Selasa, 16 Agustus 2011

The Adventure of Sayuri Hayami #4




Langkah kakinya berayun ringan di antara lorong pasar swalayan itu. Tangannya menjinjing keranjang belanjaan berisi apel. Sesekali langkahnya terhenti di rak tempat makanan ringan, namun tak berapa lama kembali berjalan ringan menuju kasir sambil mengayun-ayunkan keranjang belanjaan.

Bruk!

Sayuri menabrak seorang laki-laki yang tengah membaca buku catatan di tangannya. Sayuri begitu terkejut hingga ia menjatuhkan keranjangnya dan laki-laki itu pun menjatuhkan buku catatannya, hingga kertas-kertas yang terselip di antara buku itu berserakan.

“Ma’af paman, ma’af, saya tidak sengaja...”

Sayuri terbata-bata meminta ma’af sambil berusaha mengumpulkan 3 butir apelnya yang berserakan. Sementara laki-laki yang di tabrak Sayuri dengan wajah gusar berusaha mengumpulkan kertas-kertasnya yang bertebaran. Sebenarnya ia ingin memarahi Sayuri yang telah dengan ceroboh menabraknya, tapi begitu melihat wajah Sayuri yang tampak memelas dan penuh rasa bersalah, akhirnya dia pun tersenyum.

“Ma’afkan saya paman...”

Sayuri membungkukkan badan dalam-dalam, menyampaikan permohonan ma’af karena telah begitu ceroboh.

“Tidak apa-apa, lain kali hati-hati ya...”

”Baik paman, terima kasih... Sekali lagi saya mohon ma’af...”

Dan laki-laki itupun pergi setelah tersenyum maklum pada Sayuri. Sayuri menghembuskan nafas lega. Tadi ia sempat khawatir laki-laki tadi akan memarahi dirinya.

’Untung saja, paman tadi tidak marah,’

Tiba-tiba, mata Sayuri terpaku pada selembar kertas yang terselip di bawah sebuah rak. Sepertinya ada berkas laki-laki tadi yang masih tercecer. Sayuri memungutnya dan...

Mata besarnya terbelalak melihat apa yang ditemukannya.

’Orang ini?!?’

= # =

”Mizuki, kau tahu kemana Sayuri?”

Masumi melongok dari celah pintu, bertanya pada Mizuki yang tengah memeriksa tumpukan berkas di atas mejanya.

”Ma’af pak, Sayuri tadi pergi ditemani Hashimoto, dia bilang ingin membeli apel di swalayan seberang,”

Masumi hanya mengangkat alisnya tanda mengerti dan kembali menutup pintu ruangannya. Mizuki hanya mengangkat bahu, kemudian kembali tenggelam dalam tumpukan berkas di atas mejanya.

= # =

’Ini kan ?!?’

Sayuri bergegas mencari-cari laki-laki yang tadi ditabraknya. Sambil berjalan cepat dan sesekali berjinjit, Sayuri mengedarkan pandangan di sekitar swalayan itu, berusaha mencari-cari sosok laki-laki tadi di antara rak-rak yang berjajar rapi. Akhirnya ia menemukan laki-laki tadi tengah berbicara dengan manajer swalayan dan kemudian berjalan menuju pintu belakang toko yang merupakan pintu khusus untuk karyawan.

”Paman! Tunggu!”

Sayuri berseru memanggil laki-laki tersebut sambil berlari menyusuri lorong.

”Paman!”

Setelah meletakkan keranjang belanjaannya, Sayuri mempercepat larinya demi melihat laki-laki itu tak mendengar seruannya dan terus berjalan menuju pintu belakang. Sesekali hampir saja Sayuri menabrak pengunjung swalayan lainnya.

Merasa dirinya dipanggil, laki-laki tadi berhenti dan membalikkan badan, tepat sebelum ia membuka pintu karyawan.

”Kau? Ada apa?”

Matanya menatap heran pada Sayuri yang kini berdiri setengah membungkuk di hadapannya, tengah berusaha mengatur nafasnya yang terengah-engah.

”Ma’af paman, apakah ini milik paman?”

Dengan wajah memerah kepanasan, Sayuri mengulurkan selembar kertas yang ia temukan di bawah rak tadi. Laki-laki tadi mengulurkan tangan mengambil kertas itu dari tangan mungil Sayuri.

Seketika senyum lembut mengembang di wajah laki-laki itu.

”Benar, ini milik paman, rupanya tercecer saat tadi kau menubruk paman ya,”

”Benar paman, tadi saya menemukannya terselip di bawah rak. Saya pikir, pasti ini milik paman yang tertinggal, karena tadi begitu banyak kertas tercecer dari buku paman,”

Laki-laki itu tersenyum mendengar penjelasan Sayuri.

”Terima kasih ya, telah mengembalikan foto ini pada paman,”

”Kalau boleh saya tahu, itu foto siapa, paman?”

”Ini?”

Laki-laki itu bertanya sambil menunjukkan foto yang tadi diserahkan Sayuri padanya. Sayuri mengangguk dengan pandangan ingin tahu yang tidak ditutup-tutupi.

”Ini foto tunangan paman, Kazumi Okada. Kenapa? Apakah kau mengenalnya?”

Sayuri menggeleng.

