Kamis, 18 Agustus 2011

The Adventure of Sayuri Hayami #5




”Kazumi...”

”Iya ibu,”

”Kemarilah, ayah dan ibu ingin bicara denganmu,”

Kazumi melangkah menuju ruang tengah yang berfungsi sebagai ruang keluarga dan juga ruang makan. Disana ayah dan ibunya telah duduk di atas zabuton, menunggunya.

”Duduklah,”

Kazumi pun duduk di seberang ayah ibunya. Dalam benaknya menduga, pasti ayah ibunya ingin membicarakan soal pernikahannya dengan Takahiro.

”Kazumi,”

”Iya, ayah, ibu,”

”Tak lama lagi, kau akan menikah dengan Takahiro,”

Kazumi tersenyum pada orangtuanya.

”Iya ayah,”

”Kami sangat bahagia, akhirnya hari besar itu akan tiba juga, namun...”

Kazumi memandang penuh tanya pada ayahnya yang kini tengah bertukar pandang dengan ibunya. Terlihat sekali mereka bimbang untuk melanjutkaan pembicaraan ini.

”Ada apa ayah? Ibu?”

”Begini, Kazumi, kami memang sudah menganggapmu sebagai anak kami sendiri. Bahkan, kehadiranmu telah memberikan kebahagiaan tersendiri bagi kami setelah kepergian Kayo yang begitu tragis. Kehadiranmu di keluarga kami benar-benar menghidupkan kembali kegembiraan di rumah ini, hingga kami perlahan bisa melupakan kesedihan kami tanpa perlu menghapus kenangan akan Kayo. Dan kini, kau akan menikah, sehingga kami memiliki kesempatan untuk merasakan kebahagiaan orangtua menyaksikan anak gadisnya duduk di pelaminan,”

Kazumi duduk diam menyimak penuturan ayahnya. Dalam hatinya bertanya-tanya, sebenarnya kemana arah pembicaraan ayahnya ini dan apa maksudnya.

”Kazumi, apakah kau belum mengingat sedikitpun tentang masa lalumu?”

Kazumi tersentak. Ada ketakutan terbersit di sinar matanya.

”Jangan salah paham, Kazumi. Kami menanyakan hal ini, tidak ada maksud apapun. Sungguh...”

Kazumi tertunduk diam, bagaimanapun ia tidak bisa menyalahkan orangtuanya jika menanyakan hal tersebut. Selama ini mereka telah begitu baik merawat dan menjaganya seperti anak mereka sendiri.

”Iya, Kazumi, kau jangan salah paham ya nak...,”

Suara ibunya yang lembut dan teduh menimpali keheningan yang tiba-tiba hadir di antara mereka.

”Kami bertanya begini, karena kami tidak ingin ada masalah di kemudian hari. Bagaimanapun, engkau akan segera memulai sebuah kehidupan baru bersama Takahiro, jangan sampai ada ganjalan mengenai masa lalumu saat kau sudah membina rumah tangga bersama Takahiro,”

”Kazumi mengerti ibu...”

”Syukurlah kalau kau mengerti, Kazumi. Karena sudah sekian lama kita mencoba untuk membantumu mengingat kembali semua hal mengenai masa lalumu, sedikit banyak ada harapan kami, kau bisa mengingat sedikit saja tentang masa lalumu. Setidaknya mengenai siapa dirimu sesungguhnya, juga tentang keluargamu. Kami ingin membagi kebahagiaan ini bersama keluargamu. Selain itu, kami juga ingin memastikan, bahwa tidak akan ada yang terlukai saat kau nanti menjadi istri Takahiro,”

Pasangan Okada terdiam menatap Kazumi. Sebenarnya mereka sangat bahagia karena sebentar lagi Kazumi akan melangsungkan pernikahan bersama pria pilihannya. Namun tak urung, sejumput kekhawatiran melingkupi benak mereka. Sejak mereka menemukan Kazumi di malam berkabut 6 tahun yang lalu, hingga saat ini, Kazumi sama sekali belum bisa mengingat apapun tentang masa lalunya. Bahkan, nama aslinya pun, Kazumi belum bisa mengingatnya.

”Kazumi mengerti ibu, ayah... Kazumi akan berusaha lebih keras lagi untuk mengingat kembali semua hal tentang masa lalu Kazumi,”

”Jika kau belum mampu mengingatnya, jangan terlalu dipaksakan, Kazumi, bagi kami hal tersebut bukanlah sebuah masalah yang besar. Mungkin memang belum saatnya kau mengingatnya, lagipula, Takahiro dan keluarganya tidak keberatan dengan keadaanmu, kan?”

Kazumi mengangguk, mengiyakan pernyataan ayahnya.

Sejujurnya, terkadang di kala menjelang tidur, benak Kazumi sering berputar-putar tak menentu. Berbagai gambaran muncul dalam pikirannya, timbul tenggelam namun tak pernah berbentuk sempurna. Hanya secuil potongan-potongan kecil yang tak jarang membingungkan Kazumi. Bias antara kenyataan, lamunan ataukah mimpi. Seperti yang terjadi tadi siang, saat ia bersama Atsuko di pinggiran sungai. Tiba-tiba saja, sepenggal kenangan membawanya melayang, seperti trans, melampaui batas penalaran.

”Kazumi?”

Kazumi tersentak, suara lembut ibunya menyadarkan lamunannya.

”Kau melamun? Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan lagi, ya? Sekarang, bagaimana rencanamu setelah menikah dengan Takahiro?”

Kazumi pun tersenyum menanggapi ibunya. Tak lama kemudian, mereka bertiga terlibat obrolan ringan mengenai rencana pernikahan Kazumi.

= # =

”Kakek?!? Kakek kenapa?!?”

