesepian...seorang anak yg bersikap seperti itu biasanya anak itu kurang mendapatkan kasih sayang seorang ibu...bisa jadi ibunya tidak care atau menyia-nyiakan dia...atau bisa jadi ibunya meninggal jd dari kecil dia ga kenal sosok seorang ibu...

    Wid Dya

    BalasHapus
  13. Hallo mama sayuri...jgnlah menyembunyikan diri udah kyk main petak umpet aja...yuhu....

    BalasHapus
  14. ah....semua masih terasa kabur....apa yg sebenarnya terjadi....siapa ibu sayuri...setiap percakapan masumi dan eisuke penuh teka teki & tidak dijabarkan secara gamblang....luar biasa penulisnya....membuat tmbah penasaran..tambah pengen tau...hebatttt....makasih updatenya....lanjutkan dan jgn lama"...hehehehe

    BalasHapus
  15. waahhh...jendral besar masih tdk berubah....jgn kan sayuri aku juga kaget...iiihhhhh serammm...

    semakin lama kita terhanyut dalam cerita nya...nice story ^_^
    penasaran habis....jgn lama lama up date nya ya sist....^_^

    BalasHapus
  16. Yang banyak donk....maunya...hehehe...semangat ya ^^

    Wid Dya

    BalasHapus
  17. Copas kalimatnya Eisuke ”Apalagi yang kau cari, Masumi? Apakah kau akan terus berharap pada sesuatu yang dimana letaknya saja kau tidak tahu?”

    Maksudnya?!?!? Jangan - jangannnn ...

    *flo*

    BalasHapus
  18. aduh..pas banget sama pic profilenya Sayuri...cantik & imut (pinter banget pilih photonya)....... ayo semangat, ditunggu lanjutannya ya

    BalasHapus
  19. hiks,....sampe menitikkan air mata aku bacanya. jd inget putri kecilku, kasian banget kl sekecil itu g dapat kasih sayang seorang ibu.

    suka banget ada fotonya, baca sambil membayangkan mimik sayuri yg menggemaskan.

    BalasHapus
  20. ayo siapapun itu kamu, keluar lah mamanya sayuri, Masumi....bilang ke kita siapa ibunya Sayuri xixixixixi klo gak ada aku mau loh jadi mamanya wakakakakaka......penasaaaraaaan :P

    BalasHapus
  21. halah sama kyk masumi kecil dulu ketauan masuk keruang terlarang eisuke lsg ngamuk....

    BalasHapus
  22. I like this story..jd kyk kuch kuch hota hai..hehe piss!! Ato emg mirip? Anak shiori tp ntr dijohin lg dgn maya..:ehehe

    Semangat ya..

    Titi

    BalasHapus
  23. Hadeeeeh kakek eisuke kyknya gak perlu semarah itu deh, namanya juga anak kecil rasa pengen tau nya kan gede....galak amat sih, kasih tau aja gak perlu pake bentak2 kan :(

    BalasHapus

Please, just leave your comment here -Thank you-