”Tidak paman, saya tidak mengenalnya,”

Sayuri tampak berpikir keras.

”Paman, apakah paman bekerja disini?”

”Tidak, paman tidak bekerja disini, paman hanya sedang mengirim buah ke sini,”

”Apakah paman tinggal di kota ini juga?”

”Tidak, paman juga bukan berasal dari sini. Paman berasal dari desa yang cukup jauh dari Tokyo, tapi tempat kami adalah produsen buah kesemek terbaik di Jepang, itu sebabnya paman bisa sampai ke sini. Kamu? Sendirian saja kemari?”

”Oh begitu... Saya tidak sendirian paman, saya kemari diantar pegawai ayah, itu orangnya disana,”

Sayuri menunjuk ke arah Hashimoto yang tengah berdiri di depan counter majalah. Takahiro mengikuti arah telunjuk Sayuri dan bertatap muka dengan Hashimoto yang segera menganggukan kepala memberi salam dan Takahiro pun mengangguk membalas salam Hashimoto.

”Nah, anak pintar, kalau boleh paman tahu, siapa namamu?”

”Nama saya, Sayuri Hayami, paman, senang berkenalan dengan paman,”

Sayuri mengulurkan tangannya, menjabat tangan Takahiro. Takahiro tersenyum simpul dan menjabat balik tangan mungil Sayuri.

”Nama paman Takahiro Maeda, salam kenal juga, ya, oh ya, Sayuri, sebagai tanda terima kasih karena telah mengembalikan foto berharga milik paman ini, paman ingin mentraktirmu ice cream, yuk?”

”Terima kasih, paman, tidak usah,”

”Benar nih?”

Sayuri menggelengkan kepalanya, membuat rambut ekor kudanya bergoyang. Takahiro tersenyum melihat tingkah polah Sayuri. Entah mengapa, hatinya jatuh sayang pada gadis kecil yang berani ini.

”Baiklah kalau begitu, paman sedang terburu-buru, masih berpeti-peti buah kesemek yang harus paman kirim ke banyak toko. Senang bertemu denganmu, Sayuri Hayami. Sayonara,”

”Sayonara, paman,”

Sayuri membalas salam Takahiro, namun tiba-tiba ia teringat sesuatu.

”Paman,”

Takahiro yang hendak membuka pintu, kembali berbalik dan memandang penuh tanya pada Sayuri.

”Iya, Sayuri-chan?”

”Ma’af, bolehkah Sayuri meminta sesuatu pada paman? Sebagai pengganti ice cream?”

”Sesuatu? Selama paman bisa memberikan, akan paman berikan. Apa yang kamu inginkan?”

”Boleh Sayuri meminta alamat desa asal paman?”

”Alamat paman?”

Sayuri mengangguk, menegaskan permintaannya.

”Iya, siapa tahu suatu saat Sayuri berkunjung ke daerah sekitar desa asal paman, kalau boleh Sayuri ingin mampir. Boleh?”

Takahiro kembali tersenyum mendengar penuturan Sayuri, segera ia menulis di buku catatannya dan kemudian merobeknya.

”Ini alamat paman, janji ya, kalau kau berkunjung ke daerah sana, mampirlah. Kau sudah sekolah bukan? Dan pastinya sekarang sedang libur musim panas,”

Sayuri mengangguk mengiyakan.

”Desa paman sangat indah, di sepanjang jalan menuju desa paman, ditumbuhi pohon momiji, hingga desa kami dijuluki Desa Momiji. Dan di musim panas seperti sekarang ini, daunnya semua berubah warna, indah sekali,”

”Benar paman?”

”Iya, ajaklah orangtuamu berkunjung, nanti paman akan ajak berkeliling menikmati desa kami,”

”Baik paman, terima kasih banyak”

Sayuri tersenyum cerah, hatinya sangat senang bertemu dengan orang sebaik Takahiro.

”Baiklah, Sayuri Hayami, sekarang paman harus benar-benar pergi. Sampai jumpa lagi, sayonara,”

”Sayonara, paman Maeda,”

Dan kini Takahiro benar-benar berlalu dari hadapan Sayuri, sementara Sayuri, membaca penuh minat pada selembar kertas yang bertuliskan alamat Takahiro. Diam-diam dalam hatinya merencanakan sesuatu.

”Paman Hashimoto, kita kembali ke kantor ayah yuk,”

Hasimoto memandang heran pada Sayuri.

“Tidak jadi membeli apel, nona?”

“Tidak ah, nanti saja, yuk,”

Sayuri menggandeng Hashimoto setengah menyeret Hashimoto yang tergopoh-gopoh meminta ma’af pada pramuniaga swalayan karena tidak jadi berbelanja.

= # =

“Asa,”

“Ya tuan?”

“Ada kabar dari Hideo?”

“Belum tuan, terakhir Hideo mengabarkan, dia tengah berada di daerah selatan. Hideo menyampaikan bahwa ada sesuatu yang menarik disana tuan,”

”Begitu ya... Bagaimana dengan Hijiri?”

”Sepanjang yang saya ketahui, Hijiri pun masih menemui jalan buntu tuan,”

Eisuke termangu mendengar keterangan Asa. Hati tuanya makin hari cemas, dia ingin menebus semua kesalahan yang telah diperbuatnya sebelum waktunya sendiri habis. Sementara Asa, memandang dengan prihatin pada tuannya.