Sayuri bergegas berlari menghampiri Eisuke. Wajah tuanya semakin terlihat renta karena seringai kesakitan yang sepertinya begitu hebat menyerangnya. Sementara tangannya memegang erat dada kirinya, menandakan di sanalah letak sumber rasa sakit itu berasal.

”Kakek?!? Kakek kenapa?!? Kakek sakit ya?!? Mana yang sakit kek?!?”

Sayuri kembali bertanya dengan  panik, kali ini matanya mulai berkaca-kaca. Apalagi dilihatnya Eisuke begitu sulit bernafas, seakan-akan paru-parunya menjadi sempit dan enggan untuk menghirup udara.

”Kakek Asa!!! Bibi Michi!!! Siapa saja!!! Tolong!!! Tolong kakek!!!”

Sayuri berlari ke arah pintu dan berteriak panik, berharap siapa saja yang mendengar suaranya segera datang memberikan pertolongan.

“Nona? Ada apa?”

Asa yang datang bersama Noburo, salah satu anak buah Asa, bertanya pada Sayuri yang kini telah bersimbah airmata. Di belakangnya tampak bibi Michi dan beberapa pengurus rumah tangga dengan wajah cemas bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.

“Itu, kakek... Tolong kakek... Sepertinya kakek kesakitan...”

Asa dan Noburo bergerak cepat, dengan segera mereka melakukan pertolongan pada Eisuke yang kini tampak semakin kesakitan. Noburo, dengan cekatan memasang alat bantu pernafasan pada hidung dan mulut Eisuke. Sementara Asa, menghubungi rumah sakit, mengabarkan bahwa dalam waktu singkat mereka akan membawa Eisuke ke sana.

Sayuri mengamati dari sudut ruangan dengan airmata yang terus berlinangan dalam pelukan bibi Michi. Hatinya benar-benar ketakutan. Ia takut sesuatu yang buruk menimpa Eisuke. Matanya terus menatap pada Eisuke yang kini terpejam. Memperhatikan dengan seksama kerut-kerut kesakitan yang perlahan mulai menghilang dari wajah Eisuke.

’Kakek, jangan mati’

Masih terbayang jelas di mata Sayuri, wajah Eisuke yang mengerenyit kesakitan. Batin Sayuri terus saja berdo’a dan memanggil Eisuke.

”Nona,”

Mendengar Asa memanggilnya, Sayuri segera menghambur dalam pelukan Asa. Dia menangis sesenggukan membuat Asa menghela nafas panjang.

”Nona, sekarang tuan besar sudah tidak apa-apa, tapi kita harus segera membawa tuan besar ke rumah sakit,”

”Kakek tidak akan mati kan, kakek Asa?”

Asa memandang trenyuh pada Sayuri, dalam hatinya ada sedikit rasa bahagia, setidaknya ada yang menyayangi dan mengkhawatirkan tuan besarnya dengan begitu tulus.

”Kita tidak tahu, nona, untuk itu kita harus segera membawa tuan besar ke rumah sakit, supaya dokter bisa memeriksa lebih lanjut keadaan tuan besar, ya?”

Sayuri mengangguk dan menyusut airmatanya.

”Sayuri ikut ya, kakek Asa,”

”Nona...”

”Sayuri ingin menemani kakek, pasti tadi sakit sekali... Sayuri ingin menemani kakek...”

Asa kembali menghela nafas, ia tahu, akan percuma saja menahan nona kecilnya ini.

”Baiklah nona... Michi, tolong kau siapkan keperluan tuan Eisuke dan nona Sayuri, nona Sayuri akan ikut kami mengantarkan tuan Eisuke ke rumah sakit. Noburo, kau siapkan kendaraan, senyaman mungkin, dan cepatlah”

Bibi Michi dan Noburo mengangguk mendengar perintah Asa. Bergerak dengan sigap dan cekatan, mereka tahu, setiap detik sangatlah berharga bagi nyawa Eisuke.

Sementara Sayuri kini duduk di tempat tidur Eisuke, dengan airmata terus mengalir, ia memegang erat telapak tangan Eisuke yang terasa begitu dingin dalam genggaman tangan mungilnya.

‘Kakek.... Jangan mati...’

= # =

Ponselnya bergetar ribut di dalam saku blazernya. Dengan enggan Mizuki meraihnya, sebuah nomor yang tak dikenal terbaca di layar. Mizuki mengacuhkan saja. Kembali ia memasukkan ponselnya ke dalam saku blazernya. Di tengah rapat yang sepenting ini, rasanya sangat tidak dapat di toleransi apabila ada telepon masuk apalagi dari nomor yang tidak dikenal.

Mizuki memandang ke arah Masumi yang tengah mempresentasikan blue print kerjasama yang akan di laksanakan dengan pihak investor. Dia tahu, atasannya itu sangat tidak menyukai interupsi di tengah-tengah rapat yang menentukan masa depan pengembangan kerajaan bisnis Daito.

Kembali ponselnya bergetar untuk yang kesekian kalinya. Nomor yang tidak dikenal itu lagi. Mizuki ingin mematikannya namun entah mengapa, ada sesuatu yang menahannya untuk tidak melakukannya.

Akhirnya, dengan pasrah Mizuki kembali memandang ke arah Masumi, yang kini tengah menatap penuh selidik ke arahnya. Dengan isyarat yang hanya diketahui oleh atasan dan bawahan, Mizuki menunjuk pada ponselnya dan meminta ijin Masumi untuk keluar ruangan sebentar. Dengan pandangan gusar yang tak ditutupi, Masumi mengangguk pelan, mengijinkan Mizuki.

Begitu sampai di luar ruangan rapat, cepat-cepat Mizuki mengangkat ponselnya yang masih saja bergetar.

”Saeko Mizuki, disini,”

”Nona Mizuki, ayah mana?”

”Sayuri? Ada apa?”

Suara Sayuri tampak tengah menahan tangis, membuat Mizuki merasa beruntung karena menurutkan nalurinya untuk tidak mematikan ponselnya.