= # =

”Nona Sayuri...”

Suara itu hanya pelan saja, namun cukup untuk di dengar Sayuri ditengah hilir mudiknya orang di lobi utama Daito Enterprise. Sayuri mencari-cari suara yang sangat dikenalnya, dan ketika pandangan matanya menemukan sumber suara itu, hampir saja ia terpekik senang seandainya Hijiri tidak menunjukkan telunjuk di depan mulutnya dan mengendipkan sebelah mata, memberi isyarat pada Sayuri untuk tidak mengatakan apapun tentang keberadaannya. Sayuri pun mengangguk mengerti. Dengan isyarat ia pun menunjuk ke atas, dan Hijiri pun mengangguk, mengiyakan jika ia akan menuju ruang kerja Masumi. Sayuri tersenyum senang, dan Hijiri pun seakan acuh tak acuh menanggapi reaksi Sayuri namun sorot matanya berkilat jenaka.

Tanpa bicara mereka bersepakat memilih jalan yang berbeda menuju ruang kerja Masumi. Sayuri memasuki lift publik namun sekilas mata kanak-kanaknya menangkap bayangan Hijiri yang menuju lift barang. Diam-diam Sayuri tersenyum, dia sangat menggemari permainan rahasia yang dimainkan paman Hijiri-nya dan ayahnya. Dan ia pun juga ingin memainkan permainan rahasia bersama paman Hijri-nya, tanpa melibatkan ayahnya.

= # =

”Mana buah apelmu, Sayuri?”

Mizuki bertanya heran saat melihat Sayuri keluar dari lift tanpa membawa apapun di tangannya.

”Tidak jadi beli,”

”Tidak jadi beli? Kenapa? Kau tadi katanya ingin sekali makan apel,”

”Tidak jadi aja, nona Mizuki, memangnya tidak boleh?”

Mizuki tertawa geli melihat mimik lucu Sayuri.

”Kau ini, pantas saja ayahmu sering merasa gusar padamu, Sayuri-chan,”

Sayuri menyeringai jahil pada Mizuki yang menatap sayang padanya.

”Eits! Kau mau kemana Sayuri-chan?”

”Mau ke kantor ayah,”

”Jangan masuk dulu, kata ayahmu dia sedang tidak ingin digang...”

Belum selesai Mizuki berkata-kata, Sayuri sudah menyelinap masuk ke dalam ruang kerja Masumi dan kembali menutup pintunya, setelah sebelumnya menyempatkan diri melambaikan tangan pada Mizuki yang terlongong melihat kelakuannya.

’Sayuri-chan, kau itu bandel sekali... Semoga saja ayahmu tidak naik darah,’

Mizuki membatin dengan harap-harap cemas akan reaksi Masumi terhadap perilaku Sayuri. Tiba-tiba Mizuki mengerenyitkan dahinya. Saat Sayuri membuka pintu ruang kerja Masumi tadi, sekilas ia seperti melihat sesosok pria tengah duduk di hadapan meja kerja Masumi.

’Apa iya, ada orang lain di ruangan pak Masumi? Kapan masuknya?’

Hati Mizuki bertanya-tanya, namun tak berapa lama, ia memilih mengacuhkannya. Dia berpikir mungkin orang tersebut masuk saat ia sedang berada di toilet. Dan Mizuki kembali melanjutkan kesibukannya dengan berbagai berkas yang menumpuk di meja kerjanya.

= # =

“Hai paman!”

Masumi terkesiap melihat putrinya telah masuk dalam ruangannya tanpa permisi terlebih dahulu. Sementara Hijiri yang duduk dihadapannya bersikap lebih tenang menghadapi kedatangan Sayuri. Saat bertemu Sayuri di lobi, ia telah menduga, nona kecilnya ini pasti akan menyusulnya di ruang kerja ayahnya.

“Sayuri, kenapa kau masuk tanpa permisi?”

Sayuri mengendikkan bahu dan menampilkan raut muka lucu pada ayahnya.

”Sayuri ingin bertemu dengan paman Hijiri, ayah, habisnya susah sekali. Masa Sayuri harus menghilang dulu baru bertemu paman Hijiri,”

”Kau kan tinggal bilang pada ayah, kalau kau ingin ditemani paman Hijiri,”

”Memangnya bisa begitu?”

”Bisa saja, asal paman Hijiri sedang tidak melaksanakan tugas dari ayah nona,” ujar Hijiri menimpali.

”Itu yang sepertinya mustahil,” sahut Sayuri dengan mencebik dan mengerling pada Masumi.

”Mana pernah paman Hijiri tidak mengerjakan tugas dari ayah, seperti sekarang, pasti ada sesuatu hal rahasia yang harus dikerjakan paman Hijiri, iya kan ayah?”

Mata Sayuri yang lebar memandang penuh selidik pada ayahnya dan Hijiri yang kini saling bertukar pandang. Mereka berdua pun saling melempar senyum, dugaan Sayuri memang tidak salah.

”Memangnya, kau mau apa dengan paman Hijiri?”

”Aku ingin mengajak paman Hijiri ke suatu tempat, boleh ya ayah?”

Kembali Masumi dan Hijiri bertukar pandang.

“Memangnya mau kemana?”

“Rahasia dong! Boleh ya? Kumohon....”

Masumi diam sejenak, tampak berpikir dan mengulur waktu. Matanya memandang pada Sayuri yang kini tengah memohon dengan mimik wajah dibuat semanis mungkin. Dalam hati, Masumi tertawa geli melihat tingkah polah putri semata wayangnya itu.

”Bagaimana Hijiri?”

”Terserah pak Masumi saja,”

”Ayolah ayah... Lagipula hari ini ayah sibuk kan, tidak mungkin bisa menemani Sayuri. Biarkan Sayuri ditemani paman Hijiri, sekali ini saja, boleh ya....”

Masumi menghela nafas sambil menahan senyum.

”Baiklah, tapi...”

”Terima kasih, ayah!!!”

Belum selesai Masumi menyampaikan maksudnya, Sayuri telah berlari melompat ke dalam pangkuan Masumi, memeluk erat lehernya dan mencium kedua belah pipinya.

”Ayah baik deh! Muah! Muah! Muah!“

Masumi tergelak dengan reaksi Sayuri, sementara Hijiri tersenyum geli melihat ayah beranak itu.

”Tapi ingat ya, jangan nakal dan kau harus menurut pada paman Hijiri, oh ya, satu lagi, jangan menghilang seenaknya lagi, ok?”

”Sip!”

Sayuri mengacungkan kedua ibu jarinya tepat di depan wajahnya, sementara matanya berbinar ceria. Ia tak sabar ingin segera melaksanakan rencananya bersama Hijiri. Segera ia melompat turun dari pangkuan Masumi, namun saat ia berbalik, tak sengaja matanya tertumbuk pada berkas yang ada di dalam map terbuka di atas meja kerja Masumi.

’Hah?!? Itu kan, foto orang itu!’

Menyadari arah pandangan Sayuri, dengan tidak kentara, Masumi menutup map terbuka itu, membuat hati Sayuri makin bertanya-tanya, namun Sayuri diam saja. Ia malah berjalan ke arah Hijiri dan menarik tangan Hijiri, mengajaknya segera beranjak dari ruang kerja ayahnya. Diam-diam, Masumi bertukar pandang dengan Hijiri yang turut menghembuskan nafas lega

“Hijiri, tolong ya, dan, terima kasih,“

“Sama-sama, pak,”

Hijiri mengangguk dan memberi salam pada Masumi yang masih tersenyum menyaksikan tingkah polah Sayuri.

“Ayo, paman, buruan dong,”

Sayuri yang tak sabar terus menarik-narik tangan Hijiri yang masih belum beranjak dari tempatnya berdiri.

“Ayo dong paman, kok paman diam saja sih?”

Hijiri mengangkat kedua alisnya dan memberi isyarat pada Sayuri melalui matanya.

”Oh iya! Aku lupa!”

Sayuri berseru keras sambil menepuk jidatnya, membuat Masumi dan Hijiri kembali tersenyum geli melihat tingkahnya.

”Baiklah kalau begitu, kita bertemu di basement saja ya paman. Ayah, Sayuri pergi dulu, sampai jumpa,”

Sayuri kembali memeluk Masumi dan mencium kedua pipinya, sebelum berlari keluar ruangan Masumi seperti angin ribut.

”Saya permisi dulu, pak Masumi,”

”Baik Hijiri, tolong ya,”

”Baik pak,”

Saat Hijiri berbalik hendak pergi, kembali pintu ruangan Masumi terbuka dan Sayuri tergopoh-gopoh masuk dalam ruangan Masumi.

”Ma’af ayah, tas ku ketinggalan, nah ini dia. Sampai jumpa ayah,”

Tanpa menunggu jawaban Masumi, Sayuri sudah kembali keluar dan menutup pintu ruangan Masumi dengan keras, membuat Masumi terjengit mendengar suara benturannya.

”Anak itu...”

Hijiri hanya tersenyum menanggapi Masumi.

= # =

Suasana tepian sungai ini begini tenang. Suara binatang khas musim panas begitu ramai menandakan kedatangan musim yang menyegarkan. Kazumi tengah duduk di atas batu terlindung dibawah naungan keteduhan pohon momiji, sambil memainkan kakinya di aliran sungai yang mengalir tenang.

”Hei! Melamun terus!”

Kazumi tersentak begitu merasa ada yang menepuk keras bahunya.

”Ah, kau ini, Atsuko, suka sekali mengagetkan, untung saja jantungku tidak copot,”

Kazumi menggerutu pada Atsuko yang tengah menertawainya.

”Makanya, jangan melamun saja, dari tadi aku memanggilmu Kazumi tapi kau malah diam saja, terus asyik melamun. Apa sih yang kau pikirkan? Takahiro ya?”

”Bukan...”

Dengan wajah memerah, Kazumi mencoba menyangkal tuduhan Atsuko.

”Alaaaaahhh..... Mengaku saja... Pasti kau tak sabar lagi untuk segera menjadi istri Takahiro, iya kan? Ayo mengaku saja!”

”Benar Atsuko, aku bukan sedang memikirkan Takahiro,”

”Benarkah?”

Kini Atsuko mengambil tempat duduk di sebelah Kazumi, sama-sama memasukkan kaki di sejuknya aliran sungai.