”Ayah mana, nona Mizuki....”

”Ayahmu sedang ada di ruang rapat Sayuri, dan saat ini tengah berlangsung rapat yang sangat penting. Ada apa sebenarnya?”

”Kakek... Kakek sakit, nona Mizuki...”

Dan pecahlah tangis Sayuri, membuat Mizuki semakin bingung dan perlahan perasaan panik mulai menjalari hatinya.

”Sayuri?!? Ada apa? Kenapa dengan tuan Hayami?”

Suara Sayuri masih saja terdengar menangis namun kemudian terdengar suara yang lain.

”Nona Mizuki, ini dengan Asa,”

“Iya, pak Asa?”

“Apakah tuan muda sedang rapat?”

”Benar pak Asa, beliau saat ini sedang rapat dengan para investor, namun saya menjadwalkan sebelum jam 5 sore semua akan selesai,”

”Baiklah kalau begitu, tolong kau sampaikan pada tuan muda, saat ini kami tengah berada di rumah sakit,”

Dan untuk sesaat, Mizuki memusatkan perhatian pada detail peristiwa yang disampaikan Asa melalui ponselnya. Hatinya benar-benar bersyukur, dia tadi tidak jadi mematikan ponselnya.

”Tolong kau sampaikan pada tuan muda, nona Mizuki,”

”Baik pak Asa, begitu ada kesempatan, saya akan coba untuk memberitahukan pada pak Masumi mengenai keadaan tuan Hayami,”

”Baik nona, terima kasih,”

”Ehm, pak Asa, boleh saya bicara dengan Sayuri-chan?”

”Nona Sayuri? Baik, nona kecil ini nona Mizuki ingin bicara pada nona,”

Terdengar gemerisik yang menandakan telepon berpindah tangan.

“Halo, Sayuri?”

“Iya nona Mizuki...”

“Sayuri, kau tidak boleh menangis ya... Tunjukkan senyum mu yang paling manis, agar kakek cepat sembuh, ya?”

“Iya nona Mizuki, terima kasih...”

Dalam bayangan Mizuki, dia bisa melihat Sayuri menganggukkan kepalanya. Hatinya menjadi trenyuh membayangkan Sayuri yang kini pasti masih menangis mengkhawatirkan keadaan kakeknya.

”Nanti begitu ada kesempatan, aku akan beritahu ayahmu, ya?”

”Baik nona Mizuki,”

”Ya sudah ya, Sayuri, jangan menangis lagi, sampai jumpa,”

Tanpa berkata-kata, Mizuki mendengar Sayuri memutuskan sambungan teleponnya, meninggalkan nada sibuk yang panjang pada ponselnya. Mizuki pun mengikuti jejak Sayuri, mematikan ponselnya dan kembali menuju ruang rapat.

= # =

Hijiri berkendara jauh melintas perjalanan panjang untuk memeriksa lebih lanjut informasi yang di dapatnya dari Sayuri. Sesuai instruksi Eisuke, di sebuah kota kecil di daerah selatan dia akan bertemu dengan Hideo, salah satu ’senior’nya di keluarga Hayami. Di sana ia akan berkoordinasi dengan Hideo mengenai informasi yang didapatnya dengan informasi yang dimiliki Hideo.

’Semoga saja, pencarian ini membuahkan hasil’

= # =

Masumi melangkah buru-buru di koridor rumah sakit yang lengang. Hatinya berdenyut resah mengkhawatirkan kondisi Eisuke.

’Kau tidak boleh mati, ayah! Aku tidak akan mema’afkanmu kalau ayah berani pergi dengan cara seperti ini!’

Ia benar-benar terkejut, bagaimana bisa kondisi kesehatan jantung Eisuke tidak terdeteksi baik, padahal selama ini Eisuke tidak pernah terlambat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.

”Paman Asa,”

Asa menoleh ke arah suara yang memanggilnya, dan segera bangkit dari duduknya begitu mengetahui Masumi telah datang.

”Bagaimana keadaan ayah?”

Asa menjelaskan detail peristiwa yang terjadi pada Masumi. Sementara itu, sesekali Masumi menghela nafas setiap mendengar hal-hal yang mengganggu hatinya.

”Sekarang kondisi tuan besar sudah berangsur stabil namun masih perlu dilakukan observasi lanjutan. Tadi dokter Nakagawa juga menjelaskan, bahwa ada kemungkinan akan dilakukan tindakan operasi terhadap tuan besar jika dalam observasi lanjutan ditemukan kelainan pada jantung tuan besar,”

Masumi menghela nafas, ia benar-benar tak menyangka, kondisi jantung Eisuke ternyata sangat mengkhawatirkan. Tiba-tiba, Masumi merasakan ada sesuatu yang kurang.

”Sayuri? Mana Sayuri, paman?”

Asa pun seperti baru menyadari kalau Sayuri ternyata tidak berada di sampingnya. Dan kini ia sama-sama bingung menatap Masumi yang juga tengah menatap bingung padanya.

”Nona Sayuri...”

”Ayah!”

Masumi dan Asa sama-sama menoleh ke arah suara Sayuri berasal. Sayuri berlari kecil di sepanjang lorong rumah sakit, sementara di tangan kanannya tergenggam setangkai bunga Lily putih.

”Kamu darimana Sayuri?”

”Iya, nona dari mana?”

Bukannya menjawab pertanyaan Asa dan Masumi, Sayuri malah mengacungkan bunga Lily yang ada dalam genggaman tangannya.

”Bagus ya yah, wangi lagi,”

”Sayuri!”

Seketika Sayuri menciut mendengar nada gusar dari Masumi. Buru-buru ia berdiri di balik tubuh Asa yang kurus, menyembunyikan wajahnya dari pandangan Masumi yang tajam. Namun, rasa penasaran dihatinya membuatnya diam-diam mengintip dari balik tubuh Asa, tapi tak sampai hitungan detik kembali ia bersembunyi demi melihat ayahnya memandang dengan galak padanya.