”Kalau tidak memikirkan Takahiro, lalu apa yang kau pikirkan Kazumi? Atau... Jangan-jangan kau memikirkan laki-laki lain,”

Kazumi hanya tersenyum menanggapi pandangan menyelidik Atsuko. Kakinya kembali berayun-ayun santai, berkecipak di antara air sungai yang sejuk.

”Entahlah, Atsuko... Aku sendiri juga tidak tahu apa yang tengah berkecamuk dalam pikiranku ini, hanya saja terkadang aku merasa seperti bukan diriku...”

Pandangan mata Kazumi menerawang jauh, menelusuri asal aliran sungai yang berkelok dan hilang di sebuah tikungan dengan rumpun bambu yang tebal.

”Hah?!? Bukan dirimu? Apa maksudmu? Kau bukan jadi-jadian kan, Kazumi? Kau jangan menakuti aku dong,”

Kazumi tertawa mendengar ucapan Atsuko.

”Tentu saja aku bukan makhluk jadi-jadian Atsuko, kau ini ada-ada saja,”

”Habisnya, kau mengatakan sesuatu yang mengagetkan aku seperti itu,”

Lagi-lagi Kazumi tertawa geli melihat Atsuko yang cemberut menanggapi ucapannya. Namun, tiba-tiba ia terdiam, memandangi aliran sungai yang beriak membelah di kakinya dan kaki Atsuko.

”Begitu ya... Entahlah Atsuko...,”

Atsuko memandang heran pada Kazumi yang masih saja terpekur memandangi aliran air di sela-sela kakinya.

”Untuk apa nama dan masa lalu, kalau sekarang kita bisa bertemu disini? Hewan saja tak pernah memanggil nama...”

”Eh? Kazumi?”

Atsuko memandang penuh tanda tanya pada Kazumi yang tengah bergumam, seakan-akan jiwanya tengah tidak berada didalam raganya.

”Buanglah masa lalumu dan jadilah milikku...”

”Kazumi!!! Kamu ini ngomong apa sih?!? Jangan menakuti aku dong!”

Kazumi tersentak kala percikan air mengenai wajahnya. Matanya menatap nanar pada Atsuko yang kini memandangnya dengan ekspresi ketakutan.

’Tadi itu apa?’

”Eh, Atsuko?”

Kazumi memandang kebingungan ke arah Atsuko.

”Iya ini aku, Atsuko. Kau itu kenapa sih? Bikin aku ketakutan, tahu,”

Kazumi masih saja memandang kebingungan ke arah Atsuko.

”Entahlah Atsuko, aku sendiri juga tak tahu, tiba-tiba saja rasanya jiwaku ini melayang entah kemana. Seperti ada perasaan hangat dalam hatiku ini yang membawaku melayang tinggi...”

’Kazumi, kau ini...’

= # =

”Ayo, paman! Sini, dong! Ah, payah nih paman Hijiri!”

Sayuri tertawa terengah-engah melihat Hijiri yang berlari di belakangnya. Sementara Hijiri hanya tersenyum sambil berusaha mengatur langkah larinya.

“Horeeeeeeeeeee!!!! Sayuri menang!!!!”

Sayuri melonjak-lonjak kegirangan ketika ia telah sampai di bangku taman mendahului Hijiri yang sengaja mengalah untuknya.

“Huft! Capek ih!”

Sayuri menghempaskan tubuhnya di bangku taman. Wajah kanak-kanaknya tampak memerah dengan keringat mengalir. Sementara beberapa anak rambut menempel lengket di pipinya. Nafasnya terengah-engah, terhembus cepat dari mulutnya yang terbuka.

”Capek ya?”

”Iya, paman,”

”Mau minum?”

”Mau!”

”Tunggu sebentar ya,”

Hijiri pun beranjak menuju kios penjual minuman ringan. Dibelinya dua kaleng jus buah dingin serta dua bungkus keripik kentang. Saat ia kembali Sayuri tengah asyik memandangi angsa di kolam sambil melemparkan beberapa kerikil.

”Nona, ini minumnya,”

”Oh ya, terima kasih paman Hijiri,”

Hijiri memperhatikan anak atasannya ini. Gadis kecil yang lincah dan cerdas. Pemberani dan sangat mandiri walau kadang terkesan ceroboh dan semaunya sendiri. Sayuri Hayami adalah anak yang benar-benar berbeda di bandingkan dengan anak seumurannya. Diam-diam Hijiri tersenyum mengingat segala kelakuan Sayuri yang mampu membuat atasannya, Masumi Hayami, kelimpungan menghadapi sikapnya.

”Paman,”

”Ya?”

Setengah terkejut, Hijiri menjawab panggilan Sayuri.

”Paman sudah lama jadi bawahan ayah?”

”Begitulah. Jauh, sebelum nona lahir, paman sudah bekerja untuk ayah dan kakek nona,”

”Berarti, paman tahu dong semua teman-teman ayah?”

”Ada beberapa orang yang paman tahu dan paman kenal, tapi tidak semuanya paman kenal. Memangnya kenapa?”

Sayuri tampak berpikir dan menimbang-nimbang sesuatu. Terlihat sekali ia merasa ragu-ragu untuk menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.

”Ada apa, nona?”

Sayuri memandang penuh penilaian pada Hijiri yang kini menatap penuh tanda tanya pada dirinya.