”Kakek Asa... Takut...”

”Sayuri...!”

Saat ini suasana hati Masumi sedang tidak dalam keadaan baik. Rapat bersama para calon investor tadi benar-benar menguras tenaga dan emosinya. Belum lagi kini dia harus menghadapi sakitnya Eisuke yang mendadak, setidaknya dia harus mulai mempersiapkan kondisi Daito di bursa saham seandainya kabar sakitnya sang pemilik kerajaan bisnis Daito tersiar. Untuk itulah, dia benar-benar tidak bisa mentolerir sikap Sayuri yang terkesan seenaknya dan semaunya sendiri.

”Tuan muda, sudahlah... Nona kecil, nona darimana?”

Asa berusaha menengahi dengan bertanya pada Sayuri yang kini tengah tertunduk, jelas terlihat Sayuri merasa terpukul dengan sikap Masumi. Bibirnya mencebik dan matanya berkaca-kaca.

”Nona?”

Kini Asa menyesuaikan tinggi badannya dengan Sayuri, hingga ia bisa menatap langsung ke arah mata Sayuri. Sementara, dengan kedua tangan berada di dalam saku celananya, Masumi menatap lekat pada Asa dan Sayuri. Tak dipungkirinya, ada perasaan sesal menyelinap dalam hatinya karena telah membentak Sayuri sedemikian rupa.

”Ma’afkan Sayuri kakek Asa, Sayuri pergi tidak bilang-bilang pada kakek Asa... Sayuri baru dari taman di depan sana,”

Tangan Sayuri menunjuk ke arah kegelapan di luar arah pintu lorong rumah sakit itu.

”Sayuri bosan menunggu di sini, apalagi Sayuri tidak boleh masuk untuk melihat kakek. Ini, tadi Sayuri petik dari taman, nanti mau Sayuri berikan pada kakek kalau Sayuri boleh masuk melihatnya,”

Dengan mata berkaca-kaca, Sayuri menunjukkan bunga Lily putih yang masih meneteskan getah dari tangkai bekas petikan Sayuri. Hati Masumi tergetar haru mendengar penuturan putrinya

”Lain kali, ingat untuk pamit ya nona kecil?”

Asa membelai lembut kepala Sayuri.

”Bunganya cantik sekali, nona sudah minta ijin saat akan memetiknya?”

”Sudah kakek, tadi Sayuri minta pada seorang tukang kebun yang kebetulan sedang menyiram taman. Sebenarnya beliau memberikan lebih dari satu tangkai, tapi Sayuri pikir, satu tangkai saja sudah cukup. Dan Sayuri juga sudah berterima kasih kok kakek Asa...”

”Iya, nona kecil memang anak pandai,”

Asa tersenyum membesarkan hati Sayuri, menularkan senyum di wajah Sayuri.

”Sekarang, nona kecil minta ma’af pada ayah nona, karena telah membuat ayah nona khawatir,”

Sayuri menatap keberatan pada Asa, namun kembali Asa tersenyum membesarkan hati Sayuri, memberinya semangat. Dengan setengah hati, Sayuri mengalihkan pandangan pada Masumi yang masih menatap lekat padanya. Namun kini, tatapan matanya sudah melunak, tidak segalak tadi.

”Ayah... Sayuri mohon ma’af...”

Saat menyampaikan permohonan ma’af, Sayuri menunduk dalam, tak berani menatap ke arah Masumi. Masumi menghela nafas, mengikuti jejak paman Asa, ia merendahkan posisi berdirinya, hingga sejajar dengan Sayuri.

”Iya sayang, ayah juga minta ma’af, ya?”

Serta merta Sayuri menghambur ke dalam pelukan Masumi dan dengan kedua lengan mungilnya mendekap erat leher Masumi. Masumi balas memeluk erat putrinya dan mengelus lembut punggung dan kepalanya. Tiba-tiba, Masumi mendengar isakan Sayuri.

”Hei, hei, kenapa menangis?”

”Sayuri takut sesuatu yang buruk terjadi pada kakek, ayah... Tadi sore, saat Sayuri menemukan kakek di kamarnya, wajahnya tampak begitu kesakitan... Kakek... Kakek, tidak akan mati kan ayah?”

Kini dengan wajah bersimbah airmata, Sayuri menatap penuh tanya pada Masumi. Dan tanpa dicegah, perasaan sedih menggelayuti hati Masumi. Untuk sebuah alasan yang berbeda, ia juga sangat mengkhawatirkan kondisi kesehatan Eisuke, sama seperti Sayuri yang kini masih saja menangis.

”Kita sama-sama berdo’a ya Sayuri, semoga kakek bisa segera sembuh kembali,”

Sayuri mengangguk dengan sungguh-sungguh, membuat Masumi tersenyum melihat keteguhan hatinya.

’Ayah, kami di sini menunggu keteguhan hatimu untuk segera sembuh kembali’

”Keluarga Hayami?”

Pandangan mata ketiganya segera beralih pada perawat yang kini berdiri di ambang pintu ruang perawatan intensif Eisuke. Masumi segera beranjak menghampiri perawat itu.

”Saya, Masumi Hayami, anak pasien,”

”Ma’af pak, kalau Sayuri Hayami?”

”Saya, suster,”

Sayuri beranjak maju mendekati ayah dan perawat itu.

”Nona kecil ini, Sayuri Hayami?”

“Iya, saya Sayuri Hayami, suster. Saya cucu kakek Eisuke Hayami,”

Perawat itu menatap lekat ke arah Sayuri yang balik menatapnya dengan keteguhan seorang kanak-kanak.

“Baiklah, mari nona ikut saya,”

”Suster?”

”Ma’af pak, pasien hanya ingin ditemui cucunya, Sayuri Hayami,”

Dan tanpa basa-basi lagi, perawat itu menutup pintu ruang perawatan Eisuke dengan membawa serta Sayuri bersamanya. Masumi menatap pintu tertutup itu dengan hati penuh tanya.

= # =

”Nah, di sana kakek nona, tolong jangan buat kakek nona terlalu banyak bicara ya,”

”Baik suster, terima kasih...”

Sayuri membungkukkan badan pada perawat yang kini telah meninggalkannya. Dengan langkah pelan dan tangan sedikit gemetar, Sayuri menghampiri tempat tidur dimana kakeknya terbaring. Sungguh, kini Sayuri semakin sedih melihat kondisi Eisuke. Alat bantu pernafasan yang terlihat lebih rumit dari yang dipasang Noburo, kini terpasang di mulut dan hidung Eisuke. Juga berbagai peralatan medis tersambung pada tubuh Eisuke.

Sayuri perlahan beringsut semakin mendekati tempat tidur Eisuke, dan duduk di kursi tepat di samping Eisuke terbaring.

”Kakek... Ini Sayuri...”

Eisuke masih tak bergeming, matanya tampak terpejam erat. Sayuri merasakan ketakutan menyergap hati kanak-kanaknya, namun dengan segala kemampuannya, ia mengerahkan keberanian dalam hatinya untuk menyentuh lembut tangan Eisuke.

”Kakek...”

Perlahan Eisuke membuka matanya, dan ketika melihat wajah Sayuri, senyum lemah mengembang di wajah tuanya yang tampak kelelahan. Dengan suara lemah, Eisuke menyapa Sayuri dengan sapaan khasnya.

”Hai cucu kakek yang cantik,”

”Masih sakit ya kek?”

”Tidak Sayuri, kakek tidak sakit, kakek hanya lelah...”

Sayuri menatap wajah Eisuke.

”Tapi, kakek pucat sekali...”

”Oh ya? Ah, besok pagi, kalau terkena cahaya matahari, wajah kakek juga akan kembali cerah seperti wajahmu. Bahkan, pasti lebih cerah dari wajahmu,”

Sayuri menatap lekat tak percaya pada Eisuke, dalam hatinya ia tahu, kakeknya tengah membohonginya. Dan Eisuke pun tahu, Sayuri bukanlah anak kecil yang mudah dibohongi, apalagi dialah yang pertama menemukan Eisuke pada saat terkena serangan jantung.

”Itu, bunga Lily bukan? Buat kakek ya?”

Eisuke berusaha mengalihkan perhatian Sayuri dengan menanyakan bunga Lily yang ada dalam genggaman tangan Sayuri. Dan benar saja, Sayuri pun teralih perhatiannya.

”Iya, bunga ini untuk kakek. Tadi, Sayuri memintanya pada tukang kebun di taman rumah sakit ini kek,”

”Oh ya?”

”He-eh, paman tukang kebun itu baik sekali, tapi gara-gara ini, Sayuri dimarahi ayah,”

“Ayahmu marah? Kenapa?”

Dan mengalirlah cerita Sayuri pada Eisuke tentang kemarahan Masumi padanya. Eisuke menyimak setiap kalimat Sayuri, menikmati keceriaannya baik-baik.

“Lain kali, harus kau ingat Sayuri, mintalah ijin pada siapa pun yang sedang bersamamu jika kau ingin pergi ke suatu tempat, sehingga tidak membuat khawatir, ya? Coba, kalau sampai kau di culik orang jahat, bagaimana?”

“Kan ada paman Hijiri, kek... Kalau ada yang menculik aku, pasti akan langsung ketahuan paman Hijiri. Belum lagi bawahan-bawahan ayah yang lain, mana berani penculiknya mengusik aku?”

Eisuke tersenyum mendengar jawaban lugas dan tangkas Sayuri. Cucunya ini memang sangat pemberani, membuat semakin yakin, rencananya akan berhasil jika dikerjakan oleh Sayuri.

”Sayuri,”

”Ya kek?”

”Kau mau pergi liburan?”

”Mau banget! Tapi.... Kakek kan sedang sakit...”

Sikap antusias Sayuri seketika mereda ketika mengingat kondisi Eisuke.

”Tidak apa-apa kalau kau ingin pergi berlibur, kakek akan meminta Hijiri untuk menemanimu,”

”Benar kek?”

Eisuke mengangguk menanggapi pertanyaan Sayuri.

”Tapi, ayah bagaimana? Ayah kan juga sudah berjanji akan mengajak Sayuri berlibur,”

”Ayahmu kan nanti akan sibuk mengurus kakek yang sedang istirahat ini, ya kan? Makanya, kakek akan meminta Hijiri untuk menemanimu,”

”Asyiiiikkkkk!!!! Terima kasih ya kakek! Ups! Ma’af,”

Sayuri seketika menutup mulut dengan telapak tangannya, dia lupa kalau saat ini tengah berada di dalam ruang perawatan intensif Eisuke. Dan Eisuke tersenyum geli melihat reaksi Sayuri.

”Sudah, tidak apa-apa. Tapi, liburan ini, tidak hanya sekedar pergi berlibur ya Sayuri,”

”Maksud kakek?”

”Kau ingat mengenai drama Bidadari Merah yang kakek ceritakan padamu waktu itu?”

”Iya, memangnya kenapa kek?”

”Kau ingin melihat pementasannya secara langsung?”

”Tentu saja kakek, Sayuri sangat ingin menyaksikannya. Memangnya di liburan musim panas ini akan dipentaskan ya kek?”

”Belum Sayuri, drama itu belum akan dipentaskan jika pemeran Bidadari Merah-nya belum ditemukan.”

Eisuke tersenyum penuh misteri.

”Dan kau lah yang harus menemukannya,”

Mata besar Sayuri terbelalak, penuh semangat dan antusiasme yang tidak ditutup-tutupi.