”Tapi, kalau Sayuri bilang, janji ya, paman tidak boleh bilang ke ayah,”

”Kenapa begitu?”

”Janji dulu, paman akan merahasiakan hal ini dari ayah, baru Sayuri mau bilang,”

Hijiri balik menatap Sayuri yang kini memandangnya dengan tekad bulat. Hijiri menghela nafas pendek.

”Baiklah, paman janji,”

”Benar?”

”Iya, ini janji seorang samurai,”

Sayuri tersenyum lebar mendengar jawaban Hijiri.

”Sebentar ya paman,”

Sayuri sibuk mencari-cari di dalam tas punggungnya, dan tak berselang lama, Hijiri melihat tangan kanan Sayuri mengeluarkan sebuah amplop berwarna cyant, warna khas kertas origami untuk anak-anak TK. Sayuri membuka amplop itu dan mengeluarkan isinya.

”Paman, tahu tidak, ini siapa?”

Jika Hijiri terkejut, tentu dia sangat pandai menutupi perasaannya. Dengan hati penuh tanya, Hijiri mengamati foto yang ada di tangan Sayuri. Ia sangat ingat foto ini, karena memang dia yang mengambilnya saat pementasan percobaan Bidadari Merah. Ia juga ingat, foto ini sudah ia serahkan pada Masumi tepat satu jam setelah ia mengambilnya dan sekarang harusnya aman berada di tangan Masumi, bukan berada di tangan Sayuri.

”Nona, dapat foto ini dari mana?”

Dengan sangat hati-hati, Hijiri menekan intonasi suaranya agar tetap terdengar biasa-biasa saja, hingga tidak menimbulkan kecurigaan di hati Sayuri. Dan usahanya cukup berhasil, terbukti Sayuri menjawab lugas pertanyaannya tanpa menaruh curiga sedikit pun pada Hijiri.

“Dari album foto yang ada di dalam laci meja kerja ayah,”

“Oh ya?”

“Iya,” Sayuri mengangguk mantap.

“Apakah ayah nona tahu kalau nona mengambil foto ini dari laci beliau?”

Sayuri menatap ngeri ke arah Hijiri. Dengan gayanya yang khas, Sayuri memutar bola matanya yang besar.

“Paman bercanda ya? Kalau sampai ayah tahu, bisa habis Sayuri kena marah ayah, kan ayah selalu bilang pada Sayuri untuk tidak menyentuh meja kerjanya sama sekali,”

Hijiri sudah menduga Sayuri akan menjawab seperti itu, karena sejak awal pembicaraan Sayuri sudah memintanya untuk merahasiakan apa yang akan mereka bicarakan pada Masumi.

“Memangnya kenapa nona ingin tahu tentang orang yang ada di foto ini?”

“Karena, Sayuri merasa heran paman, selama ini Sayuri belum pernah melihat orang ini di kalangan artis-artis Daito, tapi kenapa sampai ayah perlu menyimpan begitu banyak foto orang ini. Dan ayah juga belum pernah mengenalkan Sayuri pada orang ini, bahkan berceritapun belum pernah. Memangnya, paman Hijiri tahu ya?”

Mata kanak-kanak Sayuri yang polos memandang penuh tanya, menuntut penjelasan pada Hijiri. Hijiri sejenak terdiam. Hatinya bimbang, bagaimana cara menyampaikannya pada Sayuri.

“Paman? Paman kenal ya dengan orang ini?”

Kembali Sayuri mendesak penuh rasa ingin tahu, membuat Hijiri semakin bimbang.

“Iya nona, paman tahu, paman juga kenal,”

”Oh ya?” mata Sayuri berbinar antusias.

”Dia itu salah satu aktris yang luar biasa hebat,”

”Aktris hebat? Sehebat Ayumi Himekawa?”

”Iya, aktris hebat, bahkan lebih hebat dari Ayumi Himekawa, Ayumi pun mengakuinya. Setiap peran yang dibawakannya selalu spektakuler,”

”Spektakuler?”

”Iya, dengan kata lain, sangat luar biasa,”

”Apakah Ayumi Himekawa mengenalnya? Kenapa dia tidak pernah Sayuri liat di tv maupun di panggung drama?"

”Benar nona, Ayumi juga sangat mengenalnya, bahkan dia adalah satu-satunya saingan yang diakui oleh Ayumi. Dan dia jugalah yang kini memegang hak pementasan sebuah drama legendaris, Bidadari Merah,”

Bibir Sayuri terbuka, terpesona dengan penuturan Hijiri mengenai sosok yang ada di foto itu.

“Bidadari Merah?”

Hijiri mengangguk mengiyakan.

“Kakek pernah bercerita padaku soal drama yang mengagumkan itu, tapi tidak pernah mengatakan bahwa orang inilah pemegang hak pementasaanya. Wah, hebat sekali dia!”

“Benar nona, dia orang yang sangat hebat dalam berakting. Namun sayang, sekarang dia menghilang,“

“Menghilang? Memangnya manusia bisa menghilang paman?”

“Bisa dong, bukankan nona sendiri sering melakukannya? Menghilang dari sekolah?”

Hijiri sedikit menggoda Sayuri, mengingatkannya akan kebandelannya.

“Huuuu... Paman Hijiri bisa aja,”

Hijiri tersenyum menanggapi Sayuri yang cemberut.