”Maksud kakek?”

”Coba kau pikirkan, kira-kira, apa maksud kakek?”

Binar mata Sayuri semakin cemerlang mendengar penuturan Eisuke, dan Eisuke tahu, dia telah menyulut tungku yang tepat.

”Tapi, bagaimana Sayuri bisa menemukannya, kakek? Bukankah kata paman Hijiri, dia telah menghilang?”

Tampak Sayuri berpikir keras mengumpulkan segala informasi yang ada di dalam otaknya. Terlintas dalam ingatannnya perbincangannya dengan Hijiri, kemudian pertemuannya yang secara tidak sengaja dengan Takahiro Maeda, juga saat ia menemukan album foto di laci meja kerja ayahnya. Tiba-tiba, pandangan matanya menyipit, memandang curiga pada Eisuke.

”Eh, tunggu sebentar, kek... Berarti paman Hijiri sudah menceritakan semua pada kakek? Yaaaahhhh, payah nih paman Hijiri!”

Eisuke kembali tersenyum, dia benar-benar mengagumi kecerdasan Sayuri diumurnya yang belum genap 6 tahun ini.

”Kalau kakek sudah tahu, berarti, ayah juga sudah tahu dong kek?”

”Belum, ayahmu belum tahu, kecuali kau berniat memberitahukan hal ini pada ayahmu,”

”Eh, nggak, nggak usah! Ayah tidak boleh tahu! Bisa habis nanti Sayuri diomeli karena telah berani membuka-buka laci meja kerja ayah,”

Eisuke tertawa kecil mendengar apa yang disampaikan Sayuri padanya.

”Kalau begitu...”

Sayuri terdiam sejenak, tampak berpikir dan menimbang apa yang akan disampaikan pada Eisuke.

”Kalau begitu apa Sayuri?”

”Berarti, kakek tahu dong, kenapa foto Maya Kitajima banyak disimpan ayah,”

Walaupun sudah menduga kalau Sayuri akan menanyakan hal itu, tak urung Eisuke merasa kaget juga saat Sayuri melontarkan pertanyaan itu. Matanya menatap lekat ke arah Sayuri yang masih menuntut jawaban atas pertanyaannya.

”Kalau untuk pertanyaan itu, kau harus menanyakan sendiri pada ayahmu, karena hanya ayahmulah yang tahu pasti jawaban pertanyaanmu itu,”

”Yaaaaaaaahhhhh, kakek sama aja ih sama paman Hijiri, sama-sama payah!”

”Hah, enak saja ya, mana bisa kau samakan kakek dengan Hijiri? Lagipula kakek mau menjawab apa lagi? Kakek sendiri juga tidak tahu kenapa ayahmu menyimpan begitu banyak foto Maya Kitajima. Mungkin, ayahmu sangat mengagumi Maya Kitajima?”

’Atau mungkin, sampai kini ayahmu masih sangat mencintai Maya Kitajima?’

”Seperti kakek mengagumi Tsukikage Chigusa, begitu ya kek?”

Eisuke tercenung sejenak mendengar pertanyaan Sayuri.

”Mungkin saja,”

= # =

Masumi berjalan bolak balik dengan gelisah di depan pintu ruang perawatan Eisuke. Sebenarnya baru 10 menit Sayuri berada di dalam sana, namun bagi Masumi rasanya sudah berjam-jam. Entah mengapa, perasaan Masumi mengatakan ada yang tidak beres antara ayahnya dan putri semata wayangnya itu. Seperti ada persekongkolan rahasia antara Eisuke dan Sayuri yang bertujuan untuk mempermainkannya.

”Apa sih yang mereka bicarakan?”

Masumi menggerutu pelan dengan masih berjalan hilir mudik tak tenang. Asa memandang anak asuhnya itu dengan pandangan antara prihatin dan geli.

”Tuan muda, mungkin dengan duduk akan lebih membantu tuan muda merasa tenang,”

”Mana bisa aku tenang paman,”

Masumi mendesah resah menjawab Asa, namun tak urung dia duduk juga di sebelah Asa. Kalau saja dia tidak melihat tanda dilarang merokok yang terpampang jelas di dinding, ingin rasanya dia menyulut sebatang rokok saat ini, untuk sekedar menenangkan syarafnya yang terasa tegang.

Asa mengamati tuan mudanya. Masumi menyandarkan belakang kepalanya di dinding, matanya terpejam dan tangannya mengurut pangkal hidungnya. Kelelahan terpancar jelas dari bahasa tubuhnya.

’Andai saja dia tahu, apa yang direncanakan tuan besar,’

= # =

”Jadi kek, kira-kira kapan Sayuri bisa memulai ’pekerjaan besar’ kita ini?”

Sayuri benar-benar antusias, rasanya dia seperti menjadi Natane, berpetualang bersama ke enam saudaranya, berjuang bersama melawan orang-orang yang akan mencelakai mereka. Hanya saja bedanya, dia akan berpetualang bersama paman Hijiri, favoritnya.

Eisuke tersenyum menanggapi rasa penasaran Sayuri yang meluap-luap.

”Lebih cepat lebih baik Sayuri,”

”Benar kek? Kapan dong?”

”Ya secepatnya, tergantung dari kecepatan Hijiri sampai kembali ke Tokyo dan juga kesiapanmu untuk menjalankan liburan asyik ini, bagaimana?”

”Sayuri siap! Kapan saja, Sayuri siap berangkat,”

Semangat Sayuri menyumbangkan senyum lebar di wajah Eisuke, membuat rona merah mulai menjalari pipi pucatnya.

”Tapi kek... Memangnya kakek yakin kalau nanti Sayuri bisa menemukan kembali pemeran Bidadari Merah yang hilang itu?”

”Kau sendiri bagaimana? Yakin tidak?”