”Terus, paman?”

”Begitulah nona, Maya Kitajima kini telah menghilang,”

”Siapa paman? Namanya siapa?”

”Namanya, Maya Kitajima, nona, kenapa? Nona pernah mendengar namanya?”

Sayuri menggeleng.

”Tidak paman, aku belum pernah mendengar nama itu, malahan aku sempat berpikir namanya Kazumi Okada,”

Hijiri memandang heran pada Sayuri, gadis kecil di sebelahnya ini benar-benar penuh kejutan.

”Memangnya kenapa sampai bisa nona mengira namanya Kazumi Okada?”

”Karena, tadi pagi aku bertemu dengan orang yang mengenalnya. Dia bilang dia tunangan Kazumi Okada,”

Hijiri memandang penuh minat pada Sayuri. Dan segera saja mengalir cerita dari mulut Sayuri, menceritakan pertemuannya dengan Takahiro Maeda tadi pagi di pasar swalayan. Kini, Hijiri benar-benar terkesima mendengar penuturan Sayuri.

”Aku penasaran paman, karena saat aku melihat wajah orang yang ada di foto milik paman Maeda, begitu mirip dengan orang yang ada di foto ini, makanya aku meminta alamat paman Maeda. Siapa tahu, suatu saat aku bisa pergi kesana, untuk menanyakan langsung pada nona Kazumi Okada, apakah dia mengenal ayahku. Dan kenapa sampai wajahnya begitu mirip dengan wajah orang yang ada dalam album foto ayah,”

Hijiri merasakan kekaguman pada kecerdasan Sayuri. Kali ini ia meyakini mengenai kebenaran sebuah teori, bahwa kecerdasan dan kepintaran memang diturunkan secara genetis.

”Nah, kira-kira, paman mau tidak mengantar aku mencari dan menemui nona Kazumi Okada ini?”

Kembali Hijiri terperanjat dengan perkataan Sayuri.

”Untuk apa nona hendak mencari nona Kazumi Okada ini?”

”Idih, paman Hijiri ini bagaimana sih? Kan aku sudah bilang paman, aku ini penasaran setengah mati,”

Sekarang Hijiri menjadi bingung, informasi yang disampaikan Sayuri bisa jadi informasi yang sangat berharga, namun ia terlanjur berjanji pada Sayuri untuk tidak mengatakan pada Masumi soal pembicaraan mereka ini.

”Baiklah, tapi setidaknya kita harus minta ijin dulu pada ayah nona,”

”Tidak mau, ah!”

”Tapi nona...”

”Kalau paman bilang ke ayah, aku ga mau lagi ngomong sama paman, ga mau diantar sekolah sama paman, ga mau pergi-pergi dikawal sama paman. Pokoknya, paman Hijiri TIDAK BOLEH bilang sama  ayah! Masa paman lupa sih, aku kan diam-diam mengambil foto ini dari laci ayah, memangnya paman tega kalau aku sampai dimarahi ayah? Alasan apa coba yang akan paman katakan ke ayah?”

Hijiri menghela nafas, sungguh sangat sulit melunakkan hati Sayuri apabila dia sudah berkeinginan dan bertekad bulat untuk melaksanakannya. Dan jika tetap dicegah, Sayuri bisa nekat yang tentu saja akan membahayakan keselamatannya.

“Ayolah paman... Lagipula aku sedang libur sekolah kan?”

Hijiri masih menatap pada Sayuri yang memandang penuh permohonan padanya.

“Baiklah nona... Tapi nanti kita harus cari waktu yang tepat ya?”

“Benar paman?”

Hijiri mengangguk mengiyakan.

“Asyik!!!! Paman memang paman Hijiri-ku yang hebat! Terima kasih, paman!”

Sayuri menghambur ke dalam pelukan Hijiri, menyampaikan rasa terima kasih dengan memeluk erat-erat leher Hijiri.

”Sama-sama, nona, sama-sama...”

Sementara, otak Hijiri berputar cepat, dia harus segera menemukan cara untuk menyampaikan apa maksud Sayuri pada Masumi tanpa perlu mengingkari janjinya pada Sayuri.

”Eh, tahu tidak, paman?”

Hijiri memandang bertanya pada Sayuri yang kini kembali duduk di sebelahnya.

”Mungkin, kalau paman berpasangan dengan nona Mizuki, bisa jadi tim yang sangat hebat lho! Mau tidak paman jadi pacar nona Mizuki?”

Kali ini, Hijiri benar-benar terkejut.

= # =

”Begitukah?”

Eisuke memperhatikan dengan seksama lawan bicaranya di seberang sambungan telepon pribadinya.

”Baiklah, coba kau telusuri lebih jauh. Pastikan kebenaran berita itu, sementara waktu ini bergeraklah sendiri, soal Masumi, biar aku yang menangani,”

Eisuke menutup sambungan teleponnya dan memandang pada potret besar Bidadari Merah.

”Tak lama lagi... Tak lama lagi... Kami akan melihat lagi kemegahan legendamu... Ya, semoga tak akan lama lagi...”

= # =

”Aku pulang,”

Suara lantang Sayuri membahana di kediaman Hayami ketika ia memasuki pintu ruang depan.

”Selamat datang, kenapa harus sekeras itu suaranya, nona?”

Bibi Michi menegur halus pada Sayuri yang membalasnya dengan senyum jenaka.

”Ma’af bibi, Sayuri berisik ya? Habis rumah sebegini besar, kalau Sayuri tidak teriak, nanti tidak ada yang tahu kalau Sayuri sudah pulang,”

”Tidak, tidak berisik, hanya saja, seorang gadis terhormat tidak mengumbar suara semaunya begitu. Apa kata orang, kalau mereka tahu, nona Sayuri Hayami ternyata suka berteriak seperti Tarzan di hutan?”

”Tarzan? Wah, keren dong bi! Auoooooouoouooooo!”

”Nona?”

Sayuri tertawa girang pada bibi Michi yang mendelik ke arahnya, membuat bibi Michi akhirnya ikut tertawa.

”Iya, bibi Michi sayang... Jangan marah ya...”

Sayuri memeluk bibi Michi sambil mencium pipinya, membuat bibi Michi merasa jengah dengan perlakuan hangat Sayuri.

”Nona ini... Selalu saja,”

Sayuri tersenyum lebar, kemudian ia mengedarkan pandangan matanya, mencari-cari.

”Kakek mana bi?”

”Tuan besar sedang beristirahat di kamarnya, sepertinya hari ini beliau kurang begitu sehat,”

”Kalau begitu, Sayuri ke tempat kakek dulu ya bi,”

”Tapi, kalau tuan besar sedang istirahat, nona tidak boleh menganggu, ya?”

Sayuri mengangguk mengerti sebelum beranjak menuju kamar Eisuke.

”Kakek? Sayuri sudah pulang...”

Sayuri mengetuk pintu kamar Eisuke. Sunyi, tak ada jawaban dari balik pintu.

”Kakek?”

Kembali Sayuri mengetuk pintu kayu hitam itu, namun tetap sama, tak ada jawaban dari dalam kamar. Karena penasaran, Sayuri mencoba menggerakkan pegangan pintu.

Tidak dikunci. Pintu itu dengan mudah bisa dibuka Sayuri.

”Kakek?”

Sayuri berjalan perlahan memasuki kamar Eisuke, dan saat ia berbelok menuju arah tempat tidur Eisuke, sebuah pemandangan yang mengejutkan tersaji di hadapannya.
 
> to be continued

11 komentar:

  1. Wowwww...!!! Makin gemeeeesssss sama Sayuri! Dia bener2 anak Masumi Hayami! Otak-nya briliant. Hijiri aja sampai nurut sama dia ...hihihihi...

    Kazumi Okada itu pasti Maya! Pertanyaannya tinggal 1 : ibunya sayuri itu maya atau shiori? Hohoho...masih penasaraaannnnnn

    BalasHapus
  2. Hijiri samurai ya? Emank apa bedanya dg ninja? Menurutku lebih keren ninja, dia cepat, pandai bermain pedang seperti samurai, dan cocok dg imej hijiri yg seperti bayangan *mendadak teringat sesuatu* xixixixi

    BalasHapus
  3. akhirnya hijiri found something..........

    cepet anter sayuri ke desa momiji....maya juga mudah2an begitu denger naman hayami bisa mulia teringat dikit2....

    masih gak ketebak kenapa maya bisa menghilang...dan apa yg eisuke perbuat ya sampe dia merasa bersalah....

    BalasHapus
  4. mulai ad titik terang nya ini..ayo sayurii... lanjudkan perjuangan mu... eh.. * ga nymbung,, thx fenny.. lanjoddd.. :D

    BalasHapus
  5. yg lagi ngomong sm eisuke pasti hijiri...
    ada apa sih ini sebenarnya kesalahan apa yg di perbuat eisuke....ckckckckc bikin penasaran ajah
    makasih apdetnya :)

    BalasHapus
  6. pasti eisuke nyuruh maya utk ninggalin masumi dan maksa utk nikah ama shiori kali

    BalasHapus
  7. I'm very glad to know that you all so in love with Sayuri-chan ^^

    Thank you sudah menyempatkan diri untuk mampir membaca cerita di blog saya ^^

    BalasHapus
  8. waah, mulai ada titik terang nih, makin yakin kl kazumi itu maya. cm pertanyaannya apa maya hilang ingatan?

    aaaah, tambah penasaran nih, ayo lanjuuut...

    BalasHapus
  9. aiiiiih, bener2 dikiiiiit bgt apdetannnya. Tp gpp deeeh, makasih yaaa. ditunggu lanjutannya

    BalasHapus
  10. jadi makin penasaran. Nice story sista. Ditunggu kelanjutannya! Menurutku Sayuri pasti anaknya Maya, secara lihat sifat keras kepalanya mirip bgt ma Maya klo pintarnya ikut Masumi pastinya!jadi makin penasaran. Nice story sista. Ditunggu kelanjutannya! Menurutku Sayuri pasti anaknya Maya, secara lihat sifat keras kepalanya mirip bgt ma Maya klo pintarnya ikut Masumi pastinya!

    BalasHapus
  11. luv ur story ^__^ , setiap baca deg2an kepengen tau lanjutannya gimana , jd sarapan tiap hari sebelum kerja :)
    tq ya sis ^__^

    BalasHapus

Please, just leave your comment here -Thank you-