Sayuri berpikir sejenak dengan mengetuk-ngetukkan telunjuk di bibirnya. Matanya memandang ke arah Eisuke yang menanti jawabannya. Dan seketika senyum penuh tekad mengembang di wajah cantiknya.

”Pasti bisa ya kek! Kan ada paman Hijiri, juga kakek yang membantu Sayuri! Pasti bisa, GANBATTEMASU!!!”

Eisuke dan Sayuri tertawa bersama, berbagi rahasia, sebuah rahasia yang sangat besar.

= # =

Masumi seketika bangkit dari duduknya begitu mendengar suara pintu dibuka. Dan benar saja, Sayuri muncul dari ruang perawatan Eisuke bersama perawat yang tadi membawanya masuk.

”Bagaimana ayah saya, suster?”

”Untuk sementara waktu, keadaan beliau cukup stabil, dan rupanya, kehadiran nona kecil ini, membawa perubahan yang cukup berarti,”

Perawat itu menatap sambil tersenyum pada Sayuri yang juga tersenyum menatapnya.

”Sekarang beliau sedang beristirahat, apabila Anda ingin menemuinya, bisa Anda lakukan satu jam lagi saat dokter Nakagawa melakukan kunjungan malam. Sekaligus dokter Nakagawa akan menjelaskan secara terperinci hasil observasi lanjutan beliau mengenai kondisi jantung tuan Hayami,”

”Baik suster, terima kasih,”

Perawat itu pun kembali masuk meninggalkan Sayuri dan Masumi yang masih berdiri di depan pintu yang tertutup.

”Bagaimana keadaan kakek, Sayuri?”

”Kakek sudah bisa bicara, yah, tapi masih lemas dan pipinya juga masih pucat. Oh ya, kakek menitip salam pada ayah juga kakek Asa,”

Masumi mengehela nafas panjang. Dipandanginya wajah ayu putrinya yang kini duduk disampingnya, mengayun-ayunkan kaki mungilnya.

”Tadi bicara apa saja dengan kakek?”

”Tidak bicara apa-apa, soalnya sama perawat Sayuri dilarang membuat kakek banyak bicara,”

Masumi kembali menghela nafas. Kini ia memilih diam, kembali menyandarkan belakang kepalanya pada dinding dan memejamkan matanya . Sementara, diam-diam Sayuri mengamati wajah ayahnya yang terlihat begitu lelah. Dalam hatinya menimbang-nimbang, kira-kira berani tidak ya dia memohon sesuatu pada ayahnya.

”Ayah...?”

”Hmmmm?”

Masumi menjawab pelan panggilan Sayuri dengan tetap memejamkan matanya.

”Ehmmm, kalau Sayuri pergi berlibur ditemani paman Hijiri, boleh tidak?”

Seketika Masumi membuka matanya dan mengalihkan pandangannya ke arah Sayuri yang kini menanti jawabannya dengan wajah harap-harap cemas. Diam-diam pun Asa menyimak pembicaraan tuan muda dan nona kecilnya.

”Memangnya kau ingin berlibur kemana?”

”Ada sebuah tempat yang ingin Sayuri kunjungi ayah. Menurut cerita, di saat musim panas seperti saat ini, seluruh desanya berwarna oranye,”

”Oh ya? Kenapa bisa begitu?”

”Karena di tempat itu, tumbuh begitu banyak pohon momiji,”

Masumi tersenyum mengerti.

”Mengapa tidak meminta ayah untuk menemanimu? Memangnya tidak mau ditemani ayah?”

”Mau sih... Malahan sebenarnya Sayuri maunya ayah menepati janji ayah, tapi sekarang kan kakek sedang sakit... Pastinya ayah akan sangat sibuk mengurus kakek, juga urusan Daito yang begitu banyak,”

”Memangnya Sayuri tidak ingin membantu ayah merawat kakek?”

”Ini juga kakek yang menawarkan Sayuri untuk pergi berlibur,”

”Oh ya?”

”Iya,”

Sayuri menjawab mantap pertanyaan Masumi dengan mengangguk kuat-kuat untuk menegaskan jawabannya. Bahkan ekspresi wajahnya pun begitu serius, membuat Masumi tersenyum melihatnya. Sekelumit kecurigaan menyelinap dalam hati Masumi, dan hal itu tak luput dari pengamatan Asa, yang kini ikut berharap-harap cemas akan reaksi Masumi.

”Bagaimana dong yah? Boleh tidak?”

”Memangnya kau mau pergi kemana sih?”

”Nama tempatnya Sayuri lupa, hanya saja banyak orang-orang menyebutnya Desa Momiji, juga banyak yang menyebutnya Desa Kesemek, karena daerah itu juga penghasil buah kesemek terbaik di Jepang”

Masumi terdiam sejenak. Otaknya berputar berusaha mengingat letak-letak geografis negara Jepang dengan masing-masing produk lokal cirikhas masing-masing daerah.

”Desa Momiji, ya... Ehm, tempat penghasil buah kesemek bukan?”

”Iya, kan Sayuri tadi sudah bilang sama ayah, gimana sih?”

Masumi kembali terdiam dan berpikir. Entah mengapa, seperti ada tarikan magis yang membuatnya juga ingin pergi ke tempat yang disebutkan Sayuri itu.

”Ayah... Gimana? Boleh tidak?”

Sayuri kembali mendesak Masumi yang masih belum bereaksi.

”Mungkin ada baiknya tuan muda mengijinkan nona kecil pergi dengan didampingi Hijiri,”

Kali ini Asa ikut angkat bicara. Dan Masumi memandang tanpa ekspresi ke arah Asa, membuat laki-laki tua itu merasa tengah diselidiki.

”Entahlah, Sayuri, sepertinya ayah belum berani melepasmu pergi berlibur sendirian dengan hanya di dampingi Hijiri,”

”Yaaaahhhh, ayah...”

Kekecewaan segera meronai raut wajah Sayuri, mengirimkan sejumput perasaan bersalah ke dalam hati Masumi karena telah mengecewakan putri semata wayangnya. Asa pun ikut merasakan kekecewaan Sayuri, namun ia tidak berani gegabah, mendesak Masumi lebih jauh untuk menghindari kecurigaan Masumi.

”Kenapa sih ayah, kok ga boleh?”

”Bukannya ayah tidak meperbolehkan Sayuri, tapi...”

”Ah, ayah memang pelit!”

Dan kini Sayuri berbalik memunggungi Masumi, memprotes keputusan Masumi. Masumi kembali menghela nafas panjang..

”Sayuri, lihat ayah,”

”Tidak mau!”

Sayuri memang benar-benar sangat keras kepala, membutuhkan strategi khusus untuk melunakkan hati Sayuri yang kini ngambek.

”Ayah janji akan mempertimbangkan rencana liburan musim panasmu ini, tapi kalau kau tidak mau membalikkan badan dan berbicara secara baik-baik, ayah akan menarik keputusan ayah,”

Sayuri tetap tak bergeming.

”Ayah hitung sampai tiga nih... Satu... Dua... Ti..,”

Belum genap sampai hitungan ketiga, Sayuri membalikkan badan.

”Janji ayah akan memikirkannya?”

”Iya, ayah janji, dan ayah juga harus mebicarakannya bersama paman Hijiri dulu,”

”Benar? Ayah tidak bohong?”

”Iya, dan selama ini ayah selalu menepati janji bukan?”

Sayuri mengangguk, namun keceriaan belum kembali di wajahnya. Hatinya masih kecewa karena rencana yang disusunnya terancam gagal total akibat penolakan ayahnya.

”Sudah dong, jangan cemberut, jelek tahu,”

”Biarin aja, jelek-jelek juga anak ayah,”

Dan Masumi tergelak pelan mendengar jawaban lugas Sayuri.

’Tuan besar, sepertinya rencana tuan besar akan sulit untuk diwujudkan,’

Batin Asa, berbisik prihatin.
 
> to be continued

14 komentar:

  1. just let me know your respond about my story
    so please don't be mind to leave your comment here
    thank you ^^

    BalasHapus
  2. Nice story Sista. Penasaran deh ma lanjutannya. kayaknya masih misterius banget. terutama tentang mamanya Sayuri n bagaimana Maya bisa kehilangan ingatannya. thanks atas updatenya. Ditunggu karya selanjutnya ya!

    BalasHapus
  3. Saeko mizuki ya, pernah ada yg menanyakannya, akakak, sepertinya petualangan sayuri akan segera dimulai ya, anak yg pemberani, kayaknya dia anak shiori.

    BalasHapus
  4. wahhhhh.... benerkannn maya masih hidup... horeee.. kerennn... hijiri harus cpt2 menemukan maya sebelum terlambat... ayo smngat hijirii... sayurii.. :D

    BalasHapus
  5. segera pertemukan MM dan sayuri...hehehe^^...

    BalasHapus
  6. hadehhh, ga sabar pengen liat MM ketemuan
    masih lamma yahh.. ^_^

    BalasHapus
  7. Ayoooo semangat...bagus ni....lanjutkan ya...Sayuri i miss u

    Wid Dya

    BalasHapus
  8. Tetep gak rela kalau sayuri anak shiori. Beruntung amat sech Shiori dapat anak dengan Masumi..... Iccchhh ampun dech benar-benar gak rela. Apalagi sayuri anak yang pintar dan pemberani, semua orang jatuh cinta dengan kepolosannya dan sekali lagi gak rela shiori seberuntung itu.
    Tragedi besar apakah yang menyebabkan maya mendapatkan musibah sehingga 6 tahun menghilang dan amnesia *penasaran*
    ini bener2 cerita misteri.... lanjjutkan sensei dan segeralah di update yang banyaaaaaaaak yaaa

    Elyanski

    BalasHapus
  9. sebenernya ada masalah apa ya antara maya masumi dan eisuke...... penasaran, ayo sayuri pergi ke lembah momiji ketemua maya biar maya cepet ingat masa lalu nya...

    BalasHapus
  10. semoga maya ditemukan sebelum pernikahannya sebagai kazumi dgn takahiro berlangsung . Tidak sabar lagi menunggu pertemuan maya dengan sayuri, semoga maya cepet pulih ingatannya & eisuke cepat pulih kondisi nya , please make it hepi ending sensei ^__^ tq

    BalasHapus
  11. sistah!!! ini salah 1 karya terbaik yg pernah kubaca! bener dweh!!!
    bisa memancingku untuk ngebet pingin pny anak cewe juga,wakakakkakakk!
    Gbu sist! keep the spirit yuah ^06

    BalasHapus
  12. ampuuunnnnnn....bagus banget nih ff.....update lagi jgn lama".....sayuri ayo semangat temukan belahan jiwa ayahmu....walaupun sayuri blm jelas anak maya atau shiomay....yg pasti maya pasti sayank banget ama sayuri dan juga pasti sebaliknya......makasih ya sist ff nya...dan moga he buat MM..

    BalasHapus
  13. yaaaah, moga aja masumi ngizinin sayuri.
    duuuh, makin ga sabar aja nih pengen sayuri ato masumi ketemu ma maya n moga aja pernikahan maya n takahiro batal.

    lanjuuuut.....

    BalasHapus
  14. Ternyata, gak salah batin ku, serasa pulang ke rumah, ketemu WP dan bisa di add fb, akhirnya bisa hari ini membaca blog ini, makasih yah mbak, sudah diijinkan membaca tulisan fan fic topeng kaca ini.. Woow kejutan indah, bisa baca story neng cantik sayuri chan.

    BalasHapus

Please, just leave your comment here -Thank